Menggali Hakikat Takawa dalam Ibadah Puasa

Menggali Hakikat Takawa dalam Ibadah Puasa

Puasa adalah salah satu ibadah yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan spiritualitas seorang Muslim. Tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, puasa bertujuan untuk menanamkan takwa, yaitu kesadaran penuh kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Namun, takwa bukan sesuatu yang otomatis diperoleh hanya dengan menjalankan puasa secara lahiriah.

Pada hakikatnya, puasa adalah sebuah medan pertarungan antara akal dan nafsu. Manusia diciptakan dengan kedua unsur ini: akal sebagai pengarah menuju kebaikan, dan nafsu yang cenderung mengajak kepada kesenangan duniawi.

Berbeda dengan malaikat yang diciptakan tanpa nafsu dan selalu taat kepada Allah, manusia menghadapi ujian yang lebih kompleks. Kemampuan untuk menundukkan nafsu di bawah kendali akal adalah kunci utama dalam mencapai derajat ketakwaan.

Baca Juga : Ramadhan, Cermin yang Menunjukkan Wajah Asli Manusia

Ketika seseorang mampu mengendalikan dirinya dari godaan dunia dan menjalankan perintah Allah dengan penuh kesadaran, maka ia tergolong dalam orang-orang yang bertakwa. Sebaliknya, jika nafsu lebih dominan dan mengendalikan akal, maka manusia akan mudah tergelincir dalam perbuatan dosa. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ، فَضَيِّقُوا مَجَارِيَهُ بِالصَّوْمِ

“Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh manusia sebagaimana darah mengalir, maka persempitlah jalannya dengan berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam salah satu kisah penciptaan, diceritakan bahwa Allah SWT bertanya kepada nafsu, “Siapa kamu dan siapa Aku?” Nafsu menjawab dengan sombong, “Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau.” Lalu Allah menyiksanya dengan kelaparan selama beberapa waktu. Setelah merasakan lapar, nafsu akhirnya tunduk dan mengakui kebesaran Allah. Dari sinilah kita memahami bahwa lapar mampu melemahkan kesombongan nafsu dan menjadikannya tunduk kepada kebenaran.

Baca Juga : Dapat Haus dan Lapar Saja Tak Apa-apa

Puasa diwajibkan sebagai sarana untuk melatih manusia dalam menghadapi pertarungan batin ini. Tidak hanya menahan makan dan minum, puasa juga mengajarkan seseorang untuk mengontrol emosi, menjauhi keburukan, dan memperbanyak amal kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Allah SWT juga menegaskan dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Baca Juga : Dibalik Rasa Lapar, Ada Jalan Menuju Ketakwaan

Dari ayat ini jelas bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Puasa bukan sekadar menahan lapar, tetapi juga momentum untuk introspeksi, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan menjalankan puasa secara ikhlas dan sungguh-sungguh, diharapkan kita mampu mengendalikan nafsu dengan akal, sehingga menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah SWT.

Penulis: M. Shodiq Ma’mun, S.Sos
Penyuluh Agama Islam Kecamatan Ajibarang

Tulisan sebelumnyaPCNU dan LTMNU Banyumas Gelar Lomba Video Profil Masjid Berhadiah Jutaan Rupiah

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini