Sahabat seperjuangan NU…
Ragam kegaduhan bernada agama dan juga berbagai persoalan bangsa, akhir-akhir ini layak menjadi perhatian kita semua. Memilih diam atau bahkan tidak berbuat apa-apa bukan pilihan bijak atau tepat. Sebagai Kader NU, kita wajib senantiasa menyuarakan kebenaran, keadilan, kedamaian, kesejukan yang merupakan sifat dasar NU yang terbingkai dalam ke- Bhinneka Tunggal Ika dan ke-Islam-an yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Hal ini perlu disuarakan dengan lantang, tegas dan terus menerus.
Kita juga prihatin melihat sebagian dari generasi muda, yang nota bene calon penerus estafet kepemimpinan, masih belum mempunyai pegangan dan pedoman yang benar-benar kuat dan kokoh. Ironisnya, kondisi ini dimanfaatkan oleh beberapa kelompok untuk menggembosi dan kemudian merebut simpati para generasi muda NU.
Mereka mengemas aksinya dalam bungkus agama, ketidak-adilan, korupsi, dan sebagainya. Padahal, target mereka sesungguhnya adalah mengikis persatuan, melunturkan kekuatan dan bahkan ingin memperoleh legitimasi untuk berkuasa di masa yang akan datang. Bahkan, ada indikasi ormas tertentu berkeinginan kuat mengganti NKRI dengan faham lain.
Kelompok-kelompok itu sangat menyadari dan memahami bahwa keutuhan dan kekuatan NKRI selama ini didukung oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah warga NU. Oleh karena itu, mereka pun terus berupaya memecah belah NU dan menjadikannya agenda penting dari skenario besar untuk meruntuhkan NU dan juga NKRI.
Kuatnya NU secara kultural membuat mereka terus mencari cara lain untuk menjatuhkan NU melalui propaganda jargon TBC. Jargon ini terus didengungkan untuk melemahkan ajaran dan menggoyahkan pendirian warga NU, khususnya generasi muda dan orang awam.
Dengan memanfaatkan berbagai media, upaya semacam ini terus dilakukan secara konsisten dan lantang. Efektivitas nya pun mulai tumbuh dan bahkan berhasil membelokkan sebagian generasi muda NU. Bahkan, beberapa generasi muda NU yang hanyut oleh bujuk rayu mereka ikut berbalik menyerang NU.
Fakta ini menunjukkan bahwa sesuatu yang disampaikan secara continue dan konsisten, walaupun yang disampaikan adalah sesuatu yang salah, perlahan akan dianggap sebagai “kebenaran” dan kemudian dipedomani serta diikuti. Realitas ini sangat memprihatinkan dan juga layak menjadi pelajaran bagi perjuangan NU ke depan.
Sebagai insan yang terhimpun dalam ISNU dan diamanahi ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, insan ISNU harus segera merespon berbagai persoalan dan keresahan ini secara smart dan kemudian melakukan gerakan dengan cepat. Saatnya penguatan kesalehan sosial dan spiritual insan ISNU melalui optimalisasi ilmu sehingga bernilai da’wah yang menerangi dan membimbing pada kebaikan.
Fokus da’wah yang dimaksud bukan saja pada materi apa yang akan disampaikan pada ummat, tetapi juga perlu merumuskan cara yang tepat, alat yang efektif dan pola yang sesuai sasaran. Disamping itu, perlu pengukuran dampak dan kontrol konsistensi dalam menyuarakan.
Sejalan dengan itu, ISNU perlu meningkatkan intensitas dan kualitas kejuangannya. ISNU perlu merapatkan barisan dan bergerak dengan basis 3 (tiga) pilar utama, yakni: agama, ekonomi dan politik. 3 (tiga) pilar ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Agama saja tidak cukup, karena pengalaman menunjukkan agama bisa diruntuhkan oleh kekuatan ekonomi maupun politik. Lemahnya ekonomi akan membuat NU gampang dilumpuhkan, dikuasai dan dikendalikan oleh pihak lain. Lemahnya ekonomi juga membuat NU tidak memiliki daya yang cukup untuk berjuang dan memperjuangkan warganya.
Demikian halnya dengan politik dimana NU harus kuat dan memiliki pengaruh yang luas. Bila NU abai dengan politik, maka akan mudah dipolitisi, dikendalikan, diarahkan dan bahkan ditekan oleh pihak lain yang berkuasa. Saat itu terjadi, NU pun akan kehilangan kedaulatannya.
ISNU harus kuat dan terus berjuang menegakkan 3 (tiga) pilar tesebut agar berkemampuan mengendalikan keadaan, menentukan arah dan membimbing masyarakat sesuai ajaran ASWAJA.
Ini adalah saat yang tepat bagi NU untuk menampilkan kader yang mau berjuang secara total dan berani menyuarakan dengan lantang, tegas, kontinyu dan konsisten. Kader itu harus memiliki jejak hidup yang layak ditauladani, mempunyai latar belakang keilmuan yang kuat, istikomah dan mempunyai integritas. Fikiran dan tindakannya harus mencerminkan sosok negarawan yang selalu berpegang teguh pada ajaran ASWAJA dan berkomitmen tinggi menjaga NKRI.
Orang NU tidak boleh diam saja dan harus pro aktif ikut menjaga keamanan, kestabilan dan mengantisipasi hal-hal yang kurang baik dan berpotensi melahirkan ancaman di masa depan. Orang NU (bukan NU sebagai organisasi) harus berperan dan bahkan mendominasi dalam kehidupan politik sebagai salah satu media srategis dalam menguatkan ajaran ASWAJA. Jika tidak, bukan tidak mungkin suatu waktu NU didefenisikan sebagai organisasi terlarang karena dianggap penebar bid’ah, syirik, dan sebagainya.
Disamping itu, orang NU juga harus memiliki peran strategis dalam mengendalikan jalannya pemerintahan sehingga kesejahteraan masyarakat dalam arti seluas-luasnya selalu dan tetap menjadi arah dan fokus pembangunan.
Untuk tujuan besar itu, Orang NU harus siap tampil memimpin di depan. NU harus mengkader sosok negarawan itu di lingkar Nadhliyin dan kemudian mendorong untuk tampil memimpin. NU dengan populasi mayoritas warganya jangan sampai hanya dimanfaatkan pihak tertentu untuk meraih kekuasaan dan kemudian ditinggalkan begitu saja sesudah mereka sukses meraih kekuasaan itu.
Orang NU harus tampil memimpin sehingga memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam memastikan bahwa semangat kebangsaan, persatuan dalam keberagaman (baca: ke-Bhineka-an) senantiasa terjaga dalam semangat juang dan nilai-nilai ASWAJA. NU tampil memimpin bukan berarti haus kekuasaan, tetapi NU memimpin untuk memastikan pembangunan peradaban berlangsung dalam semangat ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an yang Rahamatan Lil ‘Alamiin sebagaimana termaktub dalam nilai-nilai dan ajaran ASWAJA.