TANGGAl 11 Juli 2003, tepat hari ini 18 tahun yang lalu. Florres Room Hotel Borobudur Jakarta dipenuhi oleh sekitar 1500-an orang dari berbagai macam golongan. Ada kiai, politisi, menteri, aktivis organisasi, walikota hingga duta besar negara tetangga dan ibu-ibu rumah tangga ikut ada di sana.
Hari itu merupakan hari yang bersejarah bagi seluruh warga NU, karena NU yang dikenal sebagai organisasi tradisional dan beranggotakan kiai-kiai Desa kini mulai mengembangkan sayapnya pada dunia teknologi informasi dengan meluncurkan website bernama NU Online.
Budiono Darsono, Pimpinan Redaksi Detik.com yang ikut hadir saat itu seperti ditulis NU Online mengatakan bahwa dari berbagai acara launching website milik organisasi, perusahaan maupun milik para pejabat, simpati yang diberikan oleh para pengunjung tidak sebesar peluncuran website ini.
“Ini merupakan acara launching website terbesar di Indonesia,” katanya.
Hal ini menurut Budiono tampaknya wajar-wajar saja karena website baru ini milik organisasi Islam terbesar di dunia dan dikelola oleh anak-anak muda NU yang memahami teknologi informasi, sehingga diharapkan website ini dapat berfungsi sebagai jaringan komunikasi antara anggotanya maupun dengan komunitas diluar NU.
Acara launcing ditandai dengan memencet tombol laptop oleh Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi sebagai tanda bahwa website NU Online secara resmi sudah dibuka. Kiai pengasuh pesantren Al-Hikam Malang ini berharap agar NU Online benar-benar dimanfaatkan untuk membangun jaringan komunikasi terpadu di NU.
“Namun demikian ini masih perlu dilakukan pelatihan di daerah-daerah mulai dari wilayah sampai cabang, jangan sampai mereka gagap dengan teknologi baru ini,” ungkapnya.
Hanya Bertahan 6 Bulan
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Abdul Mun’im DZ menjadi salah satu orang yang menggawangi perintisan awal NU Online sejak tahun 2002 yang kemudian secara resmi diluncurkan pada tahun 2003.
Saat peringatan harlah NU Online yang ke-10 dia menceritakan bahwa saat awal peluncuran NU Online pernah ada seorang pengamat IT yang meramalkan NU Online hanya akan bertahan enam bulan, karena saat masa awal pendirian NU Online hanya dilengkapi dengan peralatan yang terbatas dan SDM seadanya.
“Tapi, ramalan itu tak benar karena bisa bertahan setahun, dua tahun. Bahkan ditahun ketiga, mendapat penghargaan situs terbaik kategori Ormas,” katanya saat menyampaikan pidato kebudayaan di salah satu rangkaian harlah NU Online ke-10 tahun 2013.
“Alhamdulillah, ini karomah NU,” lanjutnya.
Benar saja pada saat usia menginjak tahun ke-3, NU Online mendapatkan penghargaan Komputeraktif Award sebagai situs Indonesia terbaik 2004-2005 kategori sosial kemasyarakatan.
“NU Online sempat mendapatkan penghargaan Komputeraktif Award sebagai Situs Indonesia Terbaik 2004-2005 kategori Sosial Kemasyarakatan. Hingga tahun ini kita tetap bisa mempertahankan posisi itu bahkan masih berada pada rating tertinggi dari seluruh website ormas Islam di dunia,” kata Ardyan Novanto Arnowo Ketua Panitia harlah NU Online ke-5 tahun 2008.
Sejarah Panjang Media NU
Salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah merupakan seorang kiai yang menyadari betul akan pentingnya pers, sampai-sampai dalam sebuah tulisannya, ia pernah mengatakan, sebuah perkumpulan yang tak memiliki media, sama dengan perkumpulan buta tuli.
Pada sisi media, NU Memiliki sejarah yang cukup panjang. Kata Hamzah Sahal dalam salah satu tulisanya mengungkapkan bahwa Media NU, hampir setua NU itu sendiri.
Baca Juga : NU dan Pesan Pelestarian Lingkungan Hidup
Bulan Juni 1927, kurang lebih setahun setelah NU lahir di Surabaya tahun 1926, NU menerbitkan majalah bulanan berbahasa Jawa bernama Swara Nahdlatoel Oelama. Kemudian pada Januari 1928 muncul majalah Oetoesan Nahdlatoel Oelama, setelah itu di tahun 1931 terbit majalah Berita Nahdlatul Oelama yang masih terbit hingga tahun 1953.
“NU seyogyanya tidak hanya menerbitkan majalah Swara Nahdlatoel Oelama yang berhuruf Pegon dan berbahasa Jawa, namun menerbitkan majalah berbahasa Melayu dan berhuruf latin.” Itulah pengantar Oetoesan Nahdlatoel Oelema.
Di terbitan itu juga tertera iklan bersama majalah Swara NO dan Oetoesan NO, catat Hamzah Sahal dalam artikelnya berjudul Mengapa NU Online mengalahkan Web-Web Islam Puritan?
Babak-babak penting dalam sejarah NU menurut Hamzah Sahal selalu diiringi dengan lahirnya sebuah media. Misalnya ketika GP Ansor lahir, tak lama juga menerbitkan majalah: Soeara Ansor. Majalah bernama Soeloeh NU juga terbit mendampingi berdirinya Lembaga Pendidikan Ma’arif.
“Begitu juga ketika ada konsolidasi sosial warga NU lewat Lailatul Ijtima’, terbit pula Buletin Lailatul Ijtima’ Nahdlatoel Ulama (Buletin LINO). Ketika didirikan MIAI dan diterbitkan majalah bernama Soeara Muslimin Indonesia, aktivis dari NU-lah yang menjaga majalah tersebut,” Tulis Hamzah.
Kemudian di tahun 50-an, ketika NU keluar dari Masyumi, lalu mendirikan Partai NU, didirikan pula koran yang berskala nasional: Duta Masyarakat namanya. Koran tersebut berhasil, bukan hanya melahirkan dan mengkader penulis-penulis handal di lingkungan NU, tapi juga menjadi bacaan masyarakat luas, bukan hanya NU.
Momentum lahirnya IPNU juga tercatat dan digerakkan oleh majalah bernama Chazanah, begitu juga Sarbumusi yang memiliki Buletin Berkala Sarbumusi. Dan Misi Islam, tahun 1970an, menerbitkan majalah dengan tulisan-tulisan memikat pada jamannya: Risalah Islamiyah.
“Saat menghadapi Muktamar NU 1984 di Situbondo, aktivis muda NU mempersiapkan buletin stensilan yang disebarkan ke pengurus cabang, pesantren, dan kiai: Buletin Khittah. Pasca muktamar, suasana NU menjadi segar dengan konsep Khittah yang bersejarah itu. Suasana itu tercermin pada tabloid “hasil” muktamar bersejarah: Warta NU. Terbitan perdana menampilkan berita utama yang gagah, NU dengan Gerak Baru,”. Lanjut Hamzah dalam tulisanya.
Jurnal Tashwirul Afar terbit pertama kali saat Muktamar Cipasung yang “genting” itu. Meski baru terbit lagi tahun 1997, jurnal tersebut sampai sekarang masih terbit dan menjadi satu-satunya jurnal yang terbit dari ormas serta beredar luas di masyarakat. Majalah Santri telah berhasil mengikuti dinamika RMI, demikian juga jurnal Pesantren.
Hari ini, 11 Juni 2021 NU Online genap berusia 18 tahun. Suatu usia yang masih tergolong muda bagi sebuah media. Tapi 18 tahun juga bukanlah waktu yang sebentar. Selama itu pula segenap pemikiran dan kreativitas telah dicurahkan. Panjang Umur NU Online…
Kifayatul Ahyar
Redaktur NU Online Banyumas