Khazanah Keilmuan Pesantren

Khazanah Keilmuan pesantren

KYAI Pesantren setiap kali memulai ngaji kitab mesti menyampaikan:

Hee ngger anakku, aku mung sedermaning moco kitab. Perkara siro kabeh podo paham utawa ora, kabeh mau serahno marang Gusti Kang Maha Ngelmu. Mula, yen siro dadi tambah ngelmune mergo ngaji marang ingsun, udu merga ingsun kang pinter. Nanging Gusti Allah kang paring kepinteran marang siro kabeh, mula siro kabeh ojo podo takabbur marang nikmat kui mau. Yen siro ora paham, ngertiyo! Yen wong ngaji kui mesti ono berkahe. Berkah kui yen ora tumiba marang siro, iso tumiba marang anak putu siro kabeh. Mula podo istiqomaho marang ngaji.”

(Hee anakku, aku hanya sekedar membacakan kitab. Adapun kalian paham atau tidak, semua itu serahkan kepada Tuhan Yang Maha Berilmu. Maka, tatkala kalian bertambah ilmunya karena belajar kepadaku, bukan karena aku yang berilmu. Tetapi Allah-lah yang memberikan ilmu itu kepada kalian semua. Maka, kalian semua sebaiknya tidak takabbur atas nikmat tersebut. Adapun jika kalian tidak paham, ketahuilah! Bahwa orang yang belajar pastilah mendapatkan barokah. Barokah itu jika tidak jatuh kepadamu, bisa juga jatuh kepada anak cucu kalian, maka tetaplah istiqomah dalam belajar.)

Kemudian kyai akan membacakan doa sebagaimana yang dinukil dari kitab Ta’liim al-Muta’allim Thariiq al-Ta’allum karya Imam Al-Zarnuji, sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ اَخْرِجْنَا مِنْ ظُلُمَاتِ الْوَهْمِ وَاَكْرِمْنَا بِنُوْرِ الْفَهْمِ وَافْتَحْ عَلَيْنَا بِمَعْرِفَةِ الْعِلْمِ وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَسَهِّلْ لَنَا اَبْوَابَ فَضْلِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allohumma akhrijna min dzulumatil wahmi, wa akrimna bi nuuril fahmi, waftah alaina bi ma’rifatil ‘ilmi wanawwir qulubana binuuri hidaayatika kamaa nawartasy syamsa walqomaro, wa sahhil lana abwaba fadlika, ya arhamar rohimin

Doa tersebut dibacakan dengan tujuan agar semua santri dapat dikeluarkan dari gelapnya prasangka. Terkadang, orang ngaji dipenuhi dengan prasangka-prasangka. Sehingga, ketika dia merasa tidak paham, akan dengan mudah menggerutu, mengumpat dan banyak yang menyalahkan sang kyai. Semua itu karena kurangnya rasa tawakkal kepada Allah ta’ala.

Baca Juga : PBNU Minta Pemerintah Prioritaskan Vaksinasi di Pesantren

Selain itu, doa tersebut juga memohon agar dimuliakan dengan pemahaman yang didapat. Terkadang orang menjadi berilmu bukan menjadi mulia tapi justru menjadi hina. Semua itu karena orang tersebut terjebak kepada rasa takabbur atau riya’. Oleh sebab itu, sedikit sekali orang berilmu yang mulia karena keilmuannya.

Setelah membacakan doa itu, kyai biasanya membacakan sanad secara mutawattir, dari siapa ijazah kitab yang dibacakannya itu diterima. Inilah genealogis keilmuan yang dibangun Ulama Nusantara, tidak serta merta mengajarkan dalil begitu saja. Melainkan selalu terhubung antar guru dan guru-gurunya.

Begitulah khazanah keilmuan Pesantren, yang masih tetap konsisten hingga saat ini. Yang tentu saja berbeda dengan khazanah keilmuan di sekolah-sekolah formal atau universitas sekalipun.

Wallohu a’lam bis showab

*) Pengasuh PP. Darul Muhajirin Pandansari Ajibarang-Banyumas.

Tulisan sebelumnyaSukses ‘NU Sokaraja Peduli’, Ini Rahasianya…
Tulisan berikutnyaPedoman Lengkap Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Sesuai Prokes

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini