Tambang Batubara Untuk Menghidupi Organisasi, Sangat Tidak Bijak!

Tambang Batubara Untuk Menghidupi Organisasi, Sangat Tidak Bijak!
Tambang Batubara Untuk Menghidupi Organisasi, Sangat Tidak Bijak!

PC ISNU Banyumas kembali menggelar diskusi publik kedua sebagai penyikapan rencana PBNU menerima konsesi tambang batubara dari pemerintah.

Sebagai pemantik diskusi adalah Zulfatun Mahmudah, pengurus Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia.

Diskusi dilaksanakan secara daring agar bisa diikuti oleh para nahdliyyin dan masyarakat luas dari berbagai daerah.

Zulfatun mengawali diskusi dengan mengutip alasan Ketua Umum PBNU mau menerima konsesi tambang dari pemerintah.

Ketua Umum PBNU, Yahya Staquf, berujar bahwa NU merupakan organisasi yang besar sehingga membutuhkan logistik yang besar pula untuk roda organisasi.

Baca juga: Akademisi Universitas Indonesia: 3 Masalah Pada Cara Pandang Gus Ulil Mengenai Konsesi Tambang

Zulfatun menilai pernyataan ini sangat tidak bijak, mengingat aktifitas tambang memerlukan kalkulasi biaya yang cukup besar.

Ada modal awal yang perlu disiapkan untuk jaminan reklamasi, eksplorasi awal, pembangunan infrastruktur pendukung, dan perlengkapan produksi.

Semua ini membutuhkan biaya mencapai miliaran rupiah, apa betul NU sanggup mengeluarkan modal awal sebesar ini?

Zulfatun menyinggung pernyataan Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf, yang menggampangkan urusan pengadaan modal.

“Bisa dari perbankan, dari mana saja nanti, dari mana saja bisa”, demikian pernyataan Saifullah dikutip dari detik.com.

Saifullah juga berujar bahwa PBNU akan bekerjasama dengan kontraktor untuk pengelolaan tambang.

Ini berarti NU tidak benar-benar menjadi pengelola, NU hanya lebih berperan sebagai makelar konsesi yang menjual ke pemilik modal.

Zulfatun menyoroti tata kelola tambang yang selama ini dikerjakan oleh para kontraktor dan pengusaha, rentan dengan praktik kotor dari segi sosial dan lingkungan.

Hal ini sangat beresiko bagi NU jika memiliki mitra kontraktor yang menciderai asas kemanusiaan dan berdampak buruk pada lingkungan.

Karena yang akan diperkarakan secara hukum bukanlah kontraktor, namun pihak pemilik konsesi.

Zulfatun mengingatkan PBNU agar juga memikirkan hal buruk yang akan terjadi, bukan semata memikirkan seberapa besar keuntungan tambang batubara.

Baca juga: Dosen Ilmu Lingkungan UNU Purwokerto: Wilayah Pertambangan Rentan Konflik Sosial dan Pencemaran

PBNU perlu mempertimbangkan nilai komisi yang diperoleh, apakah sebanding dengan resiko keruntuhan reputasi NU yang malah tidak berpihak pada umat?

Masihkan Batubara Menjadi Bahan Energi Utama?

Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa tambang batubara? Tidak mineral lain seperti emas, nikel, atau timah.

Semenjak dunia global mendorong peningkatan energi terbarukan, batubara semakin mengalami penurunan harga.

Negara penghasil batubara seperti India dan China bahkan sudah mulai mengurangi penambangan batubara.

Sebagai gantinya, mereka mengimpor batubara dari Indonesia.

Di tengah isu energi terbarukan, sungguh sangat tidak masuk akal NU baru akan memulai tambang batubara.

Seharusnya NU menginisiasi penggunaan panel surya, kincir angin, atau pembangkit listrik tenaga air berbasis kerakyatan.

Baca juga: Profesor Lingkungan Unsoed: Residu Batubara Menurunkan Tingkat Kecerdasan Anak

PBNU seyogyanya berpikir ulang mengenai risiko panjang yang membayangi industri pertambangan.

Bisnis pertambangan membutuhkan waktu setidaknya lima tahun untuk bisa mengakumulasi keuntungan.

Apakah dalam jangka waktu itu, PBNU bisa menjamin bahwa PP No 25 tahun 2024 mengenai konsesi tambang untuk ormas keagamaan tidak akan dianulir?

PBNU juga perlu mempertimbangkan potensi konflik horizontal dengan masyarakat sekitar tambang, masyarakat adat, dan keterlibatan kelompok yang memiliki kuasa dan kepentingan.

Tambang batubara bukan sekedar perdebatan fikih, namun membutuhkan analisis bisnis yang matang, kalkulasi jangka panjang, dan pemetaan RISK, ISSUE, serta CRISIS.

Tulisan sebelumnyaKhutbah Jum’at: Bahaya Judi Perspektif Al Qur’an
Tulisan berikutnyaMahasiswi Yang Merokok Cenderung Alami Krisis Psikososial

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini