PURWOKERTO, nubanyumas.com – Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa bahwa melakukan ibadah haji hukumnya tidak sah.
Hal tersebut sebagaimana dicatat oleh sejarawan NU, Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017). Dalam catatannya, Abdul Mun’im mengulas alasan Hadratus Syaikh melarang masyarakat Indonesia melaksanakan ibadah haji.
Tepatnya di ujung Perang Dunia II yang terjadi pada tahun 1945, yang melibatkan perang antara Jepang dan Belanda yang menjajah Indonesia saat itu. Sehingga perjalanan haji di wilayah timur Arab Saudi menjadi tidak aman.
Satu-satunya alat transportasi haji pada saat itu adalah menggunakan kapal. Sedangkan Indonesia sendiri belum memiliki kapal untuk transportasi haji.
Melihat situasi itu, Gubernur Hindia-Belanda, Van der Plaas mengambil tindakan untuk menolong umat Islam. Belanda mengumumkan bagi yang hendak melaksanakan ibadah haji disediakan fasilitas selengkapnya dan dijamin keamanannya.
Sontak saja tawaran Belanda itu membuat umat islam tergiur. Namun berbeda dengan apa yang ditanggapi oleh KH Hasyim Asyari yang justru mengeluarkan fatwa melarang warga negara Indonesia melaksanakan ibadah haji dan menyatakan haram berhaji menggunakan kapal milik orang Belanda.
Tentu saja, fatwa tersebut membuat umat Islam tertegun tetapi bagaimana pun dengan hujjah-nya yang kuat dan sesuai nalar, maka seberat apapun fatwa itu mesti ditaati, umat Islam banyak yang membatalkan perjalanan hajinya. Tentu saja hal itu membuat Belanda geram. Usahanya gagal dalam mempengaruhi hati umat Islam agar tidak memihak pada republik pimpinan Soekarno-Hatta.
Dari sinilah, sikap Mbah Hasyim yang melarang berangkat haji tidak serta merta berdalil karena menggunakan kapal milik Belanda. Lebih jauh lagi, ini adalah perlawanan para kyai terhadap politisasi haji. []