Teknologi Semakin Canggih, Akhlak Semakin Rapuh?

Teknologi Semakin Canggih, Akhlak Semakin Rapuh?

Sekarang ini, teknologi informasi sudah berkembang begitu cepat dan sangat pesat. Hanya bermodalkan ponsel pintar, kita bisa melakukan banyak hal dengan mudah, seperti mengakses informasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan siapa saja, kapan saja.

Tapi, di balik semua kemajuan teknologi dengan segudang kemudahan yang sangat memanjakan itu, terdapat sisi lain yang sering kali luput dari perhatian kita, yaitu dampak yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak yang paling mencolok terlihat dari bagaimana akhlak dan moralitas manusia saat ini.

Tak perlu jauh-jauh, kita tengok saja di lingkungan sekitar kita. Banyak anak-anak muda yang telah kecanduan bermain game online, lebih parahnya lagi kecanduan judi online atau slot. Kemudian jika lihat  linimasa media sosial, seolah tak lagi ada etika berbicara, orang dengan mudahnya berkomentar terhadap suatu hal tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Baca Juga : Khutbah Jumat: Silaturahmi, Cerminan Ketakwaan Seorang Mukmin

Maka tak heran jika banyak terjadi kasus perundungan di media sosial atau bahasa langitnya cyberbullying dan tanpa kita semua sadari hal itu berimbas pada kehidupan di dunia nyata. Miris sekali bukan, ponsel pintar yang seharusnya membuat kita menjadi lebih pintar, sebaliknya membuat kita menjadi semakin bodoh, cuek, dan anti sosial.

Teknologi dan Akhlak

Salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal itu menunjukan bahwa di dalam islam, akhlak menempati posisi yang sangat istimewa, karena telah di mention sejak dulu. 

Dalam Al Quran  surat Al-Qalam ayat 4:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Dari ayat tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa setiap ibadah yang diajarkan dalam islam bukan semata-mata hanya sebatas ritualitas belaka, lebih dari itu ibadah dalam ajaran islam mengacu pada satu titik tujuan yang krusial, yaitu membentuk manusia yang berakhlakul karimah.

Baca Juga : Khutbah Jumat: 3 Pesan Ramadhan di Bulan Syawal

Coba kita perhatikan lagi, setiap ibadah dalam Islam itu sebenarnya punya tujuan yang dalam, bukan hanya sekedar rutinitas. Misalnya, sebelum melaksanakan ibadah-ibadah lain, seorang Muslim terlebih dahulu mengucap dua kalimat syahadat. Mengucapkan syahadat ini bukan hanya sebatas formalitas, ini adalah bentuk komitmen, ikrar diri untuk hidup sesuai ajaran Alloh dan Rosul-Nya. Artinya, syahadat itu seharusnya berdampak pada cara kita bersikap dan berperilaku setiap hari.

Lalu ada sholat. Dalam Al-Qur’an, Allah dengan tegas menyebut bahwa sholat itu bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar. Tapi kenyataannya, sholat sering kali hanya sebatas gerakan fisik, tanpa bekas apa-apa dalam keseharian hidup kita. Padahal, seharusnya dari sholat itulah kita belajar disiplin, menjaga lisan, menahan amarah, dan jadi pribadi yang lebih tenang serta terarah.

Begitu juga dengan puasa. Alloh perintahkan kita untuk berpuasa supaya kita bisa menjadi orang yang bertakwa. Tapi takwa bukan hanya tentang menahan lapar atau haus, lebih dari itu, puasa adalah latihan sabar, latihan jujur, latihan untuk menahan diri dari hal-hal buruk yang sering kali tanpa sadar kita lakukan.

Zakat pun punya makna yang dalam. Lewat zakat, kita diajarkan untuk peka. Peduli. Tidak cuek dengan orang-orang di sekitar yang sedang kesulitan. Ini bukan soal angka, tapi soal empati dan rasa kemanusiaan.

Dan haji, ibadah yang mungkin hanya sekali seumur hidup, adalah proses panjang yang melatih kesabaran, ketundukan, dan bagaimana kita menjaga lisan dan perbuatan. Sebuah perjalanan spiritual yang, jika dijalani dengan benar, bisa mengubah cara pandang seseorang terhadap hidup.

Baca Juga : Khutbah Jumat: Setelah Ramadhan Pergi, Bagaimana Kita?

Kalau semua ibadah itu benar-benar kita hayati, hasil akhirnya pasti akan terbentuk, pribadi yang lebih baik. Tapi ya, kenyataan di lapangan tak selalu begitu. Banyak yang rajin ibadah, tapi lidahnya tajam, sikapnya keras, dan akhlaknya jauh dari ajaran Islam.

Mungkin ini saatnya kita bercermin. Jangan-jangan selama ini kita hanya sibuk menjalankan ibadah, tapi lupa menyelami maknanya. Karena sejatinya, bukan soal seberapa sering kita beribadah, tapi seberapa dalam kita memahami dan menghayatinya.

Teknologi boleh berkembang sekencang apa pun. Tapi akhlak, itu yang harus tetap jadi kompas kehidupan kita. Karena, pada akhirnya, orang tak akan menilai kita dari seberapa canggih gadget yang kita miliki, tapi dari seberapa baik kita perilaku kita terhadap sesama manusia.

 

Ustadz M. Shodiq Ma’mun, S.Sos
Penyuluh Agama Islam Kecamatan Ajibarang

Tulisan sebelumnyaFidyah: Pengertian, Hukum, dan Cara Membayarnya
Tulisan berikutnyaIni Teks Nawa Prasetya Banser

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini