Panduan Lengkap Doa Iftitah: Hukum, Bacaan, dan Aturan bagi Makmum Masbuk
Oleh: Drs. H. Mughni Labib, M.S.I. Rais Syuriah PCNU Banyumas
Sebagaiman kita ketahui bersama bahwa ketika kita melaksanakan shalat dan memulai dengan takbiratul ihram yang dibarengi dengan niat, lalu kita membaca doa iftitah. Sebagian umat Islam membaca doa iftitah dengan Allahu Akbar Kabiro…. Sementara yang lain dengan membaca Allahumma ba’id baini … .Bagaimana sesungguhnya hukum membaca doa iftitah? Mana yang dipilih dari doa-doa iftitah tersebut? Dan bagaimana pula bagi ma’mun yang masbuk (terlambat)?
Berikut ini adalah Panduan Lengkap Doa Iftitah: Hukum, Bacaan, dan Aturan bagi Makmum Masbuk. Simak penjelasanya sampai tuntas.
Panduan Lengkap Doa Iftitah: Hukum, Bacaan, dan Aturan bagi Makmum Masbuk
Doa iftitah atau ada yang membaca istiftah menurut Ulama Hanafiah, Syafi’iyyah dan Hanabilah hukumnya sunnah, sementara menurut ulama Malikiyah adalah makruh.
Dalam Kitab al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah (Juz 1 halaman 255-256) Syeikh Aburrahman Al-Jaziri menyatakan bahwa menurut ketiga imam dari ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah hukum membaca doa iftitah adalah sunnah. Sementara itu, ulama Malikiyah menyatakan bahwa hukumnya makruh.
Baca Juga: Ini Lafal Niat Sholat Jumat
1. Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah
Menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membaca doa iftitah hukumnya sunnah baik bagi imam, makmum, dan orang yang shalat sendirian (baik shalat fardu maupun nafilah). Tidak disunnahkan bagi makmum membaca doa iftitah setelah imam memulai bacaan dalam setiap rakaat, baik dengan suara keras maupun samar.
Lalu, bagaimana dengan makmum masbuk?
Bagi makmum yang bergabung setelah imam membaca surat Al-Fatihah, maka tidak perlu membaca doa iftitah. Sementara itu, jika makmum tersebut tertinggal satu rakaat dan mengikuti imam pada rakaat keduanya, maka disunnahkan baginya untuk membaca doa tersebut sebelum imam memulai bacaan Al-Fatihah.
Perbedaan dari ketiga mazhab tersebut terdapat pada redaksi (bacaan) doa iftitah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa bacaan doa iftitah adalah sebagai berikut:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ.
“Maha suci Engkau Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu. Tidak ada Tuhan Selain Engkau.”
Sedangkan ulama Syafi’iyah mengatakan bacaan doa iftitah sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ.
“Aku hadapkan wajahku pada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan berserah diri. Dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Penguasa Alam Semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dari itulah aku disuruh (meng-Esakan-Nya) dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Sementara itu ulama Hanabilah berpendapat bahwa bacaan doa iftitah sebagaimana disebutkan oleh ulama Hanafiyah. Namun, diperbolehkan menggunakan bacaan dari ulama Syafi’iyah.
2. Ulama Malikiyah
Menurut kalangan ulama Malikiyah, membaca doa iftitah hukumnya makruh karena para sahabat meninggalkannya, walaupun hadis yang menyatakan hal tersebut riwayatnya shahih. Namun Sebagian ulama Malikiyah menyatakan bahwa hukum bacaan tersebut adalah mandub.
Baca Juga: Ini Dia Bacaan Bilal Sholat Jumat
Doa iftitah dibaca setelah takbirotul ihrom dan sebelum ta’awuz untuk membaca surat al–Fatihah.
Menurut Imam At–Thabariy dalam kitab Al-‘Uddah yang dikutip oleh Syekh Salim Imraniy asy-Syafi’iy al–Yamaniy dalam karyanya Al-Bayan fi Mazhab al-Imam asy-Syafi’iy, (juz 2 halaman 178), bahwa seorang yang shalat disunnahkan membaca :
اَﷲُ اَكْـبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَّسُـبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّ أَصِيْلاً.
“Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya. Dan Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang.”
Bacaan tersebut sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 601) dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan:
بَيْـنَمَا نَحْنُ نُصَلِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم إِذْ قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ اَﷲُ اَكْـبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَّسُـبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّ أَصِيْلاً. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم مَنِ الْقَائِلُ كَلِمَةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ ذٰلِكَ.
“Ketika kami shalat beserta Rasulullah s.a.w tiba-tiba ada salah seorang laki-laki yang mengucapkan : Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, maka Rasulullah bersabda : Siapa yang mengatakan kalimat begini dan begini? Orang laki-laki itu menjawab : Saya, wahai Rasullullah. Nabi bersabda: Aku heran akan kalimat itu, karena kalimat itu pintu-pintu langit terbuka. Ibnu Umar berkata : Aku tidak pernah meninggalkan kalimat itu semenjak aku mendengar Rasullullah s.a.w. berkata demikian.”
Imam Muslim meletakkan Hadis ini dalam bab مَايُقَالُ بَيْنَ تَكْبِيْرَةِ اْلإِحْرَامِ وَالْقِرَأَةِ
“Apa yang diucapkan di antara takbiratul ihrom dengan bacaan Al-Fatihah.”
Lalu dilanjutkan membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
“Aku hadapkan wajahku pada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan berserah diri. Dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Penguasa Alam Semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dari itulah aku disuruh (meng-Esakan-Nya) dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Doa tawajjuh ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 771) dan Ahmad bin Hambal dari sahabat Ali bin Abi Thalib.
Di samping itu ada yang membaca do’a iftitah berdasarkan Hadis riwayat al-Bukhoriy (no. 774) dan Muslim (no. 598) dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila beliau bertakbir untuk salat, beliau berhenti sebentar sebelum membaca surat al-Fatihah. Maka aku berkata:
“Wahai Rasulullah, bukankah engkau berhenti di antara takbir dan membaca? Apa yang kau ucapkan ?” Maka Rasulullah SAW menjawab : “Aku mengucapkan :
اَللّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ. اَللّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. اَللّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.
“Ya Allah jauhkanlah aku dari kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah bersihkan aku dari semua kesalahanku sebagaimana bersihnya kain putih dari daki. Ya Allah basuhlah aku dari kesalahanku dengan air, salju dan dengan air embun.”
Syekh Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqh as-Sunnah (juz 1 halaman 124-126) menyebutkan doa iftitah dari shahabat Abi Hurairah tersebut dalam nomor dua dari tujuh macam doa iftitah yang beliau sebut.
Setelah menukil beberapa macam doa iftitah, Imam An-Nawawiy di dalam kitabnya “Al-Adzkar” mengatakan: “Doa-doa iftitah tersebut disunnahkan untuk dibaca seluruhnya bagi orang yang shalat sendirian dan bagi imam yang mendapatkan persetujuan makmum untuk memanjangkan shalatnya. Adapun bagi imam yang tidak mendapatkan persetujuan makmum, maka ia tidak boleh memanjangkan bacaan. Ia boleh memilih sebagian dari doa iftitah itu, baginya yang terbaik adalah membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ … الى قوله مِنَ الْمُسْلِمِيْن
“Wajjahtu wajhiya ….ila qaulihi minal muslimin.”
Syekh Muhammad Ali Muhammad Allan al-Bakri ash-Shidiqiy dalam karyanya “Al-Futuhat ar-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyyah” juz 1 halaman 447 memberikan alasan bahwa karena Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membaca demikian. Yakni di dalam surat Al-An’am : 79
إِنِّي وَجّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا إَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.
Lalu di dalam surat Al-An’am : 162-163
… إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
Kemudian kalimat وَاَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ di dalam hadis Muslim di atas (no. 771) disesuaikan menjadi وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Demikian pula bagi orang yang salat sendirian yang memilih membaca ringan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat
Doa iftitah bagi sebagian masyarakat kita ada yang menggabungkan antara Allahu Akbar Kabiron … dengan inni wajjahtu wajhiya … .. Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Sementara sebagian yang lain mengambil riwayat al-Bukhari dan Muslim yakni Allahumma ba’id baini wa baina khathayaya … . Riwayat tersebut tentu lebih shahih dari riwayat Imam Muslim saja.
Apabila shalat jamaah, menurut Imam an-Nawawi, seorang imam shalat boleh memilih salah satu dari doa-doa iftitah tersebut. Namun beliau lebih menyukai doa tawajjuh (wajjahtu …). Nampaknya beliau memilih isi kandungan dari doa tawajjuh tersebut. Yakni pernyataan kepasrahan seorang hamba kepada Sang Penciptanya.
Ketika shalat sendiri, sebaiknya menggabungkan antara doa tawajjuh dengan Allahumma ba’id baini … . Sehingga setelah menyatakan kepasrahan kepada Tuhannya lalu dilanjutkan dengan permohonan diampuninya dosa-dosanya.
Bagi makmum masbuk, setelah imam membaca surat al-Fatihah maka tidak dianjurkan membaca doa iftitah, kecuali pada saat berdiri di rakaat kedua di mana imam belum membaca surat al-Fatihah, makmum masbuk tersebut tetap disunnahkan membaca doa iftitah.
Demikian panduan lengkap membaca doa iftitah dari segi hukum, bacaan hingga aturan bagi makmum masbuk. Semoga bermanfaat.(*)