Beberapa Alasan Haji Metaverse Tidak Sah

Haji Metaverse

PURWOKERTO, nubanyumas.com – Metaverse adalah media yang mengkolaborasikan antara dunia nyata dan dunia maya, di metaverse seseorang dapat berinteraksi secara virtual. Nah, Haji Metaverse berarti seseorang yang berhaji tetapi dilakukan dari rumah, dengan menghadirkan Ka’bah secara virtual.

Haji menggunakan metaverse muncul saat pemerintah Arab Saudi membuat proyek besar kunjungan Baitul Haram dengan cara tidak datang ke Arab, pada acara peluncuran Virtual Black Stone Initiative pada pertengahan Desember 2021 lalu. Lalu apakah Haji model seperti itu sah?

Pertanyaan tersebut dilemparkan Agus Salim, Dosen Hukum Syariah UNU Purwokerto, untuk mengawali Diskusi Terbuka dengan tema ‘Meninjau Keabsahan Haji Virtual Via Metaverse Menurut Hukum Islam’, yang diadakan Himpunan Mahasiswa Syariah Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, Jumat (18/2) sore, di aula kampus UNU Purwokerto.

“Jika suatu saat nanti pemerintahan Arab Saudi mengkonfirmasi kebijakan Haji virtual ini secara resmi, saya kira kita harus melihat kembali klasifikasi Ibadah, lalu definisi Haji, dasar Haji harus dilakukan pada tempat tertentu dan juga dam dalam Haji yang juga dilakukan pada tempat tertentu,” ujarnya.

Agus melanjutkan, salah satu alasan Haji Metaverse tidak sah karena Haji termasuk ibadah mahdhah. Yang tidak dapat diubah karena, dalilnya jelas dan merupakan ibadah yang sangat prinsip. Ibadah mahdhah tersebut terdapat dua karakter, yaitu yang terikat waktu saja seperti shalat dan terikat waktu dan tempat seperti Haji.

Semua rukun Haji memiliki tempat, seperti awal Ihram, dimana setiap hujaj (orang Yang Haji) harus memulai ihramnya dari mikat tertentu. Wukuf tidak boleh di sembarang tempat, wukuf harus dilakukan di arafah begitu juga rukun lainnya, Tawaf, Sai sampai dengan Tahalul, semuanya ada dalil qat’i-nya yang tidak bisa dinego untuk dilakukan di tempat lain, lanjutnya.

Baca Juga : Mbah Hasyim Pernah Larang Ibadah Haji

Pertimbangan lain kenapa Haji metaverse tidak dianggap sah, kata Agus, tata cara haji dan shalat itu dipraktikkan oleh Rasulullah secara langsung. Ketika shalat Rasulullah mengatakan Shollu kama raitumuni Usholi, kemudian dalam hadist kita dapat menemukan 18 rukun. Begitu juga dengan haji, dalam haji Rasulullah mengatakan hal yang hampir sama yakni Khudzu anni manasikakum sehingga seolah tidak memungkinkan tata cara haji diubah dengan menggunakan metaverse atau membuat miniatur sekalipun.

Dalam acara diskusi ini Agus menyarakan, agar masyarakat bersabar menunggu pandemi selesai jika ingin berhaji. Selanjutnya ada masalah yang harus di pecahkan oleh pemerintah terkait terbatasnya kuota Haji di Indonesia. Ia berharap pemerintah membatasi kepergian calon hujaj yang telah berhaji agar mereka tidak berhaji dan mendahulukan masyarakat yang belum pernah berhaji.

Kontributor : Hasyim

Tulisan sebelumnyaBerdua Saja dengan Mbah Yusuf
Tulisan berikutnyaSalah Paham Tentang Ibadah

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini