Bulan Safar kerap kali diidentikkan dengan kesialan dan mitos-mitos yang tak berdasar. Namun dalam pandangan Islam, bulan ini justru menjadi momentum untuk memperkuat iman dan memperbanyak kesabaran. Di bulan inilah Nabi Muhammad SAW menapaki jejak hijrah, sebuah perjalanan suci yang sarat ujian, tantangan, sekaligus pelajaran tentang keteguhan dan tawakal.
Dalam khutbah Jumat ini, penulis mengajak kita untuk meneladani kesabaran Rasulullah SAW, dari menahan amarah, menerima takdir dengan ridha, hingga mampu bersyukur dalam kesulitan. Sebuah ajakan reflektif di tengah zaman yang penuh ujian dan kegelisahan.
Khutbah Jumat: Memperbanyak Sabar di Bulan Safar
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَن يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَن يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ , اَللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِه وِأَصْحَابِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلى يَوْمِ الدّيْن. أما بعدُ, فيا عِبادَ الله أُوْصِيْكُمْ ونَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فقد فاز المتقون , قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ : وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗٓ اِلَّا هُوَۚ وَاِنْ يُّرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَاۤدَّ لِفَضْلِهٖۗ يُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖۗ وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Hari ini kita memasuki bulan Safar, bulan penting dalam sejarah kenabian yang ditandai dengan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah di akhir bulan ini. Hijrah bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan spiritual penuh ujian dan kesabaran. Setelah berdakwah terbuka, Nabi dan pengikutnya menghadapi ancaman dari kaum Quraisy, sehingga hijrah menjadi jalan satu-satunya untuk mencari tempat aman agar Islam berkembang dengan baik.
Dalam proses hijrah, kesabaran menjadi kunci utama keberhasilan Rasulullah SAW dan para sahabat menghadapi berbagai risiko dan tantangan. Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa kesabaran bukan hanya menahan amarah atau keluhan, melainkan keteguhan hati dan kepercayaan penuh pada janji Allah SWT, terutama saat diuji dalam hidup.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Allah Ta’ala telah mengatur beragam tingkat kesabaran yang sebaiknya kita resapi dalam menjalani hidup, terutama pada masa-masa ketika kita menghadapi berbagai ujian. Di antara tingkatan kesabaran tersebut adalah:
Pertama, saat seseorang merasa marah kepada takdir Allah. Seringkali manusia, ketika diuji, mengeluh, bergumam, bahkan mencela ketentuan Allah. Padahal, marah kepada takdir berarti marah kepada Allah sendiri. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ
ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi (tidak dengan penuh keyakinan). Jika memperoleh kebaikan, dia pun tenang. Akan tetapi, jika ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang (kembali kufur). Dia merugi di dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata..” (QS. Al-Hajj: 11)
Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak hanya taat saat baik, tetapi juga kuat dan sabar menghadapi ujian. Sikap mudah goyah dan mengeluh justru merugikan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, perkuat hati dengan kesabaran dan iman, bukan kemarahan atau keluhan. Mengeluh, baik lisan maupun hati, bisa membawa dosa bahkan syirik, dan marah adalah sikap terendah dalam ujian.
Kedua, sabar.
Sabar adalah tingkatan minimal yang wajib dimiliki setiap Mukmin. Memang, sabar itu pahit rasanya, sebagaimana ungkapan seorang penyair:
ٱلصَّبْرُ مِثْلُ ٱسْمِهِ مَرَّ مَذَاقُهُ وَلَكِنْ عَـٰقِبَهُۥ أَحْلَىٰ مِنَ ٱلْعَسَلِ
Artinya: “Sabar itu pahit rasanya, tapi hasilnya lebih manis dari madu.”
Meskipun demikian, sabar bukan berarti menyukai musibah, melainkan menahan diri dari marah dan tetap teguh dalam iman. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menunjukkan betapa besar kesabaran mereka saat hijrah—menempuh perjalanan panjang penuh bahaya demi mempertahankan dan menyebarkan agama Allah.
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah,
Ketiga, ridha, merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari sabar.
Ridha adalah menerima setiap ketetapan Allah, baik nikmat maupun musibah, dengan hati yang lapang dan iman yang kuat kepada qadha dan qadar. Orang yang ridha tidak membedakan antara ujian atau kemudahan karena keduanya merupakan ketentuan Allah. Inilah kedamaian hati yang sejati, yang membedakan sabar biasa dengan kesabaran hakiki.
Keempat, syukur adalah tingkatan tertinggi dalam menghadapi ujian. Syukur berarti mampu bersyukur bahkan di tengah musibah, karena orang beriman melihat ujian sebagai penghapus dosa dan jalan meraih pahala.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada kelelahan, sakit, kesedihan, kegundahan, atau tusukan duri yang menimpa seorang Muslim kecuali akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Stop Jariyah Kebencian!
Mari kita gunakan bulan Safar ini sebagai waktu untuk memperdalam kesabaran kita — mulai dari menahan amarah, meraih ridha, hingga mampu bersyukur atas setiap ketetapan Allah. Dengan begitu, tidak hanya keberkahan yang kita raih, tetapi juga pertolongan-Nya senantiasa menyertai setiap langkah kehidupan kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام اَللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِه وِأَصْحَابِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلى يَوْمِ الدّيْنِ , أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ , اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر
(Penyuluh Agama Islam Kecamatan Ajibarang)