PEREMPUAN itu menangis di sudut salah satu rumah sakit di kota Purwokerto. Ia tidak mengira secepat itu suaminya akan meninggal. Pilek, batuk, dan demam, bagi dia bukanlah penyakit asing. Sejak dulu, dia merasa sudah terbiasa berdampingan dengan penyakit itu semua.
Jahe, bawang, kencur, adalah bagian jenis-jenis tanaman rumahan yang bisa menghantam pilek, batuk dan demam. Namun saat wabah corona melanda dunia ini, batuk, pilek dan demam, menjadi bagian dari gejala-gejala yang cukup mengerikan.
Hari Rabu, suaminya merasa badannya tidak enak. Ia menganggapnya biasa dan hanya masuk angin biasa, karena memang baru saja menerobos hujan saat mengantarkan dagangannya ke pelanggan.
Ia seperti biasa, menangani masuk angin sang suami dengan kerokan dan dikasih obat herbal serta telur ayam kampung. Namun ternyata sampai tiga hari belum juga sembuh.
Beberapa tetangga menyarankan untuk pergi ke dokter atau puskesmas terdekat. Karena desakan tetangga yang begitu kuat, akhirnya ia pergi ke Puskesmas. Melihat kondisi batuk, pilek dan demam, rapid test antigen pun dilakukan. Dan hasilnya Positif Covid-19.
Mendengar kata positif, suami perempuan itu bertambah lemas. Kondisi tubuhnya makin memburuk. Asam Lambung naik, dada makin sesak. Orang-orang sekitar menyuruh untuk segera dibawa ke rumah sakit. Tak ada kata lain, kecuali menuruti suruhan itu.
Sampai di rumah sakit, tak ada kamar yang tersedia. Perempuan itu bingung. Atas bantuan beberapa pengurus RT, pada akhirnya, ia mendapat ruangan. Ia segera swab PCR. Setelah itu kondisi makin memburuk. Dan saat maghrib tiba, ajalpun menjemput suaminya. Perempuan itupun menangis.
Saat itu tak ada yang menemani. Semua menjaga dirinya masing-masing. Tetangga dan saudara ragu untuk menjenguk. Kondisi pandemi, semua orang lebih berpikir menjaga dirinya masing-masing ketimbang menjenguk orang lain di rumah sakit. Apalagi hasil rapid test antigen dia juga positif. Yang pada akhirnya menambah ragu orang untuk menjenguk.
Jenazah sudah dikondisikan dengan prokes lengkap ala covid-19. Pemakaman akan dilakukan oleh tim khusus dan tinggal menunggu giliran. Namun tiba-tiba, ia mendapat kabar bahwa hasil Swab PCR tenyata negatif. Perempuan itu tambah lemas. Ada apa lagi ini? Dan peti jenazah pun di bongkar. Suaminya akan dimakamkan biasa, tidak dengan prosedur protokol kesehatan ketat.
Kabar tersebut menambah perempuan beranak empat itu terdiam. Kepanikan demi kepanikan tambah menumpuk. Ia ingat betul, ketika melihat perubahan wajah suaminya sesaat setelah mendengar bahwa, ia positif Covid tempo hari. Wajah suaminya saat itu berubah drastis. Pucat tak seperti biasa. Ada kepanikan yang tak bisa disembunyikan. Perempuan itu mengakui perubahan itu semua. Dan ia pun menyadari, jangan sampai kepanikannya berubah menjadi seperti kondisi suaminya. (*)
*) Ketua Tanfidz NU Ketenger Baturraden