NU dan Pesan Pelestarian Lingkungan Hidup

NU dan pelestarian lingkungan hidup

“Dialah yang menciptakanmu dari Bumi (tanah) dan menjadikanmu sebagai pemakmurnya, maka mohonlah ampun dan bertaubatlah kepada-Nya” (QS. Hud : 61)

Dalam gambar lambang/logo Nahdlatul Ulama (NU) yang paling menonjol adalah gambar Bola Dunia (globe) besar yang menjadi gambar utama. Dikelilingi Bintang berjumlah sembilan dan dilingkari “dadung” (tambang/tali) serta tulisan Nahdlatul Ulama dengan huruf Arab sebagai penegas bahwa Jam’iyyah (organisasi) ini bernama Nahdlatul Ulama.
Gambar Bola Dunia utuh yang tidak hanya menunjukkan letak Indonesia, namun utuh menggambarkan seluruh dunia adalah perlambang bahwa NU merupakan bagian dari Warga Dunia.

Sebagai Warga Dunia, maka NU juga memikul tanggungjawab untuk kebaikan dunia ini. Maka tidaklah mengada-ada jika jangkauan tanggung jawab serta aktivitas NU mencakup seluruh alam. Karena NU memang benar-benar “ma’al ‘alamin” atau NU Bersama Alam Semesta.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dalam Al-Qur’an telah diterangkan bahwa Manusia diciptakan di Bumi ini agar menjadi “khalifah”, yang bertugas menggunakan segala yang diciptakan Allah SWT serta menjaga kelestariannya. Segala kebutuhan manusia di Bumi ini telah disediakan oleh Allah SWT untuk dimanfaatkan. Namun, jika hanya memanfaatkan saja berarti kita hanya melihat aspek “manusia” nya saja.

Sedangkan pemenuhan kebutuhan manusia tidak akan pernah bisa tercukupi jika tidak dibarengi dengan aspek keberlangsungan lingkungan hidup.
Jika ingin terus dapat mengambil manfaat dari Bumi ini, maka manusia harus dapat menjaga keberlangsungan Lingkungan Hidup agar tetap dapat bermanfaat. Jika rusak, maka tidak dapat dimanfaatkan.

Kerusakan Lingkungan Hidup

Bumi kita saat ini menghadapi banyak masalah Lingkungan Hidup. Masalah lingkungan seperti Pemanasan Global, Hujan Asam , Polusi, Pembuangan Limbah, Penipisan Lapisan Ozon, Perubahan Iklim dan banyak lagi sangat mempengaruhi kehidupan manusia, hewan, dan kehidupan lainnya.

Kerusakan Lingkungan Hidup yang terjadi di Bumi ini, merupakan tanggungjawab manusia sebagai penghuni Bumi ini. Manusia yang menggantungkan segala kebutuhan hidupnya dari apa yang ada di Bumi ini.

Jika kembali melihat pada Al-Qur’an, maka benarlah bahwa kerusakan di Bumi ini merupakan ulah manusia itu sendiri dan layaklah manusia itu sendiri yang harus bertanggungjawab dan mengupayakan kembalinya Lingkungan Hidup yang memberi manfaat.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia, agar Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali”
(QS. Ar-Rum : 41)

Al-Fasad (kerusakan) yang muncul di Bumi ini akibat ulah manusia, dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Kekeringan, kematian, kebakaran, banjir bandang, wabah penyakit merupakan contoh-contoh kerusakan akibat ulah manusia di Bumi ini yang tidak memikirkan aspek keberlangsungan Lingkungan Hidupnya.

Selama beberapa dekade terakhir, eksploitasi di Bumi telah menimbulkan degradasi Lingkungan Hidup. Kita telah sering melihat bencana alam terjadi di sekitar kita. Banjir Bandang, Gempa Bumi, Badai Salju, Tsunami, dan lain sebagainya.

Perubahan iklim adalah salah satu masalah Lingkungan Hidup yang muncul dalam beberapa waktu terakhir ini. Perubahan Lingkungan Hidup memiliki dampak destruktif. Tidak hanya menjadi penyebab mencairnya es di kutub, namun juga mengakibatkan perubahan musim, penyakit baru, dan perubahan situasi iklim secara umum.

Dampak destruktif tersebut, mungkin bagi sebagian orang terlihat sebagai aspek manusia saja. Namun bagi NU, hal tersebut juga merupakan persoalan teologi, karena Islam melalui Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW telah memberikan banyak catatan tuntunan dalam menjaga Lingkungan Hidup. Ini berarti kegagalan teologi bagi Umat Islam yang berarti menjadi tanggungjawab NU dalam mengingatkan kembali serta menjadi motor penggerak dalam penyelamatan Lingkungan Hidup yang telah mengarah pada kerusakan yang lebih besar di masa datang.

Penyelamatan Lingkungan Hidup

Kualitas Lingkungan Hidup sangatlah berpengaruh terhadap kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya. Lingkungan Hidup merupakan karunia Allah SWT kepada manusia, sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur’an di atas. Bumi ini telah diciptakan lengkap bersama penunjang kehidupannya. Semua yang ada dalam Bumi ini haruslah seimbang, agar kehidupan yang layak dapat terwujud. Kualitas hidup manusia dipengaruhi oleh kualitas Lingkungan Hidup. Maka, tanggungjawab menjaga kelestarian Lingkungan Hidup merupakan amanah yang tidak bisa ditinggalkan.

Konsekuensi hukum (Islam) kepada manusia sebagai “khalifah” di Bumi ini didasarkan pada konsep “pemanfaatan/pendayagunaan” potensi alam yang telah diciptakan Allah SWT yang memang diperuntukkan bagi manusia. Selain konsep pendayagunaan alam, manusia dituntut untuk belajar bagaimana caranya agar alam ini dapat terus dimanfaatkan untuk keberlangsungan generasi selanjutnya.

Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah/Organisasi berlandaskan Islam, yang sudah tentu berpegang pada Al-Qur’an dan Hadits nabi SAW. Jika urusan Lingkungan Hidup ini tidak menjadi persoalan yang harus dipikirkan oleh NU, maka NU tidak berhasil menjalankan fungsi Dakwah Diniyyah nya di tengah-tengah masyarakat. Karena permasalahan rusaknya Lingkungan Hidup bukan saja masalah muamalah, namun menjadi masalah teologi karena telah diamanahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.

Nahdlatul Ulama memandang penting untuk aktif mengatasi persoalan Lingkungan Hidup. Hal ini dibuktikan NU dalam kebijakan-kebijakan teknis yang dengan serius dibicarakan dalam agenda-agenda pertemuan. Pada Muktamar NU ke-29 yang diadakan pada tanggal 1-5 Desember tahun 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Nahdlatul Ulama dengan sangat serius turut membahas persoalan Lingkungan Hidup.

Dalam hal Al-Masail Al-Mudhu’iyyah, Nahdlatul Ulama telah menentukan beberapa prinsip dan langkah-langkah penanganan permasalahan Lingkungan Hidup. Prinsip dan Langkah-Langkah tersebut adalah :

1. Masalah Lingkungan Hidup harus dipandang bukan lagi hanya merupakan masalah politis atau ekonomis saja, melainkan juga menjadi masalah teologis (diniyah), mengingat dampak kerusakan lingkungan hidup juga memberi ancaman terhadap kepentingan ritual agama dan kehidupan umat manusia. Karena itu, usaha pelestarian lingkungan hidup harus dipandang dan disikapi sebagai salah satu tuntutan agama yang wajib dipenuhi oleh umat manusia, baik secara individual maupun secara kolektif. Sebaliknya, setiap tindakan yang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup harus dikategorikan sebagai perbuatan maksiat (munkar) yang diancam dengan hukuman.
Hukum Islam telah menyatakan bahwa hukum mencemarkan lingkungan baik udara, air dan tanah serta keseimbangan ekosistem jika membahayakan adalah haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat) dan kalau terdapat kerusakan maka wajib diganti oleh pencemar.

2. Pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan bidang industri, perlu dijamin kelangsungannya. Namun demikian, pembangunan bidang industri harus dapat menghindari pengaruh sampingan yang dapat merugikan umat manusia secara luas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, atau paling tidak dapat menekan pengaruh negatif seminim mungkin. Jika muncul kebutuhan untuk kepentingan pembangunan yang menuntut dilakukannya eksploitasi alam, maka harus ada jaminan bahwa hal itu benar-benar mengandung manfaat dan maslahah bagi kepentingan umat manusia dan tidak mendatangkan mafsadah di kemudian hari.

3. Sebagai bangsa yang ingin mengejar ketertinggalan dan merebut kemajuan, pembangunan iptek merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi. Tetapi pembangunan iptek yang kita kehendaki adalah iptek yang bukan bebas nilai (value free) yang seolah-olah berada sendirian di ruang hampa. Industrialisasi dapat dipandang sebagai perwujudan dari konsesi taskhir (penguasaan) kekayaan alam seperti yang dijanjikan Allah SWT dalam kitab suci, tetapi industrialisasi yang kita inginkan adalah yang bertanggungjawab kepada Allah SWT yang memberi kekayaan alam dan kepada kesejahteraan serta martabat umat manusia. Isyarat dari industrialisasi seperti itu adalah dinamis tetapi efisien, produktif tapi tidak ceroboh, kreatif tanpa keserakahan dan rasional tanpa kehilangan hati nurani.

4. Kegiatan dakwah Islamiyah seharusnya juga diarahkan untuk mengembangkan kepedulian masyarakat terhadap masalah Lingkungan Hidup. Perlu dilakukan penyadaran secara terus menerus bahwa tanggungjawab penyelamatan Lingkungan Hidup merupakan bagian integral dari konsep kekhalifahan manusia di muka bumi secara utuh. Dalam konteks ini para ulama dan tokoh masyarakat seyogyanya menempatkan diri sebagai teladan dan panutan dalam pembangunan Lingkungan Hidup. Materi dakwah yang mengetengahkan pesan-pesan agama, seperti pengertian dosa, maksiat, haram dan sejenisnya, juga harus ditujukan kepada para perusak lingkungan. Demikian juga pengertian tentang pahala, amal jariyah, wajib dan sejenisnya, harus disampaikan bagi orang yang berikhtiar dan melakukan kegiatan pelestarian Lingkungan Hidup.

5. Pola hidup yang boros (dalam arti yang luas) dan rakus sehingga orang harus mengurus kekayaan alam secara berlebih-lebihan dan tidak bertanggungjawab dengan dalih untuk pembangunan atau kepentingan ekonomi merupakan kenyataan hidup yang harus ditolak, baik karena aalasan agama maupun pertimbangan sosial. Sebaliknya perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mengembangkan pola hidup yang hemat dan sederhana serta berorientasi pada masa depan dan menjamin keselamatan hidup umat manusia dan alam.

6. Perlu dilakukan upaya sinkronisasi kegiatan pembangunan dengan upaya pengembangan Lingkungan Hidup. Selain itu juga perlu ada pendekatan sosial budaya kepada masyarakat melalui pendidikan, penerangan dan bimbingan yang menjelaskan tentang Lingkungan Hidup, manfaat Lingkungan Hidup serta mafsadat-nya jika Lingkungan Hidup tidak dilestarikan.

7. Untuk membentuk kesadaran dan sikap hidup masyarakat yang bertanggungjawab terhadap Lingkungan Hidup diperlukan pendekatan secara secara yuridis dengan menciptakan peraturan perundang- undangan dan penegakan peraturan tersebut secara tegas dan konsisten.

Begitulah keseriusan Nahdlatul Ulama dalam memikirkan Lingkungan Hidup, sebagai bentuk tanggungjawab menjalan amanah. Tidak hanya melihat Lingkungan Hidup sebagai fasilitas hidup yang bebas dieksploitasi oleh manusia, namun juga sebagai amanah Allah SWT untuk harus tetap terjaga keseimbangan serta kelestariannya untuk menjamin kelangsungan hidup generasai yang akan datang.

Kelengkapan kerja dalam NU pun dipersiapkan sejak awal dengan serius. Terbukti dengan adanya Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP NU) dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU).
LPP NU yang notabene mengusung bidang pertanian secara luas sebagai ruang lingkup tugasnya, merupakan bentuk ikhtiar Nahdlatul Ulama dalam melestarikan Lingkungan Hidup. Karena dari pertanian inilah akan merambah kepada beberapa manfaat pemeliharaan alam serta sekaligus memberi kepastian hidup bagi umat manusia.

Hadhratussyaikh Hasyim Asy’Ari pun kerap menulis himbauan dan petunjuk-petunjuk kepada Warga NU tentang pentingnya pertanian. Salah satu kutipan beliau yang dimuat dalam Surat Kabar Soeara Mosslimin Indonesia tahun 1944 adalah :

“Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.”
(KH Hasjim Asj’ari, Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363/15 Januari 1944)

Nahdlatul Ulama memang benar-benar “Bersama Alam”, dalam upaya menjalankan amanah dan ikhtiar menciptakan kelayakan Lingkungan Hidup demi tercapainya kelayakan hidup umat manusia. Pertanian adalah ikhtiar yang dapat dilakukan, karena pertanian adalah kegiatan paling populer dan telah menyatu dengan keseharian Warga NU di Indonesia.

Dalam hal ikhtiar lainnya menyangkut Lingkungan Hidup, NU turut andil dalam penanggulangan bencana terkait perubahan iklim yang saat ini mulai kita rasakan efeknya, dan akan terus menyebar menjadi rumit pada masa yang akan datang jika tidak kita tangkal dari sekarang.

Kami sebagai Warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin), serta kaum muda generasi penerus kehidupan bumi ini, merasa terpanggil untuk kembali melihat potensi-potensi kerusakan Lingkungan Hidup di sekitar kami dan mulai berupaya menghidupkan kembali sektor-sektor penunjang keberlangsungan Lingkungan Hidup melalui sektor pertanian, perkebunan dan peternakan. Upaya ini merupakan bentuk tanggungjawab dalam menjalankan amanah Allah SWT dan khidmat kami kepada para pendiri Nahdlatul Ulama yang telah lama mengingatkan serta menitipkan permasalahan Lingkungan Hidup tersebut sebagai hal yang penting untuk selalu di-ikhtiarkan.

Bumi ini adalah amanah, yang harus tetap dijaga kelestariannya agar dapat selalu memberikan manfaat bagi umat manusia. Kami bertani sebagai upaya ekonomi, ekologi, politis dan teologis menjalankan amanah Diniyah (Agama) serta menjalankan tugas dan meneruskan program Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menjaga stabilitas Lingkungan Hidup dimana kita sekalian berada dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Kami teruskan kembali sebagai pengingat, seperti yang disampaikan Hadhratussyaikh Hasyim Asy’Ari bahwa :

“Dunia akan tertib jika enam hal terpenuhi ; Pertama, agama yang ditaati. Kedua, pemerintah yang berpengaruh. Ketiga, keadilan yang merata. Keempat, ketenteraman yang meluas. Kelima, kesuburan tanah yang kekal. Keenam, cita-cita yang luhur. Kesuburan tanah yang kekal harus disyukuri melalui pengelolaan lahan untuk pertanian.

* Muhammad Arie Albani, Petani, Nahdliyin dan Pegiat Koperasi Nusantara Banyumas. Tulisan ini merupakan rangkuman yang disampaikan Prof. Emil Salim dalam Webinar Series bersama CoFree Initiative yang bertema “Kemitraan Multi Pihak dalam Pengembangan dan Penerapan Prinsip Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan untuk Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca COVID-19” dan membaca Hasil Keputusan Muktamar NU ke-29 Tahun 1994 Bidang Al-Masail Al-Mudhu’iyyah dan mengambil beberapa Ayat Al-Qur’an serta Kutipan Rais Akbar NU Hadhratussyaikh Hasyim Asy’Ari.

Tulisan sebelumnyaADIKSI UIN Saizu Gandeng nubanyumas.com
Tulisan berikutnyaMengenang Hari-Hari Terakhir Mbah Maimun Zubair

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini