(Di mana) Ada (Banyak) Orang Baik di Kala Pandemi

PENGAMEN BUTA : Seorang pengamen buta dituntun warga di Jalan Masjid barat Alun-Alun Purwokerto yang sepi saat PPKM Darurat dua minggu lalu.

ADAKAH orang baik di negeri yang dirundung berita tentang korupsi termasuk di kala pandemi ini? Bahkan bantuan sosial dikorupsi pula. Jawabannya ada. Dimulai dari kata ada inilah, banyak fakta yang harus dibeber untuk mendukungnya.

Di mana ada orang baik? Di Purwokerto, tepatnya di barat alun-alun Purwokerto ketika PPKM Darurat baru saja dimulai, jelang waktu isya di tengah sepinya jalan Masjid, saya melihat seorang tukang parkir, tergopoh menuntun pengamen buta. Pengamen buta yang menyangklong gitar penuh tambalan lakban dengan tangan kiri memegang nasi bungkus.

Ya, di tangan kiri pengamen buta itu ada nasi bungkus bukti masih ada orang baik yang memberinya karena masih ada rasa belas kasih. Ada uang di dalam plastik hitam milik pengamen buta yang berisi uang entah berapa, yang pasti hasil dari mengamen di tengah ‘Kota Mati’ akibat pandemi.

Ada lagi pemandangan di atas Jembatan Kober tepatnya di jembatan timur atas Stasiun Kota Purwokerto. Tepatnya Hari Jumat lalu, seorang perempuan pengendara motor matik berhenti tepat di depan seorang lelaki tua pemanggul karung goni putih pemulung benda rongsok atau sampah plastik yang seringan kapas. Usai menghentikan, perempuan yang memakai masker itu merogoh karung putih yang  di bawanya.

Dari jauh terlihat mereka bercakap sebentar, dan dengan jelas uluran tangan si perempuan mengambil tiga bungkus sterefoam berisi nasi. Sungguh pemandangan bagus di tengah panas yang terik dan tak lama setelah itu terdengar mobil ambulans dengan tergesa melintas dengan raung sirine yang sudah tak asing lagi dipedulikan sang pemulung.

Belum lagi aksi sosial di dunia maya yang digalakkan oleh para milenial, mulai dari kitabisa.com ataupun gerakan dari grup grup media sosial. Gerakan penyediaan logistik makanan bagi pasien Covid-19 isoman, bantuan kiriman oksigen, atau donor plasma konvalesen, sedekah gantung, dan lainnya. Meski bergerak dengan dunia maya itu hasilnya nyata.

Di Kota Purwokerto, ada cerita juga dari mahasiswa magang di media, mewawancarai tentang nasib seorang kakek pedagang makanan camilan di pinggir jalan. Setelah ditanya berapa untung yang didapat dari berjualan makanan camilan yang tak seberapa ini? Jawab si pedagang tua itu, tak seberapa.

Seberapapun hasil penjualan camilan itu, ia berikan kepada bosnya. Dan laku atau tidak laku, seberapapun atau tidak seberapapun, Si Bos yang misterius itu akan tetap memberikan Rp 50 ribu pada si tua pedagang itu. Padahal jumlah camilan yang dipajang di pinggir jalan itu tak mungkinlah mencapai harga Rp 50 ribu. Sungguh baik si Bos camilan yang memberdayakan si tua pekerja keras itu.

Di desa-desa yang sederhana, bagi orang-orang desa yang tak mengenal dunia maya, kebaikan itu masih terjaga sepolos hawa gunung yang masih melingkupi mereka. Mereka berbahagia menerima bantuan sembako dari pemerintah. Ada beras, kentang, telur, daging, tempe, tahu dan sebagainya. Mereka berterimakasih, mungkin mereka tak sampai berprasangka apalagi menimbang ulang apakah bantuan mereka disunat. Volumenya sesuai atau tidak?

Dua bulan bantuan sembako itu dua hari kemarin diterimakan mereka. Tak semuanya mereka makan untuk keluarga mereka sendiri. Mereka masih berbahagia jika tetangga yang tak menerima bantuan, mereka berikan meski ‘setempuran beras, seliwetan sega, seblondo endhog, patang gethil kentang’ dan sebagainya. Mereka tak serakah mengambil semua.

Setelah mereka mendapatkan rejeki mereka langsung sisihkan. Ya memberi, menyisihkan selagi ada, dimakan bersama di waktu yang mungkin sama. Bukan diberikan setelah mereka kenyang terlebih dulu, atau memberikan setelah dirasa lebih.

Secara hakikat mereka sebenarnya telah menghayati apa arti berbagi. Ya, sepintas akan sangat tipis perbedaan ‘BERBAGI’ atau ‘MEMBUANG’. Kalau berbagi itu, ia mendapatkan rejeki langsung disisihkan untuk diberikan. Kalau membuang itu, memberikan setelah ada sisa dan diberikan nanti setelah lebih, kalau dirasa kita tak berkurang diri.

Di masa pandemi, ini apakah ada orang baik. Ah, masih banyak orang baik. Di mana? Di mana-mana masih ada.

Tulisan sebelumnyaStatus Positif Itu Munculkan Rasa Takut
Tulisan berikutnyaVirtual! Muslimat Patikraja Doakan 60 Ahli Kubur Lebih

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini