Penanganan Krisis Iklim Butuh Peran Ulama dan Komunitas Agama

    “Kelompok-kelompok agama harus berperan aktif dalam mencegah krisis iklim yang lebih parah”.

    Hal ini disampaikan oleh Jungin Hwang, koordinator ICE Network dalam agenda Training of Trainers Climate Justice for Collective Consciusness.

    Training yang dihelat di Thailand ini diikuti oleh perwakilan pemuda dari berbagai negara di Asia Tenggara.

    Baca Juga : Humor: Obat Demensia Jamaah Haji

    Salah satunya adalah Alfian Ihsan, anggota LTN NU Banyumas yang juga pegiat lintas Iman.

    Alfian berkesempatan mengikuti training selama 9 hari, dari 16 hingga 25 November 2023.

    Kesempatan ini didapat karena partisipasi aktifnya dalam agenda lintas iman dan lingkungan yang kerap dihelat oleh Forum Persaudaraan Lintas Iman (FORSA) Banyumas.

    Training dimulai dengan mengurai permasalahan iklim dan bencana yang kerap terjadi di negara masing-masing.

    Fasilitator kemudian mengawali perbincangan mengenai krisis iklim yang disebabkan oleh jejak karbon di lapisan atmosfir.

    Jejak karbon atau yang juga disebut gas rumah kaca merupakan hasil pembakaran masif bahan bakar fosil sejak era industrialisasi.

    Industrialisasi berkembang bersama dengan kolonisasi. Penaklukan wilayah di Asia dan Afrika oleh Eropa.

    Penggunaan kendaraan pribadi dan pembangkit listrik tenaga batu bara juga turut menyumbang jejak karbon sebagai penyebab pemanasan global.

    Pasca kolonialisasi, industrialisasi bertambah masif dengan munculnya negara-negara baru yang berimajinasi mengejar negara maju dengan industri manufaktur.

    Walau manufaktur yang berdiri di negara baru tersebut banyak yang merupakan milik pemodal dari negara maju.

    Pabrik baru berdiri dengan menawarkan upah rendah, sebuah upaya meraup untung sebanyak-banyaknya dalam cara pandang kapitalisme.

    Upah rendah di negara Asia dan Afrika menimbulkan ketimpangan sosial ekonomi antara negara maju dan berkembang.

    Para pengamat menyebut negara maju di Eropa dan Amerika sebagai “Global North”.

    Sedangkan negara berkembang di Asia dan Afrika sebagai “Global South”.

    Semenjak perang dingin hingga saat ini, negara Global North melakukan penjajahan model baru pada negara Global South.

    Penjajahan model baru dilakukan melalui sistem keuangan global dan aneka lembaga seperti World Bank dan IMF.

    Baca Juga : Setelah Ibadah Haji, Lalu Apa?

    Komunitas Beriman Sebagai Harapan

    Iman, merupakan nilai moral yang masih efektif sebagai pemandu kehidupan umat manusia.

    Oleh karena itu, ICE Network memfasilitasi 20 pemuda dari berbagai agama dan negara untuk bisa menggugah kesadaran di komunitasnya masing-masing.

    Kekuatan komunitas beriman merupakan modal sosial yang bisa digunakan untuk memantik perubahan.

    Perubahan yang diharapkan adalah mengenai cara hidup yang lebih memperhatikan keberlangsungan lingkungan.

    Tentu hal ini senada dengan semangat Eco-Spiritual yang baru-baru ini didengungkan PBNU.

    Mulai dari langkah sederhana seperti mengurangi konsumsi, mengurangi penggunaan plastik, dan menanam pohon bisa menjadi kontribusi besar bagi upaya pencegahan krisis iklim.

    Baca Juga : Ada Kursi Merah di Arena Musyawarah Kerja MWC NU Ajibarang

    PCNU sebagai lembaga keagamaan diharap mampu memantik kesadaran kolektif tentang perbaikan lingkungan.

    Mengingat PCNU Banyumas merupakan organisasi Islam besar dengan ribuan anggota di setiap penjuru wilayah Banyumas.

    PCNU juga bisa memaksimalkan lembaga pertanian atau penanganan bencana dan krisis iklim untuk menghidupkan kesadaran kolektif.

    Kesadaran kolektif perlu disegerakan dalam rangka mencegah keburukan yang lebih parah akibat krisis iklim dan kerusakan lingkungan.

    Tulisan sebelumnyaNU Banyumas Gencar Sosialisasi Tata Kelola Administrasi. Imam Hidayat : Itu Amanat Organisasi
    Tulisan berikutnyaSatgas GKMNU Ranting Kutasari: Warga Nahdliyin Wajib Tahu 9 Fondasi Keluarga Maslahah Ini

    TULIS KOMENTAR

    Tuliskan komentar anda disini
    Tuliskan nama anda disini