Mondokin Anak Usia SD/MI, Ini Kiatnya

Mondokin Anak Usia Dini di Pesantren Anak Anak, kenapa tidak?

Oleh : Balqis Fadillah*

DARI pengalaman saya mondokin  atau ‘memesantrenkan’ anak yang pertama, saya ingin berbagi kiat mengenai cara mencari pondok dan kiat untuk memantapkan hati orang tua dan anak agar bisa ‘mondok’. Perhatikan ya, apalagi Bulan Syawal ini menjadi bulan pendaftaran santri baru.

  1. Siapkan Niat dan Mental Anak dan  Orang Tua.

Mantapkan niat kita dan kemauan sang anak untuk bisa mondok. Jangan sampai kita ‘mondokin’ anak gara-gara anak susah diatur, anak nakal sama adiknya, orang tua sibuk bekerja, bisnis dan sebagianya. Memaksakan anak untuk mondok dengan alasan yang tak rasional itu termasuk kejahatan halus lho. hehe..

Dari awal pastikan anak punya niat mondok. Niat ini tidak berdasarkan pengalaman yang buruk yang didapat dirumah, misal kurang diperhatikan orang tua dan lain sebagainya. Tapi kita sebagai orang tua harus bisa memastikan tekad niat anak kita untuk mesantren.

Dalam memastikan tekad, saya ngetes kesungguhan niat anak itu dengan cara menanyakan bolak balik maksud dan keinginannya untuk mondok. Di situ saya menggambarkan hal hal yang akan berbeda ketika dia di pesantren, yang berarti akan jauh dari keluarga, jarang ketemu, harus mandiri (makan mandi sendiri) dan lain sebagainya. Kalau anak kok tidak berubah malah tambah semangat maka itu salah satu indikasi mantepnya niat.

Mental juga kudu disiapkan karena akan sangat banyak yang nyinyir dengan keputusan kita. Akan kita jumpai komenan komenan macam “kok tega banget ya masih kecil juga, wah karuan sibuk anake dipondok e bla bla bla walaupun juga tidak banyak alias sedikit banget yang support kita, “Bismillah wae mumpung bocah karep ngaji” bocaeh semangat dan lain sebagainya. Intinya antar anak dan orang tua harus mantep.

  1. Lakukan Survei ke Beberapa Pesantren.

Orang tua wajib melakukan survei ke beberapa pesantren anak anak untuk melihat hal-hal yang bisa disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak kita. Jangan asal hanya mendengar informasi yang belum jelas, hanya sekedar katanya di pondok ini begini di pesantren sana begitu dan lain sebagainya. Tetapi kita pentingkan untuk memastikan apa saja yang akan anak kita pelajari dan dapati di pesantren tersebut.

Semua pesantren pada prinsipnya baik karena di pesantren diajarkan ilmu agama dan  akhlak yang baik. Tetapi tidak bisa kita pungkiri bahwa ada berita berita terkait adanya tindak asusila yang dilakukan oleh oknum pengasuh di pesantren.

Kyai/pengasuh/ustadz ini penting tidak hanya pada keilmuannya (sanad dan sebagainya) tapi karena yg nantinya akan menjadi orang tua kedua untuk anak kita. Setidaknya setelah bersilaturami, bertemu dan ngobrol di awal kita bisa sedikit mengenal orang yang akan mendampingi anak-anak kita (minimal chemistry nya dapet).

3. Pastikan Pesantren untuk Anak-anak.

Pastikan pesantren itu untuk anak anak. Karena pesantren khusus anak anak usia SD/MI itu sangat jarang dijumpai. Kebanyakan pesantren itu ya membuka pendaftaran untuk segala usia. Orang tua yang ingin mesantrenkan anaknya yang usia ini hendak lebih selektif. Pasalnya dikhawatirkan kalau pesantren yang tidak ada batasan usianya misal dari tingkat SD – Menengah Atas dalam satu komplek malah bisa menjadikan anak anak yang usia SD dewasa sebelum waktunya dan rentan bullying juga. Kalau sepantaran kan mereka akan berinteraksi sesuai dengan usianya.

Kebetulan saya pernah menjadi guru BK di suatu madrasah berbasis pesantren, Pernah saya jumpai pelanggaran tata tertib pesantren (kasus merokok) pada anak santri putra seusia SMP yang berbarengan dalam satu komplek atau satu kamar dengan anak usia SMA. Mereka anak usia SMP yang masih butuh banyak bimbingan dan karena kurangnya pengawasan, meniru apa yang dilakukan kakak kelas mereka. Ketika ada kasus seperti ini pihak pesantren melakukan pemisahan kompleks dan ini lumayan menekan angka pelanggaran tata tertib yang dilakukan anak anak.

Baca Juga : Mondokin Anak Usia SD/MI, Kenapa Tidak?

4. Perhatikan Sarana Prasarana Pesantren.

Dalam memilih pesantren anak, usahakan yang tidak overload santrinya. Ini bisa dibaca mudah dengan memperhatikan sarana prasarana pesantren tersebut dengan membandingkan jumlah anak dan kamar, juga ruang belajar yang ditempati.

Pentingnya hal ini terkait antara lain, kenyamanan anak ketika istirahat, tidur. Kegiatan belajar mengajar akan tidak nyaman ketika ruang kamar yang sempit untuk penghuni kamar melebihi kapasitas. Anak bisa tidak tidur di dalam kamarnya tapi bisa di mushola, ruang kelas dan lain sebagainya yang bisa buat tidur.

Kebersihan juga penting, karena MCK-nya terbatas maka bisa terjadi antrean di kamar mandi dan lain sebagainya yang akhirnya bikin anak anak kurang disiplin, telat sekolah/ngaji/jamaah shalat. Kalau jumlahnya terlalu banyak pasti tiap santri akan mendapatkan perhatian lebih sedikit karenanya komunikasi pengasuh dan anak bisa menjadi tidak maksimal. Hal ini juga bisa menjadikan anak cenderung tertutup, pasif ketika ada masalah, segan atau takut untuk menyampaikan ke pengasuhnya.

5. Pastikan Kurikulum yang diampu.

Pastikan kurikulumnya, kurikulumnya khusus Alquran (Tahfidz) atau fokus belajar Kitab kuning dan tetap diajarkan Alquran tetapi bukan yang fokus untuk menghafal dan lain sebagainya.

Untuk masalah kurikulum kebetulan ada temen saya yang mesantrenin anak berdasarkan gedungnya yang bagus, fasilitas komplet, makan tidak seperti menu pesantren pada umumnya pesantren. Pokoke terkesan eksklusif eh ga tau nya begitu pulang liburan dari pesantren anaknya berubah dari cara berpakaian, terus dikit dikit bilang haram, untungnya ga teriak teriak takbir terus.

Demikian lima hal yang bisa saya bagikan berdasarkan pengalaman saya pribadi, tentunya ada pengalaman pengalaman Bunda atau ayahnda yang lain yang mungkin tidak sama dengan saya.

Pengalaman ini sengaja saya tulis karena biasanya ada beberapa pesantren yang berbeda untuk waktu pendaftaran. Sejumlah pesantren membuka pendaftaran berbarengan dengan jadwal penerimaan peserta didik baru sekolah formal (Juni-Juli). Tetapi ada juga pesantren yang membuka pendaftaran ketika bulan Syawal dengan patokan kalender Hijriyah.

So perbaiki niat sebagai orang tua untuk memenuhi hak anak memperoleh pendidikan juga tetap memberikan kasih sayang dalam bentuk mesantrenin anak. Semoga Bermanfaat!

*Anggota DPRD Kabupaten Banyumas

Tulisan sebelumnyaMasih Kecil Dipondokin, Tega Bangettttt
Tulisan berikutnyaHalal Bihalal, Kian Dekatkan UNU dengan Nahdliyyin

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini