Memahami Nahdlatul Ulama (NU) Sebagai Organisasi Yang “Tidak Biasa” #2

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang tidak biasa

“Ilmu Agama tidak dapat diambil kecuali dari lisan Ulama”
(Al-Khafidz Abu Bakar Al-Khatib Al-Baghdadi)

*****

NU Sebagai Organisasi Di Tengah Masyarakat

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa Nahdlatul Ulama adalah Oranisasi-nya Ulama yang berlandaskan pada kesamaan dasar pemahaman agama serta kesamaan langkah ke-Ilahi an, maka NU memang bukan Organisasi Biasa-Biasa saja.

Prasangka baik (khusnudzon) pertama saya melihat NU sebagai Organisasi Luar Biasa adalah karena Organisasi ini adalah milik para Ulama yang kemudian diikuti para jamaah/pengikutnya. Bahwa Organisasi ini, secara ke-Ilmu an Agama Islam nya berada pada level “superior” karena berisi Ulama-Ulama.

Dalam perjalanannya, NU sebagai organisasi yang berada di tengah kehidupan sosial yang plural dalam rumah besar Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya harus dapat menempatkan diri dan berperan aktif. Baik secara organisasi dan juga sebagai warga Negara.

Beban berat bagi Anggota NU (jamaah) dalam mengemban panji kehormatan organisasi dapat jelas terlihat. Karena NU adalah organisasi kumpulan para Ulama yang merupakan “Warotsatul Anbiya” (pewaris Nabi). Layaknya pewaris Nabi, maka segala bentuk gerak dan langkah para Anggota NU sepatutnya menggambarkan Akhlak al-Karimah yang dicontohkan Nabi. Inilah ke-“Luar Biasa” an NU selanjutnya, yang harus berjalan dengan menjaga amanah besar ke-Nabia an dan keluhuran nilai Agama Islam.

Padahal, organisasi ini adalah organisasi yang berisi manusia bermasyarakat secara majemuk, namun harus mengusung “beban” moral sebagai organisasi para Ulama yang notabene merupakan pewaris akhlak Nabi. Dapat kita lihat “Luar Biasa” nya NU sebagai organisasi di tengah Dunia yang penuh dengan ke”tidak indah” an penghuninya.

Sebagai Organisasi Dakwah Keagamaan (Jam’iyyah Dakwah Diniyyah), NU dituntut dapat menyebarkan faham ke-Agama an yang baik sebagaimana yang dianut oleh golongan Ahlussunah wal Jamaah.

NU harus dapat mendakwahkan Agama Islam secara baik sesuai ajaran pembawa risalahnya Rasulullah Muhammad SAW. Mendakwahkan kepada masyarakat umum di Nusantara bahkan Dunia, dan menguatkan dakwah tersebut ke dalam lingkungan jamaah yang ada dalam Jam’iyyah NU itu sendiri.

Sekali lagi, inilah ke-“Luar Biasa’ an NU selanjutnya yang harus bisa menjalankan organisasi ini untuk kebutuhan masyarakat menghadapi dunia dan menghadapi akhirat dan harus berjalan bersamaan dalam sekali langkah.

Baca Juga : Yaa Santri, Yaa Petani

NU harus dapat menjadikan perbedaan menjadi sebuah kebaikan bagi anggotanya dan bagi masyarakat umum dalam kehidupan sosial yang majemuk.

Sebagai Organisasi Sosial Kemasyarakatan (Jam’iyyah Ijtima’iyyah), NU dituntut untuk dapat berperan sebagai bagian dari masyarakat majemuk yang meskipun dominan namun tidak semena-mena bahkan harus dapat menjadi penyejuk dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh tantangan.

Karena itu, dalam menjalankan fungsi organisasi di tengah kehidupan sosial masyarakat yang majemuk tersebut, dan tetap menjaga nilai-nilai ke-“sakral” an para Ulama nya NU menjalankan beberapa prinsip hubungan yang menjadi ciri khas orang-orang yang ada dalam organisasi ini.

Ciri-ciri dari sikap kemasyarakatan NU tersebut yakni Sikap Tawasuth dan I’tidal, Sikap Tasamuh, Sikap Tawazun serta pastinya Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

Sikap Tawasuth dan I’tidal merupakan sikap moderat yang senantiasa berada di tengah-tengah. Berlaku adil dan lurus dalam bergaul di tengah-tengah masyarakat serta pastinya menghindari sikap “ekstrim” yang cenderung menonjolkan egoisme kelompok dan sikap menang sendiri. Sikap ini senantiasa dihidupkan NU dalam setiap gerak langkah organisasi di tengah masyarakat Nusantara yang beraneka ragam latar belakang suku, budaya dan karakteristik kedaerahan dalam bingkai NKRI.

Sikap Tasamuh, merupakan sikap menonjolkan toleransi terhadap perbedaan yang pastinya akan sering sekali muncul di tengah keberagaman masyarakat di Nusantara. Hal ini telah disadari sejak awal oleh para Ulama pendiri NU dan tetap menjadi fokus dalam bersikap di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski terkadang Sikap Toleran yang dijalankan NU disalah artikan oleh sebagian kelompok masyarakat.

Sikap Tawazun, adalah sikap seimbang. Menseimbangkan antara khidmah kepada Allah SWT, khidmah pada sesama manusia di Nusantara ini dan khidmah kepada lingkungan tempat kita berada. Sikap penghormatan ini menjadi selaras dijalankan NU dalam upaya menjaga stabilitas antara keharusan beribadah kepada Allah SWT namun tidak mengurangi kehormatan umat lainnya di Nusantara serta keselarasan langkah dengan kehidupan lingkungan hidup yang merupakan amanah Allah SWT untuk dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup generasi yang akan datang.

Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang menjadi prinsip berprilaku jamaah NU di sini adalah mendorong masyarakat umum khususnya jamaah NU sendiri untuk selalu mengajak pada kebaikan dan menolak segala hal yang dapat menjerumuskan serta merendahkan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekali lagi, inilah ke-“Luar Biasa” an NU selanjutnya. Sebagai organisasi para Ulama yang dalam menjalankan dinamika organisasi tidak lepas dari pengawasan serta kepemimpinan para Ulama, NU dihadapkan pada kepiawaian menjalankan organisasi ini dengan multi fungsi, multi dimensi serta multi talenta. NU adalah organisasi para Ulama di Dunia namun berjalan untuk kebaikan hidup Dunia dan Akhirat. Kiranya, itulah gambaran “Tidak Biasa” nya NU sebagai sebuah organisasi.

*) Pengurus PC LTM PCNU Kabupaten Banyumas 2018 – 2024

Tulisan sebelumnyaRMI Harapkan Vaksinasi Pesantren Dipercepat
Tulisan berikutnyaCeramah Agama Tidak Pernah Bicara Tentang Lingkungan

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini