Khutbah Jumat dan Amerika Serikat

ilustrasi kebakaran. (Dok Pexel pixabay)
ilustrasi kebakaran. (Dok Pexel pixabay)

Di masa pemerintahan khalifah Umar bin Khotob RA, separuh Kota Madinah terbakar. Kerugian material harus dialami oleh warga kota yang sebagian besar adalah muslim. Maka tergopoh-gopoh mereka menghadap sang Amirul Mukminin kala itu.

“Wahai Amirul Mukminin, bagaimana Allah Tuhan Kita menimpakan musibah ini kepada kita. Kebakaran yang begitu dahsyatnya hingga melumat separuh kota dalam waktu sekejap,” kata seorang warga memulai pembicaraan.

Sebelum Umar berbicara menanggapi, seorang warga lainnya menimpali.

“Kenapa hal ini terjadi, bukankah kita sudah bertakwa, menyembah Tuhan dan bersedekah cukup banyak untuk sesama?” jelasnya.

“Camkan! Benarkah kalian semua semata-mata untuk mengharapkan Ridlo Alloh SWT?” ujar Umar bin Khotob.

Mendengar itu, sebagian menundukkan kepala, sementara yang lainnya saling pandang.

Begitulah seorang khotib di sebuah masjid tepi jalan nasional Purwokerto Jakarta, Jumat dua pekan lalu menukil riwayat yang diceritakan kepada khalayak.

Cerita kebakaran di jaman Umar bin Khotob itu, lalu ditautkan dengan peristiwa kebakaran di musim panas di Los Angeles, Amerika Serikat.

Bagaimana kegagahan AS sebagai negara adikuasa itu tak bisa mengelakan musibah kebakaran.

“Negara yang dikenal begitu hebat teknologinya, ternyata tidak ada apa-apanya menghadapi api dan angin selama beberapa hari saja menyala dan bertiup,” kata khotib kemudian menunjukkan relevansi.

Ya, dari sebuah masjid yang berada di pedukuhan bernama Kebon Tebu tersebut, khutbah yang menceritakan masa lalu dan relevansinya di masa sekarang itu dilantunkan.

Dari sisi penampilan khotib tentulah orang akan menilai biasa saja. Tetapi ternyata riwayat yang dinukilkan tak sembarangan. Bahkan ia mengumandangkan khutbah dengan tegas lugas dan sesekali menggunakan istilah yang tak asing di dunia akademik.

Menjadi pembelajaran kita ketika kita mengikuti ibadah Jumat di berbagai masjid yang berbeda.

Dengarlah dengan seksama isi khutbah Jumat yang dilantunkan.

Jangan sampai telinga ditulikan, hanya karena kita telah mengambil kesimpulan kapasitas seseorang karena kesan awal dari kerja indera mata.

Tidak selamanya bungkus biasa, berisi hal yang murahan. !

Tulisan sebelumnyaMahasiswa TBI UIN Saizu Mengajar Anak-Anak Labuan Haji Malaysia
Tulisan berikutnyaSampeyan Juga Pendiri Pondok Pesantren ini

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini