Problematika Seputar Sholat Jumat

Problematika Seputar Sholat Jumat

NUBanyumas.com – Problematika Seputar Sholat Jumat. Hari Jum’at adalah hari yang istimewa dan agung dalam agama Islam. Banyak amalan pada hari tersebut, untuk mendapatkan keberkahan dan limpahan pahala pada hari yang disebut sayyidul ayyam tersebut.

Pada hari Jumat kaum laki-laki diwajibkan untuk menunaikan Sholat Jumat. Dan karena pelaksanaannya hanya satu kali dalam sepekan, diharapkan bisa datang tidak terlambat, bahkan bisa datang lebih awal, sambil memperbanyak dzikir dan doa di masjid.

Namun kenyataannya bisa saja seseorang mengalami kendala akibat ketiduran, kesibukan pekerjaan, macetnya perjalanan dalam kota, atau sengaja bepergian jauh, dan lain sebagainya, sehingga menyebabkan ia datang terlambat ke masjid atau bahkan tidak bisa melaksanakan Sholat Jumat.

Untuk itu mari kita bahas problematika seputar sholat Jumat, satu-persatu dengan jawabannya.

Baca Juga : Ini Dia Bacaan Bilal Sholat Jumat

Problematika Seputar Sholat Jumat

  1. Menemukan Sholat Jumat.

Makmum yang bisa bersama imam dalam salah satu raka’at, maka ia mendapatkan sholat Jumat. Menurut Ibnu Hajar, jika makmum masbuq, maka ia bisa dikatakan mendapatkan Jumat dengan melakukan ruku’ bersama imam, berbeda dengan pendapat imam Ramli. Sebagaimana disampaikan dalam kitab Shafwatu Zubad:

…وَجُمْعَةٌ يُدْرِكُهَا بِرَكْعَةٍ

Artinya: “Sholat Jumat bisa didapatkan dengan melakukan satu raka’at bersama imam.”

Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:

 (وَلَا تُدْرَكُ الْجُمُعَةُ إِلَّا بِرَكْعَةٍ ) لِمَا مَرَّ مِنْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ الْجَمَاعَةُ وَكَوْنُهُمْ أَرْبَعِيْنَ فِيْ جَمِيْعِ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى فَلَوْ أَدْرَكَ الْمَسْبُوْقُ رُكُوْعَ الثَّانِيَةِ وَاسْتَمَرَّ مَعَهُ إِلَى أَنْ يُسَلِّمَ أَتَى بِرَكْعَةٍ بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ جَهْرًا وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ

Artinya: “Jumat tidak dapat diraih kecuali dengan satu rakaat, karena keterangan yang lampau bahwa disyaratkan berjamaah dalam pelaksanaannya serta jamaah Jumat berjumlah 40 orang dalam keseluruhan rakaat pertama. Dengan demikian, apabila makmum masbuq menemui ruku’ kedua dan berlanjut mengikuti imam sampai salam, maka ia menambahkan satu rakaat setelah salamnya imam dengan membaca keras dan telah sempurna jumatnya”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, juz.4, hal.359-360, cetakan Dar al-Minhaj-Jedah, cetakan pertama tahun 2011 M).

  1. Makmum Masbuq Tidak Mendapatkan Ruku’ Rakaat Keduanya Imam.

Makmum masbuq yang tidak melaksanakan ruku’ pada raka’at keduanya imam, maka ia wajib niat melaksanakan sholat Jumat. Namun ia melakukan shalat dengan empat raka’at dzuhur, dan ini adalah makna dari ungkapan sebagian ulama:

لَنَا شَخْصٌ صَلَّى وَلَا نَوَى، وَنَوَى وَلَا صَلَّى

Artinya: “Ada seseorang yang melaksanakan sholat tapi tidak niat, dan melakukan niat akan tetapi tidak shalat.”

Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:

(فَإِنْ أَدْرَكَهُ بَعْدَ رُكُوْعِ الثَّانِيَةِ نَوَاهَا جُمُعَةً) وُجُوْبًا وَإِنْ كَانَتِ الظُّهْرُ هِيَ اَللَّازِمَةُ لَهُ مُوَافَقَةً لِلْإِمَامِ وَلِأَنَّ الْيَأْسَ مِنْهَا لَا يَحْصُلُ إِلَّا بِالسَّلَامِ (وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) لِعَدَمِ إِدْرَاكِ رَكْعَةٍ مَعَ الْإِمَامِ

Artinya: “Apabila masbuq menemui imamnya setelah ruku’ rakaat kedua, maka ia wajib niat shalat Jumat, meskipun dhuhur adalah kewajibannya, karena menyesuaikan dengan imam dan karena ketiadaan harapan menumi jumat tidak dapat dihasilkan kecuali dengan salam. Dan ia wajib melaksanakannya sebagai dhuhur, karena ia tidak menemui satu rakaat bersama imam”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz.4, hal. 363-364).

Baca Juga : Benarkah Bilal shalat Jumat Bidah?

  1. Menyibukkan Diri Setelah Adzan Kedua.

Hukum menyibukkan diri dengan selain yang terkait dengan sholat Jumat setelah adzan kedua. Haram menyibukkan diri dengan melakukan jual beli atau sejenisnya. Dan hukumnya makruh melakukan hal diatas setelah masuk waktu Dzuhur (zawal) dan sebelum adzan kedua.

Berkaitan hal ini Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfah menjelaskan:

وَيَحْرُمُ عَلَى ذِي الْجُمُعَةِ) … (التَّشَاغُلُ) عَنْ السَّعْيِ إلَيْهَا (بِالْبَيْعِ) أَوْ الشِّرَاءِ لِغَيْرِ مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ (وَغَيْرُهُ) مِنْ كُلِّ الْعُقُودِ وَالصَّنَائِعِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ كُلِّ مَا فِيهِ شُغْلٌ عَنْ السَّعْيِ إلَيْهَا، وَإِنْ كَانَ عِبَادَةً (بَعْدَ الشُّرُوعِ فِي الْأَذَانِ بَيْنَ يَدَيْ الْخَطِيبِ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى: إذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ، أَيْ اُتْرُكُوهُ وَالْأَمْرُ لِلْوُجُوبِ فَيَحْرُمُ الْفِعْلُ وَقِيس بِهِ كُلُّ شَاغِلٍ

Artinya: “Dan haram bagi orang yang wajib Jumatan menyibukkan diri dengan aktivitas yang menghalanginya dari pergi menuju shalat Jumat, yaitu dengan melakukan transaksi jua beli untuk selain jual beli barang-barang yang mendesak untuk dibeli (pakaian untuk menutup aurat dan semisalnya), dan aktivitas lainnya dari setiap transaksi bisnis, pengerjaan layanan jasa, dan selainnya, yaitu setiap aktivitas yang membuat sibuk sehingga mencegah orang untuk pergi jumatan, meskipun berupa ibadah. Keharaman itu berlaku setelah dimulainya azan di depan khatib. Hal ini karena firman Allah ta’ala (yang artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli” (QS Al-Jumu’ah: 9). Maksudnya adala tinggalkanlah jual beli. Perintah ayat ini adalah perintah wajib sehingga haram melakukannya. Setiap aktivitas yang menghalangi orang untuk pergi Shalat Jumat hukumnya diqiyaskan padanya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj pada Hawasyi Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Mesir, Al-Maktabatut Tijariyah Al-Kubra, tt], juz II, halaman 478-480).

  1. Hukum Bepergian Di Hari Jumat.

Haram bepergian di esok hari Jumat jika yakin atau punya dugaan kuat tidak akan bisa melaksanakan sholat Jumat di tempat tujuan atau di tengah perjalanan, jika tidak demikian, maka hukumnya diperbolehkan.

Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan:

 (وَ) حَرُمَ عَلَى مَنْ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ وَإِنْ لَمْ تَنْعَقِدْ بِهِ (سَفَرٌ) تَفُوْتُ بِهِ الْجُمُعَةُ كَأَنْ ظَنَّ أَنَّهُ لَا يُدْرِكُهَا فِيْ طَرِيْقِهِ أَوْ مَقْصِدِهِ وَلَوْ كَانَ السَّفَرُ طَاعَةً مَنْدُوْبًا أَوْ وَاجِبًا (بَعْدَ فَجْرِهَا) أَيْ فَجْرِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ إِلَّا خَشِيَ مِنْ عَدَمِ سَفَرِهِ ضَرَرًا كَانْقِطَاعِهِ عَنِ الرُّفْقَةِ فَلَا يَحْرُمُ إِنْ كَانَ غَيْرَ سَفَرِ مَعْصِيَّةٍ وَلَوْ بَعْدَ الزَّوَالِ

Artinya: “Haram bagi orang yang berkewajiban Jumat, meski ia tidak mengesahkannya, melakukan safar setelah terbitnya fajar hari Jumat yang menyebabkan ia meninggalkan Jumat, misalkan ia menduga tidak dapat melaksanakan Jumat di perjalanan atau tempat tujuan, baik bepergian yang wajib atau sunah, kecuali ia khawatir tertimpa mudlarat bila tidak bepergian seperti tertinggal dari rekan rombongan, maka tidak haram dalam kondisi tersebut, bahkan meski dilakukan setelah masuk waktu zhuhur selama bukan bepergian makshiat”. (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy I’anah al-Thalibin, juz.2, hal.96, cetakan al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun). 

Baca Juga : Khutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat

Demikian penjelasan dan panduan sholat Jumat bagi seseorang yang terlambat datang di tempat pelaksanaan sholat Jumat. Semoga kita dapat menjalankan ibadah Jumat dengan istiqamah dan tepat waktu, karena banyaknya hikmah yang terkandung dalam shalat Jum’at. Semoga bermanfaat.(*)

 

Gus M Sa’dullah
(Ketua PC LDNU Kab. Banyumas & Pengasuh PP Ath-Thohiriyyah 2, Karangklesem, Purwokerto Selatan)

Tulisan sebelumnyaKhutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini