Ziarah ke Sunan Bayat, Seorang Bupati Yang Jadi Wali

Sunan Bayat atau Sunan Tembayat

Gunung Jabalkat adalah sebuah perbukitan di wilayah Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di bukit ini terdapat sebuah makam seorang tokoh penyebar Agama Islam untuk wilayah Mataram yang sebelumnya adalah Bupati Semarang kedua, meneruskan ayahnya yang telah wafat.

Beliau adalah Pangeran Mangkubumi atau Pandanaran II yang kemudian dikenal sebagai Sunan Pandanaran II atau Sunan Bayat/Tembayat.

Sebelum memutuskan memulai berdakwah menyebarkan Agama Islam di wilayah Jawa kepada orang-orang Mataram, beliau adalah seorang Bupati di Semarang. Menggantikan ayahnya Ki Ageng Pandanaran atau Pandanaran I yang wafat.

Beliau diangkat sebagai penerus Pandanaran I sebagai Bupati Semarang pada tahun 1547. Pengangkatan beliau inilah yang dijadikan patokan berdirinya Kota Semarang yang setiap tanggal 2 Mei dirayakan sebagai Hari Lahir Kota Semarang.

Sebagai penerus ayahnya yang diberikan amanah sebagai Bupati Semarang, beliau berusaha menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Berupaya menjadi Bupati yang dicintai rakyatnya seperti halnya pendahulunya yakni sang ayah Pandanaran I.

Menjalankan peran sebagai Bupati yang tidak hanya menjalankan roda pemerintahan, namun juga mencerminkan seorang pemimpin yang agamis. Terlebih lagi, beliau adalah murid Sunan Gunungjati yang dikenal sebagai penyebar Agama Islam bersama Walisanga lainnya.

Pada awal-awal pemerintahannya, beliau menjalankan fungsi Bupati dengan baik sesuai nilai-nilai ajaran Islam. Beliau benar-benar menunjukkan diri sebagai putra seorang Bupati yang Islami dan seorang murid dari Sunan Gunungjati yang dihormati. Namun, lama kelamaan sikap dan sifat beliau berubah. Seiring berjalannya waktu dan seringnya beliau bergaul dengan para pembesar daerah lain. Tugas-tugas pemerintahan yang telah menjadi kewajiban dari pendahulunya mulai dilupakan. Terutama tugas merawat tempat-tempat ibadah serta pondok-pondok pesantren yang sejak lama diperhatikan oleh ayahnya.

Baca Juga : Ziarah ke Makam Husein bin Ali Cucu Rasul

Melihat hal itu, Sunan Kalijaga yang berada di Demak berinisiatif untuk menemuinya dan mengingatkannya. Perlu diingat bahwa berdirinya Semarang sebagai sebuah Kadipaten adalah atas perintah Sultan Demak yang mengutus Ki Ageng Pandanaran untuk membuka wilayah baru di Pulau Tirang yang kemudian berganti nama menjadi Semarang.

Dalam sebuah kisah, untuk menyadarkan Pangeran Mangkubumi tersebut Sunan kalijaga menyamar sebagai pencari rumput. Beliau Sunan Kalijaga mencari rumput seperti yang biasa dilakukan rakyat sekitar lalu membawanya ke rumah Pangeran Mangkubumi atau Bupati Pandanaran II. Sesampainya di rumah Pangeran Mangkubumi, lalu Sunan Kalijaga yang menyamar sebagai pencari rumput tersebut menawarkan rumput yang dibawanya itu kepada sang Bupati.

“Rumput yang bagus ki sanak … berapa harganya?” tanya sang Bupati.
Sunan Kalijaga yang menyamar kemudian menjawab.
“Rumput ini saya ambil dari Jabalkat… tempat yang penuh berkah. Jika tuan Bupati menginginkannya, tuan bisa membayarnya dengan seluruh harta yang tuan miliki. Karena rumput ini penuh berkah”.
“Tidak mungkin rumput sesegar ini berasal dari Jabalkat yang jauh, sampai sini pasti sudah layu. Apalagi kalau harganya semahal itu, senilai semua harta yang saya miliki,” kata sang Bupati melanjutkan sambil mengusir si pencari rumput itu.

Esok harinya, si pencari rumput kembali lagi dengan membawa rumput yang sama dan menawarkannya kepada sang Bupati. Sang Bupati kembali menolaknya dan mengusirnya. Hingga hari ketiga, si pencari rumput masih mendatangi rumah sang Bupati dan menawarkan rumputnya dengan harga mahal. Hingga membuat sang Bupati jengkel dan marah.

Sang Bupati berkata, “Mana mungkin ada yang mau membayar rumput semahal itu? Hartaku bisa untuk membeli bukan hanya sekeranjang rumputmu, tapi bisa untuk membeli ribuan keranjang rumput,” kata sang Bupati dengan sombong.

Sunan Kalijaga yang menyamar menjawab, “Anda salah tuan, ada yang lebih kaya dari tuan di negeri ini… sesungguhnya Allah lebih kaya dari tuan dan juga saya. Malah, saking kayanya Gusti Allah … Dia bisa memberikan kekayaan kepada saya melebihi yang tuan miliki”.

Sang Bupati terlihat murka kepada si pencari rumput itu. Beliau sesumbar, “dulu saya memang percaya kepada Tuhan yang kamu sembah, tapi mana hasilnya?”. Aku bersujud setiap hari tapi tidak membuatku kaya. Yang membuatku kaya adalah hasil kerjaku, tanpa harus menyembah Tuhan”.

Kemudian si pencari rumput mengambil pacul dan memacul sebongkah tanah yang tiba-tiba berubah menjadi emas. Sang Bupati merampas pacul itu lalu mulai memacul lebih dalam agar memperoleh bongkahan yang lebih besar. Awalnya bongkahan hasil paculan sang Bupati adalah emas, namun tak lama kemudian berubah menjadi tanah biasa. Lalu Sunan Kalijaga berkata “sangat mudah bagi Allah memberikan sesuatu, dan
sangat mudah pula Allah mengambilnya dengan hanya sekedipan mata”.

Dari peristiwa itulah sang Bupati kemudian sadar akan kelalaiannya dan mengetahui bahwa sebenarnya si pencari rumput itu adalah Sunan kalijaga yang sedang menyamar.
Tidak berselang lama, akhirnya Pangeran Mangkubumi mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Bupati Semarang dan memutuskan untuk menjadi orang biasa agar lebih serius mendalami Agama Islam.

Beliau memutuskan pindah ke arah selatan menyusuri daerah Salatiga hingga ke Klaten dan menetap di sebuah bukit yang saat ini dinamakan Bayat. Nama Sunan Tembayat yang disematkan masyarakat kepadanya berasal dari kesaktian beliau yang dapat membuat orang sadar lalu berbaiat kepadanya untuk menjadi pengikutnya dan menjadi Muslim. Maka mulailah ramai orang menyebutnya sebagai Sunan Tembayat atau Bayat.

Semoga kisah Sunan Bayat yang dulunya adalah Bupati Semarang tersebut, dapat dijadikan pelajaran bagi kita sekalian.

Penulis : ASTRI YANUARTI MAULITA

Tulisan sebelumnyaDemonstrasi Mahasiswa di Purwokerto Viral, Ini Kata Dosen UNU Purwokerto
Tulisan berikutnyaKeutamaan Sholat Tarawih Malam ke 13, Aman dari Keburukan di Hari Kiamat

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini