Mengintip Kecanggihan Benteng Salahuddin Al Ayyubi

Benteng Salahudin Al Ayyubi atau benteng saladin sangat canggih di jamannya
Penulis sedang berada di area benteng Salahuddin

Siapa yang menyangka bahwa seorang pemuda Kurdi, Iraq bertubuh kurus yang menjadi asisten pamannya yang seorang ksatria bertubuh tambun bermata satu itu kelak akan menjadi seorang panglima perang Muslim dan membangun Dinastinya sendiri.

Pemuda itu bernama Yusuf, atau lengkapnya adalah Yusuf Najmuddin Al-Ayyubi. Lahir di Benteng Tikrit, Iraq tahun 1138 M saat Ayahnya Najmuddin Ayyub menjadi Panglima Tentara Seljuk Turki di bawah kepemimpinan Imaduddin Zanki. Begitu pula pamannya yang bernama Asadudin Syirkuh bin Syadzi atau lebih dikenal dengan nama Syirkuh yang menjadi Panglima Tentara Zankiyah.

Masa remajanya dihabiskan bersama Ayah dan Pamannya dan terbiasa membantu
mempersiapkan strategi perang serta persenjataan bagi kedua panglima tentara
Zankiyah itu.

Pengalaman melihat kebiasaan Ayahnya dan Pamannya itulah yang membentuk Yusuf najmudin yang kelak dijuluki Salahuddin atau Saladin bagi pasukan salib Kristen.

Yusuf Najmudin yang telah matang mendalami ilmu strategi perang dan persenjataan serta politik, akhirnya memutuskan meninggalkan Iraq untuk menuntut ilmu Agama di Damasqus. Pada tahun 1169 dia diangkat oleh Sultan Nuruddin Mahmud sebagai wazir (penasehat) kerajaan di Damasqus.

Hingga wafatnya Sultan Nuruddin Mahmud pada tahun 1174, Salahuddin Al Ayyubi diangkat menjadi Sultan untuk wilayah Mesir yang dikuasai Sultan Seljuk dari Dinasti Fathimiah.

Meskipun telah diangkat menjadi Sultan Mesir yang menguasai seluruh Mesir dari Sultan Seljuk, namun Salahuddin Al Ayyubi tidak serta merta mengusir keluarga Dinasti Fathimiah dari Mesir.

Salahuddin Al Ayyubi inilah yang mengembalikan ajaran Islam Sunni kembali hidup di Mesir yang sebelumnya dikuasai pengaruh Syiah.

Saat pertama kali menerima amanah sebagai penguasa Mesir, yang pertama dilakukan beliau adalah membuat pertahanan kota. Pertahanan kota ini beliau bangun berupa tembok pembatas kota dan sebuah benteng di atas bukit Maqattam.

Tembok kota dibangun antara Majra Al-‘Uyun melewati Fustath hingga ke Nil. Hingga sekarang masih bisa kita lihat sisa-sisa temboknya yang sebagian telah dihancurkan guna akses jalan menuju kota dan sebagian dibangun permukiman warga.

Pembangunan Benteng di atas bukit Maqattam, dimulai pada tahun 1176. Pembangunan berlangsung selama 40 tahun sampai dengan tahun 1216 M, meski Salahuddin Al Ayyubi tidak pernah melihat selesainya pembangunan benteng ini.

Benteng Shalahudin atau benteng saladin
Area Benteng Salahuddin Berlatar Masjid Ali Pasha

Salah satu keistimewaan benteng ini adalah pada teknologi pengairan benteng yang terbilang canggih untuk kondisi saat itu.

Sumur Salahuddin atau disebut Bi’r Yusuf merupakan saluran air yang dialirkan dari bawah ke atas bukit Maqattam yang jaraknya kuranglebih 4 km menanjak. Hal inilah yang menjadi salah satu kecanggihan benteng Salahuddin di masa itu, dapat mengalirkan air untuk kebutuhan orang-orang yang berada di atas benteng dengan menaikkan air dari bawah bukit melalui saluran air biasa tanpa menggunakan pompa.

Sepeninggal Sultan Salahuddin Al Ayyubi, benteng ini dilanjutkan pembangunan dan
penggunaannya oleh Sultan Al-Malik Al-Kamil yang menggantikan beliau sebagai
penguasa Mesir. Makam Al-Malik Al-Kamil berada di sebelah Makam Imam Syafi’i.

Al-Malik Al-Kamil membuat sebuah Istana megah di dalam kawasan benteng ini. Selama kuranglebih 700 tahun, benteng ini menjadi kediaman penguasa Mesir.

Di dalam benteng ini setidaknya terdapat empat Masjid yang didirikan oleh tiap-tiap penguasa Mesir yang menempati benteng ini sebagai kediaman sekaligus benteng pertahanan. Mulai dari Masjid Al-Nasir Muhammad yang dibangun tahun 1318 oleh Dinasti mamluk, kemudian Masjid Sulaiman Pasha yang dibangun tahun 1528 pada masa Sulaiman Pasha menguasai Mesir, lalu Masjid Al-‘Azab yang dibangun dekat gerbang Al-‘Azab pada tahun 1696 oleh Amir Ahmad Katkhuda dan terakhir adalah Masjid Muhammad Ali Pasha yang dibangun paling besar dengan corak Ottoman Turki oleh Muhammad Ali Pasha tahun 1830.

Meskipun penyelasaian pembangunan benteng ini tidak dizamani oleh Sultan
Salahuddin Al Ayyubi sendiri, namun tempat ini tetap menggunakan namanya. Ini dikarenakan beliau Sultan Salahudin Al Ayyubi sangat dihargai dan dikagumi oleh semua kalangan baik tentara, rakyat maupun penguasa setelahnya.

Sultan Salahudin Al Ayyubi sendiri tidak dimakamkan di dalam benteng ini. Beliau wafat di Damasqus, Suriah pada tahun 1193 dan dimakamkan di Komplek Masjid Umayyah di Kota Damasqus, Suriah. (*)

Tulisan sebelumnyaZiarah ke Makam Habib Nuh Al Habsyi Singapura
Tulisan berikutnyaTentang Strategi Taliban, Resource Management hingga Kampanye Pemilu

1 KOMENTAR

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini