KYAI Achmad Arief Lahir di desa Purwokerto Lor pada tanggal 8 Agustus 1929 M . Pada tahun 1942 Kyai Achmad Arief belajar pencak silat kepada ayahnya sendiri, Kyai Hasan. Kemudian pada tahun 1943 beliau berguru kepada KH. A. Maksudi di desa Sokaraja Wetan, kecamatan Sokaraja-Banyumas.
Pada tahun 1944 beliau belajar kepada KH. ‘Usman di desa Kaliwedi, kecamatan Kebasen, kabupaten Banyumas. Kyai Achmad Arief bersama kawannya Din Surya Karna, belajar kepada Ajengan Gan Aging di desa Pasir Hayam, Cihanjur-Jawa Barat. Lalu beliau meneruskan belajar kepada Raden Basuki Cikalong, Bogor-Jawa Barat.
Lalu belajar kepada Cep Burhan di Bandung dan belajar aliran silat Siauw Liem kepada Kiem Siong. Dari Bandung, beliau melanjutkan belajar kepada Ajengan Angga Kusuma dan Ajengan Dita Praja di Cimande, Bogor-Jawa Barat. Kemudian beliau belajar kepada Kyai Abdul Latief Caringin, Serang-Banten dan terakhir belajar kepada Kyai Ajbar Mu’in di desa Rawayan-Banten.
Pada tahun 1951 Kyai Achmad Arief dinyatakan telah cukup menguasai pencak silat dan dapat mengembangkannya. Awalnya aliran pencak silat Asma’ hanya dikembangkan di kalangan keluarga Kyai Achmad Arief saja, tetapi kemudian pencak silat Asma’ mulai diminati oleh masyarakat di sekitar wilayah Purwokerto, khususnya wilayah Kauman Lama-Purwokerto Lor.
Seiring perjalanan waktu, Pencak Silat Asma’ semakin berkembang dan meluas hingga ke luar wilayah kabupaten Banyumas. Pada tahun 1962 secara resmi Kyai Achmad Arief mendirikan perguruan pencak silat dengan nama Pencak Silat Asma’ yang kemudian berubah nama menjadi Keluarga Besar Perguruan Pencak Silat (KBPPS) Asma’. Dan hari ini perguruan ini dikenal dengan nama KBPPS Asma’ Purwokerto.
KBPPS Asma’ juga aktif dalam kegiatan seni budaya mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Salah satu keikutsertaan KBPPS Asma’ dalam kegiatan seni budaya tingkat nasional adalah partisipasi anggota KBPPS Asma’ Purwokerto dalam pembuatan film yang berjudul Kelabang Hitam (1977) dan Kereta Api Terakhir (1981-1982).
Kyai Achmad Arief terkenal sebagai Kyai yang Humanis “ngewongke wong”. Murid-muridnya berasal dari banyak kalangan, mulai dari santri hingga para preman. Semua diperlakukan dengan baik, diajarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah sesuai tingkat pemahaman murid-muridnya. Kyai Achmad Arief selalu berpesan kepada murid-muridnya, bahwa untuk menjaga agar pencak silat tidak menjadi ilmu yang justru menyesatkan, maka mereka harus mengikuti pengajian-pengajian yang diajarkan oleh Kyai-kyai yang mempunyai sanad jelas dan bersambung hingga Rasulullah Saw.
Dengan mengikuti pengajian, mereka tidak hanya kuat badan tetapi juga kuat jiwa yang ditunjukkan dalam bentuk “budi pekerti” yang baik (al-akhlaq al-karimah). Kyai Achmad Arief mengajarkan bagaimana membangun hubungan baik dengan Allah SWT, yaitu melalui salat dan dzikir, serta tentang pentingnya budi pekerti dengan sesama dan berbakti kepada orang tua (biru al-wa lidain). Selanjutnya Beliau berpesan kepada para muridnya agar berusaha tidak benci dengan sesama (siapapun) dan selalu mensyukuri ni’mat Allah.
Secara tegas, Kyai Achmad Arief membuat aturan yang tidak boleh dilanggar para murid KBPPS Asma’. Pertama, tidak dibenarkan para siswa bertindak sewenang-wenang di muka umum atau melanggar sopan santun. Kedua, tidak dibenarkan bertindak takabur dan menyombongkan diri. Berdirinya KBPPS Asma’ bukanlah sekedar untuk melatih bela diri masyarakat, akan tetapi bertujuan untuk mengajak umat Islam untuk memperkuat iman dan taqwa kepada Allah Swt. dengan tetap menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.
*) Penulis adalah Guru di SMK Diponegoro 3 Kedungbanteng dan Ketua PAC Pagar Nusa Cilongok