Bakyah Kiai Rozi

Bakyah Kyai Rozi sang kyai kampung

KIAI Rozi seorang kiai kampung memilih diam, sebuah sikap yang maha agung dalam meneguhkan akhlakul karimah sebagai puncak sikapnya terhadap dinamika yang mengalir deras dalam perkumpulan itu.

Biarlah waktu yang akan menguji kebenaran, dari pada ikut terseret arus ketidakpastian dan fitnah yang hanya akan merusak semua pihak yang sama-sama ingin mengabdikan dirinya buat kemaslahan umat.

Kiai Rozi tersenyum lirih sembari bergegas ke Tajug untuk segera menunaikan sembahyang Maghrib dan telah ditunggu jamaahnya. Menggenakan sandal bakyah melangkah dengan pasti dari arah timur rumah tempat tinggalnya menuju Tajug tua yang telah berusia ratusan tahun warisan leluhurnya.

Baju lengan panjang berwarna putih lengkap dengan asesoris Kopyah hitam lusuhnya yang menutup kepalanya terlihat kharismatis. Ia tetap memakai sarung yang setia mengikuti jejak langkahnya

Ia tak peduli dengan cibiran orang memakai kopyah atau songkok hitam yang hampir pudar warna hitamnya. Bukannya tak punya uang untuk membeli yang masih gres ditoko. Tetapi songkok itulah menjadi saksi kisah pengabdiannya kepada umat.

Mengabdikan diri seluruh hidupnya bagi umat sudah dilaluinya sejak muda hingga usia senjanya. Menjadi Kiai Kampung tak punya ambisi yang muluk-muluk, ia hanya memegang amanah kedua orang tua dan guru-gurunya saat mondok di pesantren dulu.

Selepas bakda maghrib membagi llmunya pada masyarakat kampung mengaji al quran dan kitab kuning demgan dibantu istrinya. Waktu mengaji selesai bakda Isya setelah semua anak anak kampung satu persatu menghadapnya.

Baca Juga : Menengok jejak Al ‘Alawiyin dari Perbatasan

Jabatan bukanlah segala-galanya, karena amanah itu maha berat tanggungjawab di dunia dan di akhirat. Memilih berada di tengah masyarakat dan umat lebih utama, karena umat dan warga sangat membutuhkan bimbingan dan wejangangannya.

Kiai Rozi tetaplah Kiai Kampung yang tak terpengaruh dengan hiruk pikuk kekuasaan dan jabatan. Ia tak bergeming sedikitpun untuk mewujudkan cita citanya yamg telah dibangun sejak muda untuk membagi ilmu agama Islam, agar kelak lahir generasi muda berakhlakul karimah.

Memilih jalannya sendiri, jauh lebih bermartabat dan terhormat dari pada menjadi benalu atau diperbudak bagi orang lain yang hanya memanfaatkan dirinya untuk kepentingan sesaat yang akan merugikannya.

Karangnangka 06 Agustus 2020

Tulisan sebelumnyaSantri Milenial
Tulisan berikutnyaKonfercab Ansor dan Kemandirian Ekonomi

1 KOMENTAR

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini