Kiprah Gus Abror ‘Enha’ dan Pesan Kiai Syamsul Ma’arif

Taken by screen shoot youtube Enha TV.

Penulis : M. Mughni labib

Pondok Pesantren Nurul Huda Langgongsari, Cilongok,Banyumas bukan sekadar tempat belajar agama, tetapi juga sebuah kisah teladan dan inspiratif, yang berdiri dari sebuah ketidaksengajaan dan perjuangan penuh keseriusan. Sejarah berdirinya pesantren ini tidak lepas dari peran Kyai Samsul Ma’arif, Ayah dari Gus Abror, yang awalnya hanya bermaksud mendirikan tempat untuk para tamu yang datang untuk mengaji. Namun, dari sinilah bermula perjalanan panjang yang menata masa depan banyak orang menjadi Ahlul ilmi.

Pada tahun 1987, Kyai Samsul Ma’arif membangun sebuah tempat sederhana di Langgongsari untuk menampung tamu-tamu yang ingin belajar agama. Namun, tanpa diduga, beberapa orang yang datang justru ingin menetap dan belajar di sana. Belum sempat tempat ini selesai dibangun, keinginan para tamu untuk tinggal dan belajar menjadikan tempat tersebut berkembang menjadi sebuah pesantren, yang kini dikenal dengan Pondok Pesantren Nurul Huda.

Seiring berjalannya waktu, pesantren ini tidak hanya menjadi tempat pendidikan agama, tetapi juga menjadi tempat berlindung bagi para santri, terutama dari kalangan keluarga kurang mampu atau yatim piatu. Hingga kini, jumlah santri yang belajar di pesantren ini telah mencapai ribuan orang, dari berbagai daerah di Indonesia.

Pada tahun 1995, Kyai Samsul Ma’arif wafat meninggalkan pesan yang sangat berharga kepada putranya, Gus Abror. Sebelum wafat, Kyai Samsul menggenggam tangan Gus Abror dan berwasiat, “Mulai hari ini, ibumu dan adik-adikmu semuanya adalah tanggung jawabmu,” termasuk 11 santri yang ada di pesantren itu, kala itu adiknya gus imam ma’arif baru kelas 4 sd kemudian adiknya yang terakhir gus Ajir Ubaidillah baru umur 5 tahun. terus Ayahnya kemudian berpesan “kalau kamu serius Allah akan menolongmu.

Wasiat ini memberi Gus Abror beban dan tanggung jawab yang sangat besar, apalagi di tengah usianya yang masih muda yaitu 19 tahun dan kondisi pada saat itu yang serba terbatas.

Dalam masa kebingungan itu, Gus Abror tidak tinggal diam. Setiap hari, ia pergi ke pasar untuk berdagang, menjadi makelar kambing, ayam, dan berbagai barang lainnya, meskipun tanpa modal. Hasil dari usaha tersebut ia serahkan sepenuhnya kepada ibunya untuk kebutuhan keluarga sampai selama tiga tahun berturut-turut. Gus Abror terus berjuang dengan tekad yang kuat untuk menjalankan pesan ayahnya dan mengurus pondok pesantren.

Hingga Pada tahun 1999, setelah Gus Abror menikah, pesantren ini mulai berkembang . Santri yang awalnya hanya belasan , kini jumlahnya terus bertambah. Gus Abror pun semakin aktif dalam kegiatan pengajian, hingga banyak orang yang mengenalnya. Aktivitas berdagang di pasar pun perlahan dikurangi karena ia harus lebih fokus mengelola pesantren.

Berkat keseriusan dan usaha kerasnya, bersama adik adiknya yang sudah dewasa yaitu Gus imam ma’arif dan Gus Ajir ubaidillah pesantren ini terus berkembang.

Gus Abror mengingat pesan dari ayahnya: “Jika kamu serius, maka Allah akan menolongmu.” Pesan tersebut tidak hanya menjadi motivasi bagi Gus Abror, tetapi juga menjadi prinsip hidup yang diterapkannya dalam setiap langkah perjuangan. Kini, Pondok Pesantren Nurul Huda telah memiliki ribuan santri dan semakin maju.

Salah satu hal luar biasa dari Pondok Pesantren Nurul Huda adalah kenyataan bahwa pesantren ini tidak pernah memungut biaya dari santrinya. Biaya pendidikan, makan, dan kebutuhan lainnya semuanya disediakan tanpa dipungut biaya sepeser pun. Meskipun begitu, operasional pesantren yang sangat besar memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Untuk itu, pesantren ini memilih jalur kemandirian dengan menjalankan berbagai usaha mandiri.

Sejak tahun 2018, Pondok Pesantren Nurul Huda mulai membangun group usaha dengan nama ENHA Corp yang mengelola berbagai lini usaha. Usaha-usaha ini sangat beragam, mulai dari warung makan, mie ayam, toko swalayan, jasa potong rambut, hingga penyediaan air mineral. Selain itu, pesantren juga mengelola kebun, lahan, peternakan, dan memproduksi kopi dan madu. Semua usaha ini bertujuan untuk mendukung operasional pesantren tanpa harus selalu bergantung pada sumbangan dari pihak luar.

Meskipun pada awalnya terlihat mustahil, usaha-usaha mandiri yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul Huda ini telah membuahkan hasil yang luar biasa. Banyak pihak yang kemudian ikut membantu, baik dalam bentuk sumbangan pribadi maupun institusional, untuk mendukung kegiatan operasional pesantren. Hal ini membuktikan bahwa perjuangan tanpa kenal lelah, keseriusan, dan keyakinan bahwa Allah akan menolong, benar-benar terbukti dalam perjalanan Pondok Pesantren Nurul Huda.

Pondok Pesantren Nurul Huda Langgongsari adalah sebuah contoh bahwa dengan keseriusan, tekad, dan doa, segala sesuatu yang tampaknya mustahil bisa dicapai. Kisah Gus Abror dan perjuangannya dalam mengelola pesantren ini menunjukkan bagaimana satu pesan sederhana dari seorang ayah bisa menjadi wasilah untuk mendapatkan jalan hidayah bagi banyak orang. Pondok Pesantren Nurul Huda kini tidak hanya menjadi tempat pendidikan agama, tetapi juga menjadi simbol keberkahan, kemandirian, dan perjuangan yang tak kenal lelah.

*) Penulis adalah santri Ponpes Ath Thohiryyah, Parakanonje, Kedungbanteng, Banyumas.
**) Resource : Youtube Kick Andy dan
greennetwork.id

Tulisan sebelumnyaSMP Al Hamra Cilongok, Sekolah Berbasis Pesantren dengan Program Unggulan Tahfidz Al Qur’an
Tulisan berikutnyaKomit Bangun Generasi Berakhlak Karimah, SMP Ma’arif NU 1 Cilongok Adakan Program Pesantren

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini