Yang Fana Itu Waktu, Manusia Abadi

Rais A'am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar
Rais A'am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar

Kalimat puitis Yang Fana Adalah Waktu, Kita Abadi karya penyair Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono sepertinya pas jika dikatitkan dengan penjelasan Rais A’am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar, pada sesi Ngaji Al-Hikam yang disiarkan lewat kanal YouTube TVNU beberapa waktu yang lalu.

Kiai kelahiran Surabaya Jawa Timur itu menjelaskan bahwa setiap manusia akan mengalami kematian, tapi kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah proses menuju fase sebuah keabadian.

“Hakikat kematian sebenarnya bukan ketiadaan. Kematian adalah putusnya hubungan antara ruh dan badan. Terpisahnya ruh dan jasad. Perpindahan dari situasi dan kondisi pada kondisi yang lain,” kata Kiai Miftach

“Artinya, kematian itu bukan sebuah ketiadaan. Kematian adalah sebuah proses menuju keabadian,” lanjut Kiai Miftach seperti ditulis oleh NU Online.

BACA JUGA : Dinamika Munas-Konbes NU 2021

Al-Quran menjelaskan bahwa kematian adalah musibah besar bagi umat manusia. Tapi hal ini, menurut Kiai Miftach tidak bertentangan dengan kematian adalah proses menuju keabadian.

“Pada hakikatnya manusia adalah makhluk abadi, meskipun memang agama menyatakan jika kematian adalah suatu musibah besar bagi manusia,” imbuh Kiai pengasuh Pesantren Miftsachus Sunnah, Surabaya itu.

Pada pengajian itu, Kiai Miftach juga menjelaskan bahwa para ulama salaf memanggil sahabatnya dengan ungkapan seperti ini : yâ ahlal khulûd, ya ahlal baqâ’. Innakum lan tukhlaqû lil fanâ’. Wa innamâ khuliqtum lil khulûd wal abad wa lâkinnakum tungqalûna min dârin ilâ dârin.

Arti dari ungkapan tersebut kurang lebih seperti ini, wahai manusia abadi. Kalian diciptakan bukan untuk ketiadaan, melainkan untuk keabadian. Hanya saja, kalian dipindah dari satu alam ke alam yang lain.

“Kematian ini adalah sebuah perpindahan, dari sebuah kehidupan di dunia pada kehidupan di alam barzah. Jadi (masih) sama-sama hidup.
Pindah dari kehidupan dunia ke kehidupan barzah, dari barzah menuju kehidupan akhirat,” jelasnya.

“Jadi,Tidak ada kata fana,” tegas KH Miftachul Akhyar.(*)

SUMBERNU Online
Tulisan sebelumnyaPercepat PTM, Ribuan Siswa Siswi NU Ajibarang Ikuti Vaksinasi
Tulisan berikutnyaMa’arif NU – Kemendikbudristek, PBNU Luncurkan Program Penggerak Sekolah

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini