DENGAN secercah ilmu dan terlahir memiliki darah NU menjadi kebanggan bagi saya. Meski saya mengenal Hadlratusy Syekh KH Hasyim Asy’ari lewat fotonya, namun saya saya bisa ambil iktibar bagaimana keilmuannya.
Kenapa kita harus bangga dengan NU? Karena kita sebagai orang NU, punya kebenaran. Apa kebenaran itu? Pertama adalah kebenaran dalam beragama, cara beragama, ber-Islam. Sedangkan yang kedua, kita punya kebenaran dalam bernegara. Sebab, selama ini banyak negara hancur karena tidak punya kebenaran dan spirit bernegara.
Untuk itulah, warga Nahdlatul Ulama (NU) tidak boleh inferior, kecil hati, terlebih tidak bangga menjadi bagian dari warga NU. NU merupakan organisasi Islam yang besar di Indonesia dan terbesar di dunia. Hebatnya lagi, NU mampu menyatukan spirit religiositas dan nasionalisme, tanpa membenturkan keduanya.
Kebanggaan terhadap NU, jam’iyah, kebanggaan terhadap kiai, dan ulama NU adalah bentuk menjadi umat yang cinta agama dan negara. Kuatnya NU tak cukup hanya lewat amaliyah, tradisi, tahlilan. Namun harus menyeluruh dari aspek akidah (keyakinan), fikrah (pemikiran), amaliyah (tradisi), dan harakah (gerakan).
NU akan kuat jika memegang teguh kebenaran dalam beragama dan bernegara yang di dalamnya terdiri atas berbagai aspek. Kita harus punya dua hal ini sesuai imam akbar, Imam Syafii dan tiga lainnya, yang diikuti kiai-kiai NU. Kehebatan Imam Syafii mampu menggabungkan syariat dan akal. Maka muncullah ushul fiqh sebagai produk penggabungan syariat dan akal.
Baca Juga : Universitas Nahdlatul Ulama Antara Pengembangan Sumberdaya Manusia dan dakwah Aswaja An Nahdliyah
Praktisnya, kamu tidak bisa shalat kalau pegangan Al-Qur’an dan Hadist saja. Apa syaratnya, rukunnya, cara rukuknya, itu tidak ada detail di Al-Qur’an maka di situlah pentingnya ushul fikih yang disusun dalam metodologi beribadah.
Cinta Tanah Air
Dalam konsep bernegara, kita menganut Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari yang mampu menggabungkan syariat dan nasionalisme, spirit kebangsaan dengan jargon hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman). Ini bukan hadits, tapi konsep ijtihad yang dicetuskan NU untuk menggabungkan syariat dan spirit bernegara.
Kalau bernegara hanya menggunakan syariat saja, negara akan hancur seperti di Timur Tengah. Afganistan remuk, masjid dibom, itu perang Islam lawan Islam. Suriah, Irak, di Mesir belum ada seratus tahun, ada ratusan orang terbunuh saat shalat di masjid.
Di Indonesia, katanya, karena mampu menggabungkan spirit beragama dengan syariat dan bernegara dengan konsep hubbul wathan minal iman, maka tidak akan ada masjid dibom. Paling-paling kejahatan di masjid ya nyolong sendal dan kotak amal.
Itulah bukti nyata, NU tidak pernah khianat pada Islam dan NKRI karena mampu menjaga syariat dan spirit bernegara yang bisa sejalan tanpa harus dipisahkan. Apalagi, konsep itu muncul sebagai bagian dari perlawanan NU terhadap penjajah usai Indonesia merdeka. Salam NKRI harga mati.(4)
* Pengurus PAC Muslimat NU Purwokerto Selatan