PURWOKERTO, nubanyumas.com – Peraturan Daerah (Perda) merupakan seperangkat aturan perundang-undangan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dengan Bupati atau Wali Kota. Perda juga merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
Peraturan daerah memiliki kedudukan yang strategis, sebagai instrumen hukum yang dibuat oleh pemerintah daerah. Landasan konstitusional perda diatur dalam Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
Dalam laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (JDIH BPK RI) pada database peraturan, jika kita ketik Kabupaten Banyumas pada kolom pencarian akan muncul 450 data tentang perda yang ada di Kabupaten Banyumas. Salah satunya adalah perda No 10 tahun 2017 tentang pendidikan keagamaan non formal di Kabupaten Banyumas.
Maksud dibentuknya perda ini, pada (Bab II : Maksud, Tujuan dan Raung Lingkup) dijelaskan bahwa sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan keagamaan non formal di Banyumas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan jenis pendidikan keagamaan yang diatur dalam perda tersebut pada (Bab V : Jenis Pendidikan Keagamaan Non Formal) meliputi pendidikan keagamaan non formal Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu.
Sudah empat tahun berlalu sejak ditetapkan oleh Bupati Banyumas Achmad Husein, 5 Oktober 2017 silam, perda tersebut hari masih belum ada turunannya.
Sejarah Perda Pendidikan Keagamaan Non Formal
Peraturan daerah pendidikan keagamaan non formal merupakan perda inisiatif yang diusulkan komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyumas kepada (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) Bapemperda pada tahun 2015. Usulan awal perda, saat itu diberi nama perda madrasah diniyah.
“Dari komisi D saat itu mengusulkan perda madrasah diniyah. Ketua komisi D DPRD Banyumas saat itu Dwi Asih Lintarti,” kata Mantan Wakil Ketua DPRD Banyumas Slamet Ibnu Ansori kepada nubanyumas.com Kamis,(11/11/2021)
Usulan perda tersebut, lanjut pria yang akrab disapa Slamet IA, saat itu banyak mendapat penolakan oleh beberapa pihak dan proses pembahasan nya juga berjalan dengan sangat alot.
“Praktis yang saat itu langsung menerima dan mendorong usulan perda itu hanya fraksi PKB saja, yang lain menolak dan ada juga menerima dengan catatan-catatan tertentu,” lanjutnya.
Karena prosesnya pembahasan nya yang alot dan kerap menemui jalan buntu, sehingga memerlukan lobi-lobi politik lintas fraksi dan instansi agar perda tersebut bisa disepakati. Salah satunya dengan menemui Budi Setiawan, Ketua DPC PDIP Banyumas yang juga menjabat Wakil Bupati Banyumas saat itu.
“Dari Budi itulah kemudian muncul nama pendidikan keagamaan, sampai dalam pembicaraan dengan Budi saat itu, yang penting pendidikan keagamaan di Islam saja tidak apa-apa, kira-kira seperti itu,” terang Slamet Ia.
Akhirnya bergulir yang semula perda madrasah diniyah, menjadi perda pendidikan keagamaan, hingga akhirnya pada perkembangan selanjutnya berubah lagi menjadi perda pendidikan keagamaan non formal.
“Kemudian saat dirapatkan lagi, semuanya bisa menerima. Persetujuan bersama antara DPRD dengan Bupati itu lalu diajukan ke Provinsi untuk konsultasi. Dari Provinsi itu kemudian turun dan disahkan lah perda tersebut,” jelas pria asal Desa Pancurendang Ajibarang itu.
Baca Juga : Bupati Banyumas Diminta Segera Terbitkan Perbup Pendidikan Keagamaan Non Formal
Desakan Segera Keluarkan Perbup
Bak menanti jawaban dari perempuan yang tak kunjung diucapkan, membuat hati resah tak berkesudahan, perbup pendidikan keagamaan non formal yang tak kunjung dikeluarkan, membuat masyarakat jengah dan muncul desakan agar Bupati segera menerbitkan perbup dari perda yang sudah 4 tahun dibiarkan.
Forum Masyarakat Banyumas Menggugat (FMBM) yang dipimpin oleh KH Maulana Ahmad Hasan (Gus Hasan) Rabu,(10/11/2021) kemarin, dengan tanpa tendeng aling-aling mendesak Bupati Banyumas untuk segera menerbitkan perbup pendidikan keagamaan non formal. Desakan itu dilakukan karena sudah terlalu lama menunggu perbup diterbitkan, tapi Bupati tak juga segera menerbitkan nya.
“Sudah 4 tahun lamanya, perda No 10 Tahun 2017 tentang pendidikan keagamaan non formal menggantung tanpa kejelasan, mengingat kemanfaatan nya, kami meminta Bupati agar perda itu segera diundangkan atau dilaksanakan dan dijadikan perbup,” tegas Gus Hasan.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Kabag Kesra Setda) Kabupaten Banyumas Suwondo Geni, membenarkan jika perda pendidikan keagamaan non formal memang sudah ada sejak emat tahun yang lalu dan progres pembuatan perbup sudah dimulai sejak tahun 2019. Namun sayangnya pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19, sehingga fokus pemerintah saat itu hanya tertuju pada penanganan pandemi.
“Pada saat itu, menyusun agar perbup segera dikeluarkan Bupati, tentu kita perlu musyawarah dengan tokoh-tokoh agama,” kata Suwondo
Dari desakan itulah kemudian Bupati Banyumas merespon dengan meminta kepada jajaranya agar segera menyiapkan segala kelengkapan perbup, untuk secepatnya perbup bisa diterbitkan.
“Dalam bulan November ini, perbup diterbitkan,” tegas Husain.