Khutbah Jumat: Kemuliaan Menjadi Umat Nabi Muhammad SAW
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الََّذِيْ بَعَثَ رَسُـوْلَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَتْمـِيْمِ مَكَارِمَ اْلأَخْـلاَقِ. اَشْـهَدُ اَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَـرِيْكَ لَهُ اَلْمَلِكُ الْخَلاَّقُ, وَاَشْـهَدُ اَنَّ سَـيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُـوْلُهُ شَـهَادَةً تُنْجِى قَائِلَهَا مِنْ عَذَابِ يَوْمِ التَّلاَقِ. اَللَّهُمَّ صَـلِّ وَسَـلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ عَلَى اْلإِطْلاَقِ وَعَلَى آلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَنْ آمَنَ بِهِ وَاَحَـبَّهُ وَاشْـتَاقْ. أَمَّا بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَهُوَ رَبُّ الْفَلَقِ إِلَى يَوْمِ التَّلاَقِ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Pada kesempatan yang mulia ini, di atas mimbar, khatib mengajak kepada jamaah Jumat sekalian untuk selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, yakni dengan sungguh-sungguh menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena dengan takwa inilah Allah menjanjikan kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya.
Saat ini kita berada di bulan Rabiul Awal, bulan Maulid, bulan di mana manusia termulia akhlaknya dilahirkan, yakni Rasulullah Muhammad Saw. Maka sudah sepantasnya, kita sebagai umatnya, wajib untuk bersyukur dan bergembira atas kelahirannya, serta bershalawat kepadanya, karena hal tersebut merupakan nikmat yang agung.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Dicintai dan dimuliakannya Rasulullah Muhammad Saw oleh Allah Swt berdampak pada ikut dimuliakannya umat beliau. Dalam syariat Islam banyak ajaran yang menunjukkan betapa Allah begitu memuliakan umat ini dibanding dengan umat-umat sebelumnya, termasuk Bani Israil.
Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki di dalam kitabnya Syaraful Ummah Al-Muhammadiyyah menuturkan berbagai kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad Saw, di mana kemuliaan-kemuliaan itu tidak diberikan kepada umat Bani Israil. Di antara perlakuan Allah yang mengistimewakan umat akhir zaman ini adalah:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyambut Cahaya Maulid Nabi
Pertama, bila pakaian seorang Bani Israil terkena najis maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mensucikan kembali pakaian tersebut adalah dengan memotong bagian yang terkena najis. Bahkan menurut sebagian ulama, bila anggota badan seorang Bani Israil terkena najis maka ia mesti memotong bagian anggota badan yang terkena najis tersebut untuk mensucikannya. Ini berbeda dari umat Nabi Muhammad, di mana untuk mensucikan apa saja yang terkena najis Allah memerintahkan pensuciannya cukup dengan air, dan dengan debu untuk najis tertentu.
Kedua, bila seorang perempuan Bani Israil sedang mengalami haid atau menstruasi maka ia akan ditinggal sendirian di rumah. Mereka tidak diperbolehkan berhubungan, tinggal, dan makan bersamanya. Berbeda dari umat Nabi Muhammad yang diperbolehkan bergaul, makan bersama, tinggal serumah, dan juga tidur sekasur dengan istri yang sedang haid. Hanya saja mereka tidak diperbolehkan berhubungan intim dengannya.
Ketiga, ketika seorang Bani Israil melakukan tindak pidana pembunuhan maka satu-satunya hukuman yang diterapkan baginya adalah hukuman mati, baik pembunuhan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dalam hukum Bani Israil juga tidak diberlakukan diyat dalam kasus pembunuhan ataupun pencederaan terhadap anggota badan. Berbeda dari umat Nabi Muhammad, di mana Allah Swt memberikan keringanan bagi umat ini dalam hal pembunuhan. Dalam syariat Islam diberlakukan diyat sebagai pengganti qishash apabila keluarga orang yang dibunuh memberikan maaf bagi orang yang membunuh.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Keempat, ketika Bani Israil melakukan kesalahan berupa penyembahan terhadap sapi maka satu-satunya jalan untuk bertaubat adalah dengan cara membunuh diri mereka sendiri. Orang yang menyembah sapi menyerahkan diri kepada orang yang tidak menyembahnya untuk dibunuh. Dengan jalan seperti itu Bani Israil melakukan pertaubatan. Tidak hanya itu, ketika mereka melakukan sejumlah tindakan dosa tertentu pun cara taubatnya adalah dengan memotong anggota badan yang melakukan kesalahan tersebut. Lidah harus dipotong ketika mengucapkan kebohongan, kemaluan mesti dipotong manakala melakukan perzinahan, dan biji mata dicungkil ketika melihat perempuan yang bukan mahramnya. Berbeda dari umat Nabi Muhammad, di mana Allah Swt memberikan jalan yang mudah bagi mereka untuk bertaubat atas dosa-dosa yang dilakukan. Bahkan Allah Swt mengabarkan bahwa Ia akan menerima taubat dan memaafkan setiap kesalahan.
Kelima, bila salah seorang Bani Israil melakukan satu perbuatan dosa atau kemaksiatan maka di pagi hari akan ia temui di pintu rumahnya satu tulisan: “Si Fulan telah melakukan perbuatan dosa ini dan itu. Sebagai tebusannya adalah ini dan itu.” Tulisan ini dapat dibaca oleh siapa pun secara umum. Sedangkan umat Nabi Muhammad selalu ditutup-tutupi oleh Allah manakala melakukan perbuatan dosa. Allah Swt tidak membuka dan mengumbar kesalahan mereka kepada orang lain. Ia selalu menutup rapat kesalahan tersebut hingga terkadang justru pelakunya sendiri yang membuka aib dirinya.
Keenam, Allah tetap akan menyiksa Bani Israil yang melakukan perbuatan salah meskipun itu hanya merupakan kata hati mereka dan tidak dilakukan oleh anggota badannya. Dahulu mereka pernah mendatangi para nabi dan rasul yang diutus kepada mereka. Kepada para nabi dan utusan itu mereka memprotes atas syariat yang tetap akan menyiksa mereka atas apa yang dibatinkan oleh hati mereka meskipun tidak sampai dilakukan oleh anggota badan. Maka mereka mengkufuri syariat tersebut dengan mengatakan sami‘nā wa ‘ashainā (kami dengar namun kami membangkangnya).
Berbeda dari umat ini, ketika mereka mengetahui bahwa Allah Swt akan menghisab setiap perilaku baik yang berupa perbuatan anggota badan maupun yang berupa bisikan hati, umat Nabi Muhammad mengucapkan, “Kami mendengar, kami mematuhi, kami berserah diri dan percaya kepada Allah, malaikat, dan para rasul-Nya.” Maka kemudian Allah Swt mengabarkan bahwa Ia mengampuni (tidak akan menghisab) apa-apa yang dibatinkan di dalam hati. Allah hanya akan menghisab perbuatan yang secara nyata dilakukan oleh anggota badan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Manusia Bermanfaat
Ketujuh, dosa yang dihasilkan oleh Bani Israil karena salah dalam berbuat atau karena lupa tetap berisiko dengan disegerakannya hukuman atas dosa tersebut. Sebagaimana Allah telah mengharamkan suatu makanan dan minuman atas mereka sebagai hukuman atas suatu dosa yang mereka lakukan. Berbeda dari umat Nabi Muhammad, di mana Allah tidak menjatuhkan hukuman kepada mereka atas kesalahan, kelupaan, dan apa saja yang dilakukan karena terpaksa.
Kedelapan, Allah mengharamkan Bani Israil melakukan kegiatan-kegiatan duniawi di hari Sabtu sebagai hari raya mereka. Pada hari itu Bani Israil hanya diperbolehkan melakukan peribadatan kepada Allah saja. Maka ketika mereka melanggarnya dengan tetap berburu ikan di lautan Allah mengubah wujud mereka menjadi seekor kera. Sedangkan umat Nabi Muhammad tidak diperlakukan seperti itu oleh Allah. Mereka diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan apa pun meskipun di hari Jumat sebagai hari raya umat Islam. Baik sebelum maupun sesudah shalat Jumat umat Nabi Muhammad diperkenankan melakukan aktivitas duniawi tanpa ada ancaman hukuman apa pun dari Allah.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Kesembilan, bagi Bani Israil dan kaum yang lain penyakit thā‘ūn merupakan kotoran dan siksaan. Sedangkan bagi umat Nabi Muhammad, penyakit thā‘ūn dijadikan oleh Allah sebagai rahmat dan kesyahidan bagi mereka.
Kesepuluh, ada beberapa makanan yang diharamkan oleh Allah bagi Bani Israil. Beberapa makanan itu di antaranya adalah setiap binatang yang memiliki kuku dan lemak yang ada pada binatang, keduanya haram bagi Bani Israil. Keduanya diharamkan oleh Allah sebagai hukuman bagi mereka karena perilaku mereka yang berbuat zalim, menentang, dan mempermainkan syariat Allah. Adapun umat Nabi Muhammad, Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik tanpa kecuali, dan mengharamkan atas mereka setiap yang jelek.
Kesebelas, ketika Bani Israil mendapatkan barang rampasan perang (ghanimah), mereka diharamkan untuk mengambil dan membagikannya. Yang diperintahkan kepada mereka adalah mengumpulkan barang rampasan itu, lalu akan turun api dari langit yang menyambar dan membakarnya sebagai tanda bahwa diterimanya peperangan yang mereka lakukan. Sedangkan umat Nabi Muhammad diperbolehkan mengambil dan memanfaatkan barang rampasan perang, bahkan dijadikannya sebagai sesuatu yang halal dan penuh berkah.
Kedua belas, umat-umat terdahulu tidak diperbolehkan melakukan shalat kecuali di tempat-tempat yang telah ditentukan seperti gereja dan pagoda. Bila mereka tidak datang bersembahyang di tempat yang telah ditentukan itu maka mereka tidak bisa menggantinya di sembarang tempat. Mereka mesti datang ke tempat peribadatan yang ada untuk mengganti shalat yang ditinggalkannya itu. Sementara umat Nabi Muhammad tidak demikian. Allah menjadikan setiap jengkal tanah di bumi ini sebagai tempat shalat mereka. Kapan pun dan di mana pun mereka hendak melakukan shalat bisa dilakukan di tempat mana pun asalkan bersih dan suci dari najis. Tak ada tempat yang dikhususkan untuk shalat bagi umat Baginda Muhammad Saw.
Ketiga belas, dalam syariat umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad, mereka hanya bisa bersuci dengan air saja. Tak ada aturan yang membolehkan mereka bersuci dengan menggunakan media selain air. Maka ketika mereka hendak shalat dan tidak menemukan air, mereka tidak bisa melakukannya sampai menemukan air untuk bersuci dan kemudian mengqadha shalat yang telah ditinggalkannya. Berbeda dari umat Nabi Muhammad, ketika mereka hendak melakukan shalat dan tidak menemukan air maka mereka bisa bersuci dengan menggunakan debu yang suci.
Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Demikianlah Allah Swt — melalui syariat-Nya — memperlakukan umat Nabi Muhammad Saw secara istimewa bila dibandingkan dengan perlakuan Allah kepada umat-umat terdahulu. Ada kemudahan dan keringanan dalam syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Atas semua itu maka selayaknya bila umat Nabi Muhammad bersyukur kepada Allah Swt dengan melakukan ketaatan dan ketakwaan yang semestinya, serta berterima kasih kepada Rasulullah dengan mengikuti akhlak mulianya.
وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ .
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ .
Gus M Sa’dullah
(Ketua PC LDNU Banyumas & Pengasuh PP Ath-Thohiriyyah 2, Purwokerto)