Imam Syafi’i atau lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Muthtalibi Al-Qurasyi adalah seorang Mujtahid yang terkenal cerdas dan brilian. Imam Syafi’i dilahirkan di Askelon (asqalan), Gaza, Palestina pada tahun 767 M atau 150 Hijriyah dan wafat di Fustath (Cairo) Mesir pada tahun 820 M atau 205 Hijriyah.
Imam Syafi’i bertemu Nasab dengan Rasulullah Muhammad SAW dari jalur kakeknya Abdil Manaf. Ayahnya adalah Idris bin Abbas dan ibunya bernama Fatimah Al-Azdiyyah.
Masa kecil Imam Syafi’i terbilang luar biasa, karena ia sudah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sebelum usia tujuh tahun. Tak hanya itu, Imam Syafi’i pun dapat menyelesaikan hafalan Kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik sebelum usianya genap 10 tahun. Ini menandakan betapa cerdas Imam Syafi’i yang sejak kecil sudah terlihat. Maka tak heran jika ia kemudian menjadi seorang Mujtahid yang brilian dan menjadi rujukan sebagian besar umat Islam di seluruh Dunia.
Selain menimba ilmu kepada ayahnya semasa kecil di Gaza, ia juga menimba ilmu langsung kepada Imam Malik bin Anas di Madinah. Selain di Madinah, Imam Syafi’i juga menimba ilmu di Makkah kepada Muslim bin Khalid Az-Zanji yang saat itu sebagai Mufti Makkah. Dari Muslim bin Khalid Az-Zanji inilah Imam Syafi’i diberikan izin untuk menyampaikan fatwa, padahal usianya saat itu masih 15 tahun.
Selain mengambil ilmu dari Muslim bin Khalid Az-Zanji, Imam Syafi’i juga berguru kepada Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar serta kepada pamannya sendiri yakni Muhammad bin Ali As-Syafi’i (Syafi’i adalah nama keturunan yang diambil dari nama kakek buyutnya). Ada pula nama Sufyan bin Uyainah dalam daftar guru-guru beliau.
Setelah dirasa cukup menimba ilmu di Makkah dan Madinah, Imam Syafi’i berpindah ke Yaman, mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin serta Hisyam bin Yusuf Al-Qadli. Tidak cukup sampai ke Yaman saja, beliau Imam Syafi’i melanjutkan pengembaraan ilmiahnya ke Baghdad.
Di Baghdad ia bertemu Muhammad bin Hasan yang menjadi guru Khalifah Al-Rasyid. Selain kepada Muhammad bin Hasan, ia juga mengembara mencari ilmu kepada Ismail bin Ulayyah dan Abdul Wahhab Al-Tsaqafi.
Di Baghdad inilah, Imam Syafi’i menulis Madzhab Qadhim nya sebelum akhirnya ia ke Mesir dan menulis Madzhab Jadidnya. Kedatangan Imam Syafi’i ke Mesir pada tahun 198 Hijriyah merupakan tonggak sejarah munculnya dua penulisan Madzhabnya yang kemudian dikenal dengan Madzhab Qadhim dan Jadid dalam Ijtihad Fikihnya.
Selama menetap di Mesir, ia banyak menulis karya tulis yang sebagian besar menjadi referensi yang dibaca hingga sekarang. Diantara karyanya yang ditulis di Mesir adalah Kitab Al-‘Uum yang menunjukkan kepiawaian beliau dalam menggabungkan pemahaman Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan logika Ar-Ra’yu.
Imam Syafi’i wafat di usia yang relatif muda, yakni pada usia 54 tahun. Ia wafat di Cairo pada bulan Rajab tahun 205 Hijriyah dan dimakamkan di Qarrah Al-Sughra yang lebih dikenal dengan nama Hay Al-Syafi’i.
Lokasi yang dijadikan pemakamannya adalah tempat yang biasa ia gunakan sebagai madrasahnya dalam mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya.
Di lokasi makamnya inilah yang di kemudian hari dibangun sebuah Masjid dengan nama Masjid Syafi’i dan letak makamnya berada di tengah-tengah Masjid.
Masjid Syafi’i dibangun oleh Pangeran Abdurrahman Kadkhuda pada tahun 1157 Hijriyah. Kemudian dilakukan pemugaran lagi pada masa Taufik Pasha di tahun 1303 Hijriyah.
Pintu masuk menuju makam berada di sebelah kanan posisi Masjid, yang melewati Makam Syaikh Zakariya Al-Anshari yang merupakan ulama pengikut Madzhab Imam Syafi’i meskipun tidak pernah bertemu dengan Imam Syafi’i sang idola.
Kubah Masjid Syafi’i merupakan pemberian Sultan Shalahudin Al-Ayyubi, karena di samping Makam Imam Syafi’i dimakamkan Permaisuri Shalahudin Al-Ayyubi yang bernama Malikatu Al-Syams dan putra beliau Al-Azis Usman serta makam ibunda beliau Al-Malik Al-Kamil Sultan Sholahudin Al-Ayyubi. Lebih jauh tentang ziarah peninggalan Sultan Sholahudin Al-Ayyubi, akan ditulis pada artikel lainnya.
Tak jauh dari lokasi Makam dan Masjid Imam Syafi’i, sekitar 200 meter arah utara terdapat Makam salah satu Guru Imam Syafi’i yakni Imam Waqi’ bin Al-Jarrah. Kawasan makam Imam Syafi’i saling berdampingan dengan jarak yang tak terlalu jauh beberapa makam ulama-ulama mu’tabarah yang tidak asing di kalangan pesantren.
Di sekitar makam Imam Syafi’i terdapat Makam Syaikh Jalaludin Al-Suyuthi (salah satu penulis Tafsir Jalalain bersama Jalaludin Al-Mahalli), Makam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam Laits, Rabiah Al-Adawiyah dan Sahabat Uqbah bin Umar.
Kompleks kawasan ini memang menjadi pusatnya Makam Auliya di Cairo. Sehingga ramai dikunjungi peziarah. Setidaknya, jika anda berada di Cairo maka anda akan sangat sering berziarah kepada makam-makam para Auliya Allah dan sebagian besar Dzuriyah Nabi SAW generasi putra dan putri keturunan Sayyid Hasan dan Sayyid Husein. Belum lagi yang berada di Iskandariyah (Alexandria), Sinai dan Humaitsara. (*)