Mantapkan Ketahanan Pangan : Muslimat NU dan UIN Saizu Purwokerto Gelar Pemberdayaan Berbasis Modersi Beragama

Suasana aula di Sokaraja, Ahad (15/6/2025) pagi itu terasa berbeda. Ratusan peserta duduk antusias, wajah-wajah perempuan desa memancarkan semangat belajar yang kuat. Mereka hadir dalam Workshop Pemberdayaan Masyarakat hasil kolaborasi Pusat Kajian Moderasi Beragama UIN Saizu dengan Muslimat NU Cabang Sokaraja. Tujuannya satu: membangun kapasitas masyarakat agar mampu berperan aktif dalam ketahanan pangan.

Workshop yang diikuti 100 peserta ini menghadirkan narasumber dari beragam latar belakang. Di antaranya, Hj. Siti Rosidah, S.Ag, (anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah). Ia menegaskan bahwa penguatan peran masyarakat tak bisa ditunda. “Ketahanan pangan tak cukup bicara soal beras dan sayur, tapi soal kesadaran, keterampilan, dan partisipasi. Di sinilah peran pemberdayaan,” ujar Kak Ros penuh keyakinan.

Hadir pula Ageng Widodo, M.A, dosen Pengembangan Masyarakat Islam UIN Saizu yang mengingatkan bahwa pendekatan holistik adalah kunci. “Pemberdayaan bukan program top-down. Ia harus melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, bukan sekadar penerima manfaat,” katanya dalam sesi pemaparan.

Turhamun, M.S.I, selaku Kepala Pusat Kajian Moderasi Beragama dan Pancasila UIN Saizu, menyebut workshop ini sebagai bentuk nyata sinergi antara perguruan tinggi dan masyarakat. Menurutnya, pembangunan SDM yang peduli dan berdaya menjadi prasyarat utama dalam lima elemen ketahanan pangan: ketersediaan, akses, kecukupan, penerimaan, dan agensi.

Bagi Siti Rosidah, keterlibatan perempuan dalam workshop ini adalah investasi jangka panjang. “Saya yakin, ketika perempuan desa diberi ilmu dan kepercayaan, perubahan itu akan lahir dari dapur hingga kebijakan,” ucapnya, disambut tepuk tangan peserta. Ia berharap kegiatan seperti ini bisa berlanjut secara berkala di berbagai titik.

Suasana workshop tidak hanya dipenuhi paparan serius. Ada juga sesi diskusi kelompok dan praktik sederhana pengelolaan lahan pekarangan, olahan hasil panen rumah tangga, hingga simulasi peran sebagai fasilitator desa. “Kita belajar jadi agen perubahan, dimulai dari rumah sendiri,” kata salah satu peserta.

Tak hanya berbagi ilmu, kegiatan ini juga mempererat relasi antar komunitas. Muslimat NU, dosen, mahasiswa, hingga warga biasa duduk satu ruang, bertukar pengalaman. Harapannya, dari sinilah tumbuh jaringan penggerak pemberdayaan yang berakar kuat di masyarakat.

“Saya tidak ingin ini berhenti sebagai workshop. Ini harus jadi awal gerakan,” tutup Siti Rosidah dengan nada mantap. Bagi para peserta, hari itu bukan hanya tentang pelatihan—tetapi tentang keberanian menanam harapan baru, untuk masa depan yang lebih berdaulat dan berkeadilan.

Tulisan sebelumnyaDanan Setianto: Koperasi Tumbuh, Pendamping Harus Bertambah

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini