Milenialisasi Perunggasan

Milenialisasi Perunggasan

BERDASARKAN hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia per September 2020 mencapai 270.203.917 jiwa. Sementara dari hasil Sensus Penduduk 2020 juga mencatat mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Generasi Milenial. Proporsi Generasi Z sebanyak 27,94 persen dan Generasi Milenial sebanyak 25,87 persen dari total populasi.

Generasi Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2012 atau jika dikonversi dengan usia pada saat ini berkisar antara 9-24 tahun. Generasi Milenial adalah generasi yang lahir pada tahun 1981 sampai dengan tahun 1996 atau jika dikonversi dengan usia pada saat ini berkisar antara 25-40 tahun.

Jika dilihat dari sisi demografi, Generasi Milenial merupakan jumlah kelompok penduduk kedua terbanyak di Indonesia setelah Generasi Z, yakni berjumlah 69,38 juta jiwa. Generasi Milenial juga merupakan kelompok penduduk usia produktif yang selain melek teknologi juga secara fisik dan mental sedang dalam kondisi yang prima. Namun dari angka tersebut, Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, menyebutkan bahwa Generasi Milenial hanya menempati 29% dari total jumlah petani (di dalamnya termasuk peternak) di Indonesia. Artinya, sebagian besar petani/peternak di Indonesia masih didominasi oleh Generasi Baby Boomer dan Generasi X.

Melihat angka-angka tersebut, tentu ini menjadi pekerjaan besar bagi semua pihak agar regenerasi peternak di Indonesia tetap berjalan mulus. Akan tetapi, jika dilihat dari jumlah Generasi Milenial yang sangat besar, hal ini merupakan modal sangat besar untuk menyongsong masa depan perunggasan ke arah yang semakin maju dan berdaya saing. Ciri-ciri Generasi Milenial yang adaptif terhadap perkembangan teknologi, memiliki semangat berkolaborasi, cepat menyerap perkembangan ilmu pengetahuan tentu menjadi bekal yang sangat baik di era pasar persaingan bebas seperti sekarang.

Generasi Milenial melihat bahwa masalah klasik di industri perunggasan Indonesia di antaranya tata kelola niaga perunggasan yang sangat panjang serta kurang efisiennya proses budi daya yang berbuntut pada rendahnya daya saing. Hal itu secara perlahan tapi pasti akan ‘teratasi’ karena pola bisnis di masa depan akan berubah. Mayoritas penduduk Indonesia akan diisi oleh Generasi Milenial, Generasi Z, dan Generasi Post Gen Z yang seringkali tidak mau ribet dan ingin cepat selesai dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.

Seperti misalnya dari sisi budi daya, adanya digitalisasi memudahkan Generasi Milenial untuk berbudi daya unggas dari jarak jauh. Mereka (terutama Generasi Z) yang melek teknologi sejak dini sudah tidak gagap lagi jika dibanjiri teknologi terbaru. Adanya tawaran program digitalisasi budi daya dari perusahaan perunggasan, dengan cepat bisa diadaptasi. Sumber daya manusia di masa depan juga semakin mendukung untuk mengawinkan dua dunia ini (manusia dan teknologi).

Di sektor hilir perunggasan, Generasi Milenial banyak melakukan inovasi cara berbisnis kuliner hasil unggas yang dikemas secara kekinian. Mereka tidak harus memiliki tempat berdagang (restoran/kios), hanya berbekal dapur dan ponsel, bisnis sudah bisa dijalankan dari rumah. Mereka juga tidak harus mengeluarkan ongkos iklan dalam jumlah besar. Akun media sosial bisa dimanfaatkan sebagai media promosi yang jangkauannya bisa sangat luas. Sistem transaksi jual beli juga dilakukan secara daring, pengiriman produk kuliner ke konsumen pun menggunakan jasa transportasi daring.

Kemudahan ini juga didukung dengan perkembangan start up yang kian menjamur seperti lapak daring (E-Commerce), investasi daring (E-Investment), dan lain-lain yang penggeraknya adalah anak-anak muda milenial. Mereka berpikir bahwa jika bisa cepat kenapa harus dilama-lamakan. Misalnya mengenai aktivitas berbelanja, Generasi Milenial mulai enggan datang langsung ke toko swalayan. Mereka beranggapan bahwa jika hanya dengan rebahan di kamar, membuka ponsel, bertransaksi, kemudian dalam beberapa menit barang tiba di rumah, kenapa harus capek-capek keluar rumah dan panas-panasan di jalan. Dunia di masa depan akan seperti itu, mudah, cepat dan efisien.

Hadirnya lapak-lapak daring yang digawangi oleh Generasi Milenial secara pasti juga akan memutus rantai tata niaga perunggasan yang saat ini masih terlalu panjang. Sistem transaksi bisnis unggas di masa depan akan semakin pendek karena konsumen dengan produsen (peternak) jaraknya sangat dekat karena hadirnya lapak daring.

Belum lagi jika berbicara soal higienitas produk. Generasi Milenial dan generasi setelahnya memiliki kesadaran tinggi akan isu keamanan pangan sehingga ayam beku akan menjadi pilihan utama orang-orang dari generasi ini. Mereka sangat detail dalam membedakan produk yang berkualitas dengan yang tidak. Oleh karena itu, produk-produk ber-NKV dan bersertifikat halal adalah yang akan paling banyak dicari oleh generasi ini.

Charles Darwin, seorang naturalis dan ahli geologi Inggris yang terkenal dengan teori evolusinya pernah mengatakan bahwa bukan spesies terkuat yang bertahan hidup, juga bukan yang paling cerdas, tetapi yang paling responsif terhadap perubahan. Saat ini dunia sangat cepat berubah, maka berubahlah atau tersingkir oleh perubahan itu sendiri. (*)

Farid Dimyati
Warga NU Wangon, Pemimpin Redaksi di Majalah Poultry Indonesia. Dan Wakil Ketua Forum Media Peternakan Indonesia

Tulisan sebelumnyaOptimis! Ma’arif Banyumas Siap Membuka Pembelajaran Tatap Muka
Tulisan berikutnyaObat Itu Bernama Belaian Kasih

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini