Banyak Pendakwah ‘Dadakan’. Bagaimana Sebaiknya Jadi Da’i?

Pendakwah dadakan
Koordinator Bidang Dakwah, Lulu Nafisah (berdiri) dalam sebuah acara PAC Fatayat Wangon belum lama ini..

Ramadhan telah tiba. Selain puasa, ada hal yang begitu identik dengan ramadhan yaitu pengajian. Karena frekuensi pengajian yang bertambah, maka kian banyak juga ‘pendakwah’ yang muncul. Mulai dari rutin kuliah subuh, tarling atau tarhim, hingga kajian rutin lain selama puasa.

Nah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendakwah alias da’i. Seperti dikemukakan Koordinator Bidang Dakwah, Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren dan Muballighoh (JP3M) Banyumas, Lulu Nafisah.

Pertama. Pendakwah mengerti dan paham materi yang didakwahkan dan memiliki sanad keilmuan yang jelas. Ada guru (al ‘alim al ‘alamah) yang diikuti dan ditiru.

Kedua. Pendakwah semestinya memahami kondisi obyek dakwah (mad’u). Karena, kondisi obyek dakwah yang bermacam macam kondisi dan latar belakangnya. Dengan paham kondisi, maka dakwah bisa efekstif.

Ketiga. Pendakwah hendaknya bersikap bijak dalam dakwahnya. Keempat. hendaknya da’i memiliki akhlak yang baik dalam perkataan, perbuatan, dan penampilan yang baik. Karena salah satu esensi dakwah adalah perilaku da’i itu sendiri.

Ning Lulu, sapaan Lulu Nafisah juga menambahkan ada kode etik berdasarkan Keputusan Ittihadul Mubalighin dalam Munas 1996. Poin-poin kode etik masih cukup relevan hingga sekarang.

Pertama, keselarasan (kepaduan) antara ucapkan/ disampaikan secara lisan dengan perbuatan yang dilakukan/ diamalkan. Kedua, memegang teguh akidah ahlussunnah wal jama’ah an-nahdliyyah. Ketiga, menghormati ritual agama lain/tidak menghina sesembahan agama lain.

Keempat, tidak diskriminatif. Kelima, tidak meminta bayaran atau memasang tarif. Keenam, tidak menghakimi pelaku maksiat. Ketujuh, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.

Itulah beberapa panduan normatif, syarat dan kode etik. Semoga bermanfaat dan bisa menambah mantap penampilan para da’i. Ohya, jangan lupa terus belajar, menambah ilmu dan referensi meski sudah jadi pembicara alias da’i.

Penulis : Festi Maulida Oktaviyani

Tulisan sebelumnyaDoa Makan Sahur, Pahala dan 4 Hikmahnya
Tulisan berikutnyaMerayakan Buku Dongeng Anak Islami

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini