Selamat Hari Lahir, 21 April…

Kartini lahir 21 april

Tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini, merujuk pada tanggal lahir seorang perempuan bangsawan Jawa bernama Raden Adjeng Kartini (RA Kartini) di Jepara, 21 April 1879, tepat hari ini 143 tahun yang lalu.

Kartini menjadi sosok perempuan yang dikagumi oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer, sampai-sampai ia menerbitkan sebuah buku yang khusus membahas tentang Kartini berjudul, Panggil Aku Kartini Saja.

Panggil Aku Kartini Saja menjadi salah satu karya Pram yang berisi tentang sejarah perempuan Indonesia. Dalam bukunya itu Pram mengungkapkan Kartini bukan hanya sekedar pejuang emansipasi saja.

Lebih dari itu, Kartini adalah pejuang nasionalisme, pendukung egalitarian dan pendobrak feodalisme.

Pendapat Pram dalam bukunya itu bukanlah hasil karangan, melainkan melalui sebuah penelitian yang menurut Savitri Scherer, dilakukan oleh Pram antara tahun 1958-1961.

Dalam sebuah sesi wawancara yang diterbitkan Majalah Playboy edisi April 2006 silam, Pram mengatakan seharusnya buku Panggil Aku Kartini Saja terdapat empat jilid, namun yang dua jilid terakhir tidak sempat terbit karena dirampas oleh Orde Baru.

Pram juga mengaku bahwa bukunya itu merupakan hasil penelitian atau studi lapangan yang dilakukan olehnya dengan menemui saudara-saudara Kartini. Pram juga mengaku memiliki buku keluarga Kartini yang ditulis dalam bahasa Jawa.

“Kartini itu luar biasa. Mendirikan sekolah dengan tenaga sendiri. Dia satu-satunya perempuan dengan pendidikan barat, waktu itu,” kata Pram.

Habis Gelap Terbitlah Islam

Kartini terlahir dalam keluarga priyayi, hal itu menjadikan Kartini tak mendapatkan pengetahuan agama yang memadai.

Dalam salah satu suratnya kepada Stella Zeehandelaar, pegiat feminis asal Belanda tanggal 6 November 1899, ia terang-terangan mengaku malas untuk membaca Al Quran.

“Sebenarnya agamaku agama Islam, hanya karena nenek moyangku beragama Islam. Manakah boleh aku cinta akan agamaku, kalau aku tiada kenal, tiada boleh mengenalnya? Quran terlalu suci, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa mana juapun. Di sini tiada orang yang tahu bahasa Arab. Orang diajar di sini membaca Quran, tetapi yang dibacanya itu tiada ia mengerti. Pikiranku, pekerjaan gilakah pekerjaan semacam itu, orang diajar di sini membaca, tetapi tidak diajarkan makna yang dibacanya itu.”

Namun pandangan Kartini terhadap Islam seketika berubah ketika ia bertemu dengan salah satu ulama tanah Jawa bernama Kiai Saleh Darat.

Kiai Saleh Darat bernama lengkap Muhammad Salih ibn Umar Al-Samarani. Ia juga merupakan guru dari dua ulama besar pendiri organisasi Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari.

Berkat ngaji kepada Kiai Saleh Darat itu, pandangan Kartini terhadap Islam perlahan-lahan berubah, bahkan semakin kukuh dengan agama yang dipeluknya itu.

“Yakinlah nyonya, kami akan tetap memeluk agama kami yang sekarang ini. Serta dengan nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama kami patut disukai.” tulis Kartini dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon tanggal 21 Juli 1902.

Selamat hari lahir, 21 April…

SUMBERHistoria
Tulisan sebelumnyaDimarahi Bidan
Tulisan berikutnyaNadhif, Peserta Istimewa Hafiz Indonesia 2022

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini