Menjadi Santri Ihya’ Bersama Gus Anam

Foto Ilustrasi ; KH Zuhrul Anam (Gus Anam) saat mengkaji kitab bersama santri di Ponpes At Taujieh Al Islamy 2 Andalusia.

Oleh : Umi Umayyah

Di sebuah sore yang damai selepas Ashar, suara lembut tapi tegas KH Zuhrul Anam Hisyam (kemudian ditulis; Gus Anam) kembali mengalun dari depan aula putra. Beliau duduk bersila, kitab kuning terbuka di hadapannya: Ihya’ ‘Ulumuddin, karya agung Imam Al-Ghazali yang kini nyaris seabad masih menjadi lentera umat.

Sudah lebih dari lima tahun kajian ini berjalan di Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamy 2 Andalusia, Banyumas. Tidak banyak yang tahu, bahwa di balik hiruk-pikuk teknologi dan informasi digital yang menyusup ke sendi kehidupan, masih ada pesantren yang memelihara ruh ilmu klasik dengan penuh kehati-hatian. Dan kami para santri, dengan segala keterbatasan, justru merasa berada dalam gelombang yang tenang dan menyejukkan.

Kajian Ihya ini bukan kegiatan tambahan. Ia telah menjadi tradisi. Mahasantri Ma’had Aly wajib mengikuti, dan bagi kelas tiga aliyah serta jajaran pengurus, sangat dianjurkan. Gus Anam, atau KH. Zuhrul Anam Hisyam, sang pengasuh, membacakan teks dengan metode bandongan, lalu menjelaskan dengan cara yang renyah, ringan, namun penuh hikmah.

Saya masih ingat betul dawuh beliau yang menancap di hati kami, “Ngaos Ihya iku barokahe gede, mbesuk ning akhirat dipadosi Imam Ghazali.” Kalimat sederhana, tapi menyentak kesadaran kami yang kerap terjebak dalam rutinitas santri tanpa ruh.

Kitab Ihya memang bukan sekadar buku fiqih. Ia menyentuh lapisan terdalam dalam diri manusia: adab, akhlak, ketulusan, dan mujahadah. Bahkan ketika Gus Anam menyelipkan kisah-kisah ulama terdahulu, kami merasa seperti kembali ke masa silam yang penuh keteladanan dan cinta ilmu. Tak terasa waktu bergulir cepat, dan pengajian pun usai. Tapi pengaruhnya menetap lama di hati.

Bagi saya dan banyak teman, ini bukan hanya tentang mengaji kitab. Ini tentang bagaimana menjadi manusia. Tentang bagaimana ilmu tidak hanya berhenti di akal, tapi mengalir ke amal dan adab. Maka dari itu, kajian Ihya bukan hanya rutinitas, tapi adalah jalan pendidikan ruhani yang membentuk karakter santri: cerdas, santun, dan siap berdiri di tengah masyarakat.

Kini saya percaya, pesantren seperti Andalusia bukanlah tempat tertinggal. Justru dari sinilah peradaban berangkat. Dari lisan seorang guru, dari lembaran kitab kuning, dan dari kesungguhan para santri yang tak kenal lelah menjaga tradisi.

*) Umi Umayyah adalah Mahasantri di Ma’had Aly Andalusia, di Pesantren At Taujeh Al Islamy 2 Andalusia. Ma’had Aly adalah Perguruan Tinggi Pesantren yang sudah mendapat rekognisi Kementerian Agama RI dan setara Strata 1 (S1).

Tulisan sebelumnyaKhutbah Jumat: Menemukan Kebaikan di Setiap Takdir Allah
Tulisan berikutnyaJamaah Haji KBIHU NU Al Arofat Banyumas Tiba di Makkah, Umrah Wajib Berjalan Lancar

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini