Hadir dalam Seminar Nasional di UIN Saizu, Sekjen Kemenaker RI Beberkan Peta Ketenagakerjaan Indonesia

PURWOKERTO, nubanyumas.com – Kementerian Ketenagakerjaan RI merilis gambaran terbaru mengenai kondisi ketenagakerjaan nasional berdasarkan data Sakernas BPS Februari 2025.

Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi pekerjaan rumah besar dalam meningkatkan kualitas pekerjaan, menurunkan tingkat pengangguran di kelompok berpendidikan menengah, serta memperluas kesempatan kerja formal.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Prof. Cris Kuntadi menyebutkan, dari total 216,79 juta penduduk usia kerja, sebanyak 153,05 juta masuk dalam kategori angkatan kerja. Dari jumlah tersebut sebanyak 145,77 juta orang telah bekerja dan 7,28 juta orang dalam posisi menganggur.

Hal itu dia sampaikan saat Seminar Nasional “Transformasi Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Mendukung Visi Indonesia Emas 2045 dalam Program Asta Cita Presiden RI” di Auditorium Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto pada hari Selasa, 9 Desember 2025.

Seminar Nasional tersebut dibuka secara resmi oleh Rektor UIN Saizu Purwokerto, Prof. Ridwan. Turut hadir, Chairman Mubarok Institute, Fadhil As Mubarok, Vice President Mubarok Institute Prof. Sulkhan Chakim serta para narasumber.

Antara lain Guru Besar UIN Saizu Purwokerto, Prof. Nur Kholis Setiawan, Dewan Pakar Mubarok Institute, Prof. Sylviana Murni dan Jumeri selaku Widyaprada Ahli Utama di Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Menurut Prof. Cris, terdapat 63,74 juta penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja, terdiri dari: 16,78 juta masih sekolah, 38,29 juta mengurus rumah tangga dan 8,67 juta masuk kategori pensiun dan lainnya.“Angkatan kerja indonesia terus meningkat, namun penyerapannya harus dibarengi dengan penciptaan pekerjaan yang layak dan produktif,” jelasnya.

Dominasi Pekerja Informal Masih Tinggi: 56,57%

Data menunjukkan bahwa komposisi pekerja Indonesia masih didominasi sektor informal Sektor Formal: 38,67%, Sektor Informal (termasuk setengah menganggur): 56,57% dan Pengangguran: 4,76%. Dominasi informal ini menjadi tantangan dalam peningkatan perlindungan sosial dan produktivitas tenaga kerja.

“Mayoritas pekerja kita masih berada di sektor informal yang rentan. Perlu percepatan formalitas, peningkatan skill, dan akses jaminan sosial,” tegas Prof. Cris. Jika dilihat dari pendidikan, angkatan kerja Indonesia tersusun sebagai berikut SD & SMP: 52,72%, SMK/SMA: 34,29% dan Universitas/Diploma: 12,99%.

Komposisi ini memperlihatkan bahwa lebih dari separuh angkatan kerja berada pada tingkat pendidikan menengah ke bawah faktor yang mempengaruhi akses terhadap pekerjaan formal. Data status pekerjaan per pendidikan menunjukkan ketimpangan yang signifikan:

1. Universitas
Persentase Formal 76,2%
Persentase Informal 17,6%
Pengangguran 6,2%
Jumlah Pengangguran 1.010.652

2. Diploma
Persentase Formal 67,9%
Persentase Informal 27,3%
Pengangguran 4,8%
Jumlah Pengangguran 177.399

3. SMK
Persentase Formal 54,5%
Persentase Informal 37,5%
Pengangguran 8,0%
Jumlah Pengangguran 1.628.517

4. SMA
Persentase Formal 44,9%
Persentase Informal 48,8%
Pengangguran 6,3%
Jumlah Pengangguran 2.038.893

5. SD & SMP
Persentase Formal 23,3%
Persentase Informal 73,3%
Pengangguran 3,0%
Jumlah Pengangguran 2.422.846

Kelompok lulusan SMA (2,03 juta) dan SMK (1,62 juta) menjadi penyumbang terbesar pengangguran terbuka. Meskipun lulusan perguruan tinggi memiliki tingkat formalitas tinggi, jumlah penganggurnya tetap mencapai 1,01 juta orang.

Prof. Cris menekankan “Fenomena tingginya pengangguran di lulusan SMA dan SMK menunjukkan bahwa link and match dunia pendidikan dan industri harus lebih diperkuat. Kurikulum harus adaptif, lebih banyak praktik, dan selaras dengan kebutuhan dunia kerja.”

Kebutuhan Kerja Layak Semakin Mendesak

Data ini menunjukkan bahwa tantangan utama ketenagakerjaan Indonesia berada pada tiga area strategis:

1. Tingginya Pekerja Informal
Lebih dari separuh tenaga kerja tidak memiliki perlindungan yang memadai.

2. Kesenjangan Keterampilan
Smaller share lulusan perguruan tinggi menuntut peningkatan kompetensi seluruh jenjang pendidikan.

3. Pengangguran di Pendidikan Menengah
Kelompok usia produktif paling besar justru paling rentan menganggur.

Menanggapi kondisi tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan komitmennya pada:

⦁ Ekspansi program upskilling dan reskilling melalui micro-credentials
⦁ Perluasan pemagangan industri terintegrasi
⦁ Penguatan sistem informasi pasar kerja berbasis data
⦁ Mendorong UMKM untuk masuk ke rantai pasok formal
⦁ Peningkatan kerja sama dengan perguruan tinggi dan SMK

“Pekerjaan layak harus bisa diakses semua kelompok pendidikan. Data ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk mendorong transformasi ketenagakerjaan yang lebih inklusif,” tutup Prof. Cris Kuntadi.

Tulisan sebelumnyaIPPNU Purwokerto Timur Terima Kunjungan Studi Siswa SMAN 2 Purwokerto
Tulisan berikutnyaKompak! PCNU se-Banyumas Raya Dukung Adanya Islah di PBNU

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini