Kang Kasan Mengejar Lailatul Qadar

Kang Kasan Mengejar Lailatur Qadar

Suatu malam di penghujung bulan Ramadhan, di emperan tajug kampung itu, Kang Kasan duduk sambil menggoyang-goyangkan sandal jepit  swallow yang sudah berbeda warna slempangnya. Di bibirnya, terselip rokok gudang garam Dio yang tinggal separo.

Di depannya, Kiai Shodiq sedang menyeduh kopi hitam. Bukan kopi mahal macam robusta dan arabika, hanya kopi rakjat yang dibeli di warung Bang Toyo, tapi aroma dan rasanya mak cleng, bikin pikiran sedikit lupa cicilan.

Kang Kasan menunduk pelan. “Kiai… malam-malam ini saya kok jadi kepikiran… katanya malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Tapi… saya ini siapa? Salat masih bolong, puasa kadang ngeluh, sholat juga jarang. Apa saya pantes berharap malam itu datang ke saya?”

Baca Juga : Dapat Haus dan Lapar Saja Tak Apa-apa

Kiai Shodiq tersenyum kecil, matanya mengerling ke langit-langit tajug. “Kas… kamu tahu nggak… hujan itu turun ke bumi, tidak pernah bertanya: ‘Ini sawah siapa?’ Hujan itu turun saja, membasahi yang siap menerima. Yang sawahnya bersih, subur, dia tumbuh. Yang tanahnya keras dan kering, ya airnya cuma numpang lewat.”

Kang Kasan diam. Ditiupnya pelan cangkir kopi yang sudah agak dingin.

“Lailatul Qadar itu, Kang,” lanjut Kiai Shodiq, “bukan soal kamu siap atau tidak siap. Bukan soal kamu sudah alim atau masih belajar. Ia datang untuk siapa saja yang hatinya terbuka. Kadang kita ke masjid, niatnya cuma numpang ngadem. Tapi di situlah Tuhan menyapa lewat malam yang tak terduga.”

Kang Kasan mengangguk-angguk, lalu tertawa kecil. “Berarti saya kayak orang lewat di pasar, eh… malah dapet undian berhadiah ya, Kiai?”

Kiai Shodiq ikut tertawa, lalu melanjutkan. “Tapi undiannya itu bukan untuk dipamer-pamerkan. Untuk disyukuri. Kadang kita sibuk ngejar Lailatul Qadar, sampai lupa… bisa jadi malam-malam biasa yang kita anggap remeh justru di situlah Tuhan sedang membelai kita.”

Kang Kasan terdiam. Angin malam menyentuh pelan wajahnya, seperti sapaan lembut yang tidak perlu kata-kata.

Baca Juga : Ini Cara Menggapai Lailatul Qadar Menurut Imam Al Ghozali

Dari Kang Kasan dan Kiai Shodiq kita paham bahwa malam Lailatul Qadar bukan hadiah bagi yang paling rajin, bukan piala bagi yang paling pintar.

Ia adalah rahmat bagi yang membuka hatinya, bagi yang belajar menerima, dan bagi yang tahu bahwa hidup ini bukan soal berapa banyak amalmu dicatat, tapi berapa besar hatimu mau mengakui bahwa semua yang datang, baik nikmat maupun cobaan, hanyalah cara Tuhan memeluk kita diam-diam.

Bersambung….

Tulisan sebelumnyaMasjid Baiturrahim Pasiraman Kidul Juara Lomba Video Profil
Tulisan berikutnyaKhutbah Idul Fitri 1446 H: Meraih Kemenangan Sejati di Hari yang Fitri

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini