Bagian dari militansi adalah sikap optimisme. Voltaire menyebutkan bahwa optimisme adalah kegilaan dari usaha keras dan cerdik dengan perspektif semua yang dihadapinya baik-baik saja. Hatta saat dalam kesempitan, tekanan dan kepahitan.
Orang yang militan, ia selalu optimis memandang kehidupannya. Kata Catherine Pulsifer, ia selalu punya cara terbaik dalam memandang hidup untuk menuju kesuksesan dan kebahagiaan.
Bagi orang yang militan, saat berhadapan dengan situasi apapun, maka lihatlah sisi baiknya dan bersikaplah optimis.
Sikap militansi adalah keyakinan yang mengarah pada pencapaian. Bagi orang yang militan, tidak ada yang bisa dilakukan tanpa harapan dan keyakinan.
Harapan dan keyakinan yang menjadi spirit yang tinggi dalam menginspirasi, memberi energi, dan menampilkan perjalanan hidup yang terbaik.
Harapan dan keyakinan yang akan mengarahkan pikiran pada kemungkinan-kemungkinan terbaik dan membantu untuk berpikir secara kreatif tentang masalah masa lalu dan pencapaian masa depan.
Nilai militansi plus insan ulul albab bagi kader pergerakan, merupakan energi positif dalam memaksimalkan potensi pikir dan dzikirnya untuk, “terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah Swt, Berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Tak lupa dialektika pergerakannya harus selalu berjalin kelindan dengan prinsip-prinsip aswaja, “tawassuth (pertengahan), tawazun (seimbang), ta’adhul (adil), dan tasamuh (toleransi).
Pesan kami untuk adik-adik pergerakan, bangunlah spirit, loyalitas, kelekatan emosional yang tinggi, tingkatkan nalar, perbaikan yang berkelanjutan, sabar dalam proses, dan teruslah melakukan ikhtiar keras dalam mencapai prestasi.
Bangun kolaborasi satu sisi, sisi yang lain teraplah menjaga konektifitas satu pijakan melalui “prinsip aswaja dan visi pergerakan”.