GUS Rukhin masih ingat betul hari itu, hari yang dirasakannya sebagai berkah yang luar biasa saat ia belum lama mengelola warung di sekitar rumahnya. Bagaimana tidak, hari itu ia kedatangan sosok Dzuriyah Kanjeng Nabi yang sungguh tak terperkirakan sebelumnya.
Dengan tergopoh-gopoh ia menyalami dan menyambut Sang Habib yang datang bersama santri yang mengulukkan salam. Tanpa sungkan sang habib datang mengunjungi warung miliknya yang belum lama ia buka. Ya warung kecil sederhana, yang menjadi kegiatan sang isteri mengisi keseharian di tengah kepungan rutinitas lainnya.
“Oo…rupanya ente sudah buka warung di sini. Pangapura ya baru bisa mampir ke sini,” kata sang habib sambil melihat-lihat dagangan dan warung.
Mendengar pernyataan dari sang habib, guru madrasah tsanawiyah itu hanya mengungkapkan ‘nggah nggih’ sambil mengangguk-anggukan kepala. Sebagai santri, ia memang lebih banyak menunduk, dan hanya sedikit-sedikit saja memandang wajah sosok yang telah menjadi guru bagi umat ini.
Iapun telah siap menyadhong dhawuh dari sang habib yang tiba-tiba hadir tanpa terperkirakan olehnya. Sang isteripun dengan bahasa isyarat langsung paham dan segera menuju ke ‘belakang’ untuk mengambil air dan lauk ala kadarnya.
“Jangan repot-repot. Aku cuma sebentar dan ini mau langsung melanjutkan perjalanan,” kata sang habib kemudian. Seraya kemudian mengulurkan selembar uang kepada Masrukhin. Dengan senyum memandang sedikit kepada sang habib, ia terima pemberian sang habib tersebut.
Hari itu telah berlalu sekian tahun, namun peristiwanya masih ia ingat betul. Sosok tenang yang menyejukkan dan hadir tanpa terperkirakan. Tak terkecuali itu, selembar uang senilai Rp 1.000 itupun masih disimpannya. Ya ia meyakini pemberian itu adalah berkah sekaligus dilambari doa dari sang alim al maghfurlah dzuriyyah Kanjeng Nabi.
Baca juga : Pesan Ke-tiga dari Sang Habib
Tak hanya Masrukhin, kebahagiaan dan keberkahan tersendiri juga dirasakan oleh Kiai Ngasif saat menggelar hajatan pernikahan anaknya. Bagaimana tidak, tanpa disangka-sangka sang habib ‘rawuh’ datang ke rumahnya. Ya, sungguh hal yang tak pernah terperkirakan sebelumnya.
“Apalagi saya mengetahui kalau beliau kan cukup sibuk menghadiri berbagai pengajian dan sebagainya. Jadi kehadiran beliau waktu itu memang sangat tak terperkirakan, sehingga menjadi kebahagiaan kami tersendiri,” katanya.
Bagaimana tidak, ia memang tak terlalu banyak berinteraksi dengan sang habib. Mengunjungi pesantrennya Sang Habib pun hanya beberapa kali saja bisa dihitung dengan jari. Namun entah mengapa, sang habib begitu dekat ia rasakan kehadirannya. Sayang, pertemuan saat hajatan pernikahan anaknya itu, adalah pertemuan terakhir dengan sang habib.
“Namun saya sangat berbahagia, karena saya, anak saya, keluarga dan pondok pesantren yang saya rintis turut mendapatkan doa dari beliau. Kehadirannya sungguh saya rasakan sebagai keberkahan,” jelasnya seraya menutup percakapan dengan lantunan Al Fatihah.
(Susanto-)