Makna dari Isti’adzah Menurut Musthafa Umar

KITAB SUCI Al Quran (NUbanyumas/Pixabay)

Oleh: Muhammad Rifa’i Nur Wijaya*

SERING kali kita dalam membaca al-Qur’an tidak dapat membaca dengan waktu yang lama. Kadang dalam pelaksanaannya banyak sekali hal-hal yang kita rasakan, misalnya rasa capek, melamun, mengantuk, dan lain sebagainya. Demikian itu adalah cara setan menghalangi kita dalam beribadah kepada Allah Swt. terutama dalam membaca al-Qur’an.

Salah satu caranya untuk mengatasi ini adalah dengan membaca isti’adzah guna menjauhkan diri dari godaan setan. Kita sebagi umat Islam sangat dianjurkan membaca isti’adzah yang biasa kita kenal dengan ta’awudz sebelum membaca surat dalam al-Qur’an, dengan maksud supaya mendapat perlindungan dari godaan setan baik berupa jin maupun manusia.

Maka dari itu, dalam membaca al-Qur’an sangat penting untuk didahului membaca isti’adzah. Dalam tulisan ini, penulis akan mengupas mengenai isti’adzah menurut Musthafa Umar dalam karyanya tafsir al-ma’rifah, bagaimana maksud dari isti’adzah itu, apakah hanya ucapan belaka atau memang ada maksud tertentu mengenai anjuran membaca isti’adzah.

Mengenal Musthafa Umar dan Tafsirnya

Musthafa Umar dilahirkan di Riau, Indonesia pada tahun 1967 dan mendapatkan pendidikan awal di kampung kelahirannya. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia dan tamat pada tahun 1987. Selanjutnya, beliau mendapatkan gelar sarjana dari Universitas al-Azhar Mesir, pada fakultas ushuluddin jurusan dakwah tahun 1994.

Setelah memperoleh gelar S1, beliau melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Antar Bangsa Malaysia, dan memperoleh ijazah master jurusan dakwah pada tahun 2000. Gelar doktoral diperoleh di jurusan al-Quran dan Hadits, Akademi Pengajian Islam Universitas Malaya Malaysia tahun 2009. Saat ini beliau aktif berdakwah di Riau, Malaysia serta berbagai kota di Indonesia.

Dasar Pelafadzan Isti’adzah

Perintah dalam pelafadzan isti’adzah banyak ditemukan di dalam al-Qur’an dan hadits. Berikut ini adalah perintah isti’adzah dalam surat al-A’raf ayat 199-200:

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ. وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٞ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ, إِنَّهُۥ سَمِيعٌ عَلِيمٌ .

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. Q.S. al-A’raf [7]:199-200”

Surat al-Mukminun ayat 96-98 juga menyebutkan mengenai perintah isti’adzah.

ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ٱلسَّيِّئَةَ، نَحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَصِفُونَ. وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنۡ هَمَزَٰتِ ٱلشَّيَٰطِينِ .وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحۡضُرُونِ.

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah: Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku. Q.S. al-Mukminun [23]:96-98.”

Ada juga dalil yang disebutkan dalam surat an-Nahl ayat 98:

فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ.

 “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Q.S. an-Nahl [16]:98”

Hukum Pelafadzan Isti’adzah

Mengenai hukum tentang membaca isti’adzah, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada sebagian yang mewajibkan, dan ada pula yang berpendapat hukumnya sunah. Para ulama dan ahli qira’at yang berpendapat membaca isti’adzah itu sunah karena didasarkan pada kalimat perintah yang berbunyi  فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ. Maka dari itu, tidak berdosa bagi orang yang tidak membaca isti’adzah, karena tidak ada tuntutan nabi yang mengharuskan membaca isti’adzah.

Adapun sebagian ulama lain menghukumi membaca isti’adzah sebagai wajib. Kalimat perintah di atas menunjukkan arti yang hakiki yang harus dilaksanakan dan tidak ada petunjuk yang dapat merubah perintah tersebut. Menurut pendapat Ibnu Sirin, membaca isti’adzah mempunyai kewajiban sekali dalam seumur hidup. Maka, telah gugur kewajiban seorang hamba dalam masa hidupnya jika hanya membaca sekali saja.

Isti’adzah Menurut Musthafa Umar

Surat an-Nahl ayat 98 menyebutkan bahwa ketika seorang hamba akan membaca ayat-ayat Allah maka ia dianjurkan untuk memohon perlindungan agar dijauhkan dari godaan setan yang terkutuk. Lafadz isti’adzah yang berbunyi “a’uudzu billahi minasysyaithaanirrajiim”. Jika kita penggal antar lafadznya maka lafadz “a’uudzu” mempunyai arti “aku berlindung”. Maknanya adalah bahwa seseorang meminta perlindungan kepada yang mampu memberikan perlindungan. Allah Swt. adalah dzat yang mampu memberikan perlindungan kepada yang meminta perlindungan. Untuk itu, meminta perlindungan sejatinya hanyalah kepada Allah Swt.

Di dalam bahasa arab, kata “a’uudzu” mempunyai dua makna. Yang pertama adalah bermakna menutupi (as-satru). Maksud dari menutupi disini adalah meminta perlindungan kepada Allah Swt, dari gangguan setan, karena hanya Allah lah yang dapat mampu untuk menutupi kita dari  godaan setan yang terkutuk. Yang kedua mempunyai makna melekat. Maksud dari melekat di sini adalah meminta perlindungan agar kita sebagai hamba dalam membaca al-Qur’an selalu melekat dalam perlindungan Allah Swt. Maka dari itu, merupakan sebuah kepentingan membaca isti’adzah sebelum membaca firman-firman Allah SWT.

Kata selanjutnya setelah “a’uudzu” adalah kata “billaahi”, mempunyai makna bahwa hanya kepada Allah lah satu-satunya tempat meminta perlindungan, tidak ada yang lain. Kata selanjutnya “minasysyaithon” bermakna dari gangguan setan. Kata “Syaithon” berasal dari kata “syathona” yang maknanya sama dengan kata “ba’uda” (jauh). Maksudnya berarti setan adalah makhluk yang dijauhkan dari rahmat Allah SWT karena dilaknat. Disebutkan dalam al-Qur’an yang dimaksud setan di sini bukan hanyalah bangsa jin, tetapi juga termasuk gangguan manusia dan hewan melata. Kata yang terakhir adalah kata “arrajiim” berasal dari kata “arrajam” yang bermakna melempar. Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melempar setan dari surga menuju dunia. Menurut Musthafa Umar, hukum membaca isti’adzah adalah “mustahabbah” atau sangat dianjurkan untuk dibacanya agar mendapatkan perlindungan dari Allah Swt.

Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isti’adzah mempunyai tiga dimensi, yaitu antara Allah Swt, manusia dan setan. Allah Swt adalah dzat yang memberikan perlindungan, manusia adalah makhluk yang meminta perlindungan dan setan adalah makhluk yang dapat mengganggu manusia. Untuk itu, membaca al-Qur’an dengan diawali dengan isti’adzah sangat dianjurkan karena manusia biasa tidak akan mampu melawan godaan setan tanpa perlindungan dari Allah Swt.

*Muhammad Rifa’i Nur Wijaya
Mahasiswa PAI UNU Purwokerto

 

 

 

Tulisan sebelumnyaIni Asal Mula dan Tujuan Mandi Jumat
Tulisan berikutnyaHadirkan Narasumber dari Iran, UNU Purwokerto Gelar Stadium General

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini