Haji, Perenungan Dan Perjuangan Melawan Nasib Yang Malang

Haji, Perenungan Dan Perjuangan Melawan Nasib Yang Malang

MEKAH, nubanyumas.com – Musim haji tahun 2023 merupakan musim perdana ibadah haji yang dilakukan secara normal setelah tiga tahun pembatasan ibadah haji akibat pandemi.

Normal yang dimaksud adalah tentang jumlah kapasitas jamaah haji yang pada tahun 2019 sebelum pandemi mencapai angka 2,6 juta jamaah.

Normal ini pula yang kembali dirasakan oleh Indonesia yang mendapatkan porsi kuota haji sebanyak 229.000 untuk jamaah dan petugas haji.

Kenormalan ini pula yang membawa kembali gelombang euforia ibadah haji setelah sempat mengendur pada 2020-2021 akibat Covid-19 dan pembatasan usia haji pada 2022.

Euforia ini disambut oleh para lansia yang sempat tertunda selama tahun-tahun tersebut, kini mereka mengharu biru atas kesempatan menunaikan ibadah pamungkas umat Islam.

Atas dasar itulah, Kementerian Agama RI mencanangkan program “Haji Ramah Lansia 2023” sebagai respon atas tingginya jumlah jamaah lansia pada 2023, yaitu 30 persen dari kuota.

Oleh karena itu, Kementerian Agama RI dan seluruh pihak terkait menggenjot persiapan fasilitas dan bimbingan manasik kepada para calon jamaah khususnya jamaah lansia.

Seyogyanya, persiapan fasilitas dan manasik tidak melupakan persiapan rohani dalam ibadah haji sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Ali Syari’ati dalam buku “Haji”.

Baca Juga : Ketika Rukun Haji Diwakili oleh Orang Lain, Bagaimana Hukumnya?

Haji Sebagai Perenungan Hidup

Dalam halaman awal dari buku “Haji”, Ali Syariati mengingatkan umat Islam bahwa ibadah haji merupakan bagian dari perenungan hidup.

Ali Syari’ati merupakan intelektual Islam inspiratif dari Iran abad 20 yang berhasil menembus sekat ilmu agama, sosial, dan filsafat.

Menurut Ali, kaum muslimin yang berkesempatan menunaikan ibadah haji hendaknya merenungi kembali makna dan tujuan hidup mereka.

“Haji merupakan sebuah perenungan dan perjuangan melawan nasib yang malang yang disebabkan oleh kekuatan jahat”.

Selain merapal doa dalam setiap rangkaian peribadatan, Ali Syari’ati berharap umat Islam membangun kesadaran untuk membebaskan diri dari kekuatan jahat duniawi.

Apakah kejahatan duniawi hanyalah berupa godaan setan kepada manusia untuk meminum Vodka atau Ciu?

Tentu tidak, kejahatan duniawi adalah keserakahan manusia atas alam, perundungan, penindasan kelas sosial, merampas hak orang miskin dan sebagainya.

Kejahatan duniawi ini yang perlu dihindari oleh mereka yang akan, sedang dan telah berhaji.

Manusia sudah terlampau lama tercemari oleh sistem sosial yang tidak memperdulikan hak serta kewajiban manusia.

Sistem sosial ini yang membuat watak murni manusia berubah, menjadi penindas, egois, dan haus kekuasaan.

Haji seyogyanya mampu mengingatkan kaum muslimin untuk lebih bersikap adil, egaliter, kebersamaan, dan anti pada penindasan.

Keinginan untuk mencium Hajar Aswad yang memaksa para jamaah haji untuk berdesakan dan saling sikut, adalah contoh betapa ibadah kita tercemari oleh egoisme pribadi.

Jika ibadah saja masih diliputi hasrat pribadi, lalu bagaimana dengan aktualisasi ibadah pada kehidupan sehari-hari?

Maka itu tidak lebih dari sekadar mencari popularitas dan meningkatkan kelas sosial dengan label “Haji” yang disematkan pada nama depan mereka.

Padahal, itu adalah cara bagi kolonial belanda untuk memetakan mereka yang sudah belajar dari Makkah dan saat itu membawa gagasan tentang kebangsaan dan kemerdekaan.

Naas, saat ini gagasan yang dibawa para jamaah haji tercemari oleh kejahatan duniawi.

Ada yang ingin lebih dianggap sebagai tokoh agama setelah pulang berhaji dan layak menjadi pengkhotbah di masjid kampung mereka.

Adapula yang ingin berhaji agar bisa menggaet konstituen dengan imbuhan “H.” di depan nama mereka.

Mereka yang terakhir, tak enggan merogoh kocek ratusan juta untuk mendapatkan visa haji furoda yang tanpa antrian.

Semoga para jamaah haji mampu membebaskan diri dari hasrat duniawi setelah mereka menunaikan ibadah haji.

Karena bagi Ali Syari’ati, aji adalah kepulangan manusia kepada Allah yang Maha Baik dan Maha Indah.

 

Penulis : Alfian Ihsan

Tulisan sebelumnyaEtika Berhari Jum’at Menurut Imam Al Ghazali
Tulisan berikutnyaSolidkan Calon Pengurus RMI Banyumas, Gawagis dan Pengasuh Pesantren Bertemu

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini