Menjadi Manusia Nahdlatul Ulama

Manusia Nahdlatul Ulama

MEMASUKI usia se-Abad (100 tahun) Nahdlatul Ulama yang akan tiba pada tahun 2026 kalender Gregorian/Masehi, pergerakan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) terlihat sangat matang. Terlebih lagi, hal itu terjadi di tengah era Globalisasi yang penuh dengan tantangan.

Tantangan zaman pada satu abad NU adalah dengan semakin kompleksnya tugas NU sebagai Organisasi Gerakan Perbaikan (harakah ishlahiyah) dan NU sebagai Organisasi Penguat Umat (taqwiyatul ummah).

Pada satu abad NU beberapa tahun mendatang, selain terlihat matangnya Jam’iyyah ini secara makro, Nahdlatul Ulama masih menyimpan beberapa probematika yang terlihat dalam skala mikro.

Nahdlatul Ulama masih dihadapkan dengan problematika terkait kelompok-kelompok berkepentingan di dalam struktur Nahdlatul Ulama baik di tingkat Pengurus Besar hingga Pengurus di tingkat terbawahnya.

Problematika optimalisasi khidmat para kadernya juga menjadi problematika yang masih terlihat. Para kader NU belum optimal dalam khidmat mereka di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan. Untuk hal ini, dibutuhkan reorientasi dan revitalisasi berlanjut melalui skema-skema pendidikan kader yang ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU.

Dalam hal program penguatan organisasi, Nahdlatul Ulama lebih dituntut untuk lebih membentuk warganya (Nahdliyin) agar lebih siap berkompetisi di era modern yang kompleks saat ini dan memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif sesuai segmennya.

Selain itu, problematika klasik yang selalu terjadi dari tahun ke tahun adalah persoalan pendanaan organisasi.

Kompetisi-kompetisi yang dihadapi para Nahdliyin, bukan hanya menuntut mereka berkompetisi dengan keunggulan-keunggulan di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sektor riil lainnya. Tapi masih perlu juga bersiap menghadapi kompetisi ideologi yang juga tidak kalah eksis dan membutuhkan persiapan ekstra untuk menghadapinya.

Pertarungan ideologi Ahlusunah wal Jama’ah yang dianut oleh Nahdlatul Ulama akan bertemu dengan ideologi trans-nasional seperti salafi, wahabi, hizbut tahrir dan syiah. Pertarungan ideologi tersebut sudah muncul dan bukan hanya elite NU yang akan menghadapinya, namun seluruh warga Nahdliyin harus siap berhadapan dengannya.

Ideologi trans-nasional bukan satu-satunya tantangan yang akan dihadapi oleh warga Nahdliyin di satu abad usianya. Ideologi kelompok non-Islam dengan wajah liberalisme, komunisme, hedonisme, sekularisme ditambah dengan fenomena Islamphobia saat ini, menjadi tantangan berat berikutnya bagi warga Nahdliyin dalam memasuki usia satu abadnya.

Menjadi manusia Nahdlatul Ulama di era globalisasi sekarang ini, bisa menjadi jalan berat namun bisa juga menjadi peluang bagus untuk membuktikan betapa “super power” nya Jam’iyyah ini yang merupakan Jam’iyyahnya para Ulama dengan dukungan anggota yang begitu banyak.

Jika melihat pemahaman Jam’iyyah NU ini melalui artikel “Memahami Nahdlatul Ulama Sebagai Organisasi yang Tidak Biasa” pada nubanyumas.com 8 Juni 2021, maka seharusnya warga Nahdliyin telah memiliki pola penguatan yang baik untuk menghadapi segala tantangan dan dapat Menjadi Manusia Nahdlatul Ulama yang handal menghadapi zaman apapun.

Kekuatan ekonomi individu maupun kelompok, kekuatan pendidikan secara kelembagaan hingga kemandirian gerak warga Nahdliyin dalam lembaga-lembaga profesi serta Badan-Badan Otonom seharusnya menjadi kekuatan besar dalam memaksimalkan Khidmat pada Nahdlatul Ulama serta memampukan Nahdlatul Ulama secara umum untuk maksimal ber-Khidmat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Reorientasi warga Nahdliyin menjadi Jama’ah NU yang militan sudah saatnya mulai digalakkan lebih maksimal lagi. Melalui mekanisme pengkaderan di berbagai segmen. Madrasah Kader Nahdlatul Ulama maupun Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama serta Pendidikan Penguatan Wawasan ke-Ulama an adalah sarana efektif yang dapat dilakukan guna reorientasi warga Nahdliyin agar terbentuk militansi khidmat yang lebih serius dan maksimal.

Selain tentunya model-model pengkaderan berbasis segmentasi seperti yang dilakukan Gerakan Pemuda Ansor, Fatayat NU, Muslimat NU dan badan otonom lainnya di tingkat masing-masing.

Tidaklah menjadi sebuah masalah yang besar dan serius untuk Menjadi Manusia Nahdlatul Ulama yang militan dan maksimal dalam khidmatnya kepada NU, jika tiap-tiap Nahdliyin memiliki kesamaan orientasi khidmat dan kuat dalam memberdayakan dirinya masing-masing sesuai potensi yang dimilikinya.

Nahdlatul Ulama adalah asset penting Indonesia, yang telah dibuktikan serta terbukti dalam sejarah panjang negara ini. Kiprah Nahdlatul Ulama di negara ini sudah tidak diragukan lagi dan tidak terbantahkan dalam sejarah.

Maka Menjadi Manusia Nahdlatul Ulama yang tangguh merupakan hal wajib. Karena Menjadi Manusia Nahdlatul Ulama adalah Menjadi Manusia Indonesia.

Semangat ber-Khidmat dengan memaksimalkan potensi serta serius dalam mengisi Jam’iyyah Nahdlatul Ulama dengan hal-hal besar demi keberlangsungan jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang sedang menuju usia Satu Abad.

Khidmat Nahdlatul Ulama adalah Khidmat kepada Negara Indonesia.

Apt. Astri Yanuarti Maulita, S.Farm.
*) Anggota PWC ISNU Purwokerto Barat

Tulisan sebelumnyaSekretaris PCNU : Jadi Pengurus NU Harus Amanah
Tulisan berikutnyaKaderisasi Harus Berjalan Maksimal

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini