PURWOKERTO, nubanyumas.com– Napak tilas perjalanan perjuangan santri itu ada dalam catatan sebelum hingga berdirinya NU di tahun 1926. Lahirnya NU ini tidak tiba-tiba, tetapi banyak sisi historis dan ideologis yang mengiringinya yang digerakan oleh para ulama dan santri di masa kolonial.
“NU lahir tahun 1926 ya maka tahun kelahiran itu tidak lebih sebagai proses formalisasi. Formalisasi dari sesuatu yang sudah ada atau hanya mewadahi sesuatu. Barangnya sudah ada. Coba kita lihat misalkan pada tahun 1918 ya ulama pesantren ya itu menginisiasi lahirnya organisasi yang disebut dengan Nahdatut Tujar satu organisasi yang misi pokoknya adalah melakukan proses-proses pemberdayaan ekonomi yang ujungnya adalah kemandirian ekonomi,” kata Prof KH Ridwan, Katib PCNU Banyumas saat acara Ngintro Lembaga Dakwah NU Cabang Kabupaten Banyumas di Aula Al A’la PCNU Banyumas Sabtu 7 Oktober 2023.
Selain Nahdlatut Tujar, kata Prof Ridwan, kemudian berkembang tahun 1922 ya itu lahir satu kelompok organisasi atau semacam lingkar studiyang disebut dengan Tashwirul Afkar. Ini merupakan satu kelompok satu organisasi ya yang bergerak pada pengembangan intelektualitas, pengembangan keilmuan.
Organisasi ini sebagai satu kebangkitan kaum santri dalam rangka pengembangan ilmu dan kebudayaan.
“Jadi taswirul Afkar jadi tentu pada titik ini ya kaum Santri punya kesadaran intelektual untuk mengembangkan kejayaan Islam melalui gerakan-gerakan ilmiah. Sebagaimana dulu Islam ada pada jaman keemasan asrud dahhabi masa kemasan The Golden Age of Islam itu.
Pernah terjadi jadi ada tanggung jawab ilmiah di situ. Lalu tahun 1924 lahir organisasi yang disebut dengan Nahdatul Waton Nahdatul Watan jadi satu gerakan sadar berbangsa.
Jadi jadi kalau kita lihat, kata Ridwan, ada tiga fase pada 3 tahun ya sebelum kelahiran NU yaitu kesadaran membangun potensi umat melalui kemandirian ekonomi, kesadaran pengembangan keilmuan sosial budaya dan kesadaran berbangsa dan bernegara.
“Ujungnya ya titik kulminasinya adalah lahirlah jamiyah Nahdatul Ulama pada tahun 1926. Artinya kelahiran NU itu bukan sesuatu yang tiba-tiba. Kelahiran NU itu tidak lebih sebagai kristalisasi nilai-nilai yang sudah ada berkembang Jauh sebelum NU itu lahir sebagai jam’iyah,” jelasnya.
Lalu ketika NU lahir, peran-peran kebangsaan peran-peran keagamaian NU dalam konteks keindonesiaan atau kenusantaraan terus dijalankan.
Pada tahun 1935 NU mengeluarkan satu keputusan dalam muktamar di Palembang yang menyatakan Indonesia ini bukan Darul Islam tapi Darussalam jadi Darussalam satu komunitas masyarakat yang Sesungguhnya mirip-mirip masyarakat Madinah yang dibangun oleh Rasulullah.
“Rasulullah tidak pernah mendeklarasikan negara negara islam karena basis konstitusi negara Madinah yang diinisiasi oleh Rasulullah itu mendasarkan konstitusinya pada almitq almadinah atau Madinah charta atau Piagam Madinah.
Di situ kemudian apa membingkai keyakinan apa namanya keragaman masyarakat Madinah Sisi agama ada muslim ada Kristen ya Nasrani ada Yahudi ada majusi bahkan yang tidak beragama pun hidup berdampingan.
Ada konstituen hidup berdampingan dalam satu kesatuan masyarakat yang di situlah Rasulullah menjadi pemimpinnya hidup berdampingan yang kemudian itu dibingkai dalam apa piagam Madinah.
Jadi Piagam Madinah itu semacam undang-undang Dasar 45 untuk merajut kebersamaan di tengah keberbedaan.
Bahkan ada satu pasal ada 47 pasal dalam piagam Madinah itu pasal 40 37 jika Madinah diserang musuh dari luar maka semua warga Madinah yang berbeda agama Suku, wajib mempertahankan Madinah.
Ini adalah Doktrin bela negara doktrin nasionalisme doktrin tentang hubbul Waton minal iman. Itu pondasinya sudah dibangun oleh Rasulullah lalu lalu model Negara mana yang akan dianut oleh umat Islam kalau bukan negara ideal yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah almunawarah, bukan Afganistan ya bukan Apa lagi Suriah,” tandasnya.