Surat Terbuka ‘Nahdliyyin Kampung’ untuk Rais ‘Am PBNU

Dalam satu bulan terakhir, PBNU sedang tidak baik-baik saja. Sekali lagi, PBNU. Pemantik ‘formalnya’ dimulai 20 November saat beredar catatan hasil rapat harian Syuriyah PBNU, dengan tanda tangan KH Miftahul Akhyar, dimana salah satu poinya meminta Ketum PBNU Gus Yahya ‘mengundurkan diri’.

Yang barangkali luput dari ‘kesadaran’ para petinggi PBNU adalah nasib warga nahdliyyin. Ya. Kalau kiai kampung menyebut istilah, warga NU (nahdliyyin) ‘kaya gabah diinteri’ (kaya padi yang sedang dipilah diputer-puter pakai nampan bambu). Bingung. Tidak ‘nyandak’ melihat gegeran para elit. Sementara ‘sampah informasi’ bertebaran, semakin memperkeruh suasana.

Dengan ini, izinkan, kami sebagai ‘nahdliyyin kampung’ dari akar rumput menulis surat terbuka untuk Rais ‘Am PBNU, KH Miftahul Akhyar. Tentu, ini adalah ‘cara sowan’, cara matur, sekaligus wujud mahabbah kami pada NU, dan pemegang mandat tertinggi.

Bismillahirrahmanirrohim..
Laahaula walaquwwata illa biLlahil ‘aliyyil ‘adzim..

1. Dengan segala hormat dan ta’dhim, izinkan saya sebagai warga Nahdliyin di lapisan bawah menyampaikan kegelisahan yang kini dirasakan banyak jamaah. Kegaduhan di tubuh PBNU beberapa hari terakhir bukan hanya menjadi percakapan elite, tetapi juga menimbulkan keresahan hingga ke mushala, majelis taklim, dan kampung-kampung NU.

2. Kami menulis bukan untuk menggurui. Mustahil murid menasehati gurunya. Namun tradisi NU mengajarkan tabayyun dan tawaṣāu bil-ḥaqq, saling mengingatkan demi kemaslahatan jam’iyyah. Suara arus bawah ini lahir dari kecintaan, bukan dari keberanian yang tak pada tempatnya.

3. Publikasi catatan rapat harian yang kemudian menyinggung posisi Ketua Umum PBNU, apalagi sampai ditafsirkan sebagai “pemberhentian”, telah mengejutkan banyak warga NU. Bukan hanya karena isinya, tetapi karena cara penyampaiannya yang terasa tidak biasa bagi NU yang selama ini identik dengan ketenangan dan kebijaksanaan.

4. Kami tidak menyoal kewenangan Rais ‘Am. Yang menjadi perhatian adalah gaya langkah yang terasa kurang mencerminkan nilai keteduhan dan kehati-hatian para muassis. NU lahir dari tradisi para kiai sepuh yang penuh wara’, memelihara suasana, dan menghindari kegaduhan publik dalam urusan internal.

5. Ketika perbedaan pandangan pimpinan dibuka luas ke publik, fitnah dan spekulasi sulit dibendung. Masyarakat yang tidak memahami konteks organisasi akhirnya terombang-ambing oleh narasi liar yang muncul dari berbagai pihak. Ini bertolak belakang dengan karakter NU sebagai perekat umat.

6. Kami memahami dinamika internal adalah hal wajar dalam organisasi besar. Namun cara komunikasi yang muncul saat ini justru membuat jamaah bawah merasa terseret dalam konflik yang seharusnya hanya diselesaikan oleh para pemimpin di ruang tertutup. Para santri, ustadz kampung, hingga emak-emak majelis taklim bertanya-tanya: “Apa yang sebenarnya terjadi?”

7. Seberapapun mulianya tujuan, penyampaian yang kurang tepat dapat menimbulkan luka dan salah paham. Ini yang kini terasa di kalangan Nahdliyin: bukan kemarahan, melainkan kesedihan melihat pucuk pimpinan yang selama ini menjadi teladan justru tampak tidak satu suara di ruang publik.

8. Kami tidak membela siapa pun. Rais ‘Am tetap kami muliakan. Ketua Umum PBNU tetap kami hormati. Bagi warga, keduanya adalah panutan. Karena itu, kegaduhan ini menimbulkan kekhawatiran: jangan sampai NU yang menjadi benteng moderasi terbesar bangsa justru kehilangan keteduhan karena konflik internal.

9. Karena itu, kami memohon dengan penuh kerendahan hati: islah merupakan satu-satunya jalan terbaik. Islah yang bukan formalitas, tetapi islah yang menghadirkan kerendahan hati, keberanian menekan ego, serta keikhlasan mendahulukan jam’iyyah. Jika para pemimpin NU bersatu, insyaAllah jamaah akan kembali tenang, dan keberkahan para muassis kembali menaungi NU.

salam takdzim, 
Rujito, ‘nahdliyyin kampung’, tinggal di sudut salah satu desa di Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia.

Tulisan sebelumnyaKhutbah Jumat: Empat Penghalang Dekat dengan Allah
Tulisan berikutnyaFatayat NU Ranting Jibaku Gelar Seminar “Menjadi Netizen Bijak” Berbasis UU ITE

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini