Kang Car Mencari Bebek Sewaktu Hujan Lebat Malam Ini

    SAYA tuliskan judul ini cukup panjang, meski cerita ini cukup pendek. Kang Car mencari bebek sewaktu hujan lebat malam hari ini. Ya, ini kisah yang bisa dianggap nyata dari orang biasa, dari desa yang mungkin sudah jadi kebiasaan orang desa.

    Ya rumusnya, yang jamak terjadi memang menjadi hal biasa, jadi tak pernah menarik perhatian orang. Jamak melihat orang yang dirundung susah,  sudah biasa, akhirnya kitapun biasa saja. Makanya kalau ingin jadi perhatian orang, kalau bisa tak usahlah kita bersusah-susah.

    Kalau dipikir yang lebih menjadi perhatian orang itu ketika kita bahagia, senang, dapat rejeki nomplok, dapat jabatan tinggi, dapat isteri cantik, dapat mantu mapan dan sebagainya. Bukankag begitu? Ah entahlah. Kita kembali kepada Kang Car yang ternyata biasa-biasa saja sebagaimana kita biasa melihat fenomena lain bagi orang desa.

    Dan yang terjadi bagi Kang Car, entah siapa namanya ini tentu hal biasa bagi orang desa. Ah entahlah kenapa kejadian Kang Car yang mencari bebek miliknya malam yang diguyur hujan deras ini menjadi beda di mata saya. Ah mungkin saya sedang belajar sok sokan berpikir dan berpihak kepada yang biasa. Atau yang lain? Entahlah.

    Ya, Kang Car mencari-cari bebeknya yang hilang sambil melintasi pekarangan belakangan warung kopi teman saya pinggir kota Banyumas bagian barat. Ya, saat hujan deras turun, saat gelap mendera. Ya, ketika anak-anak muda sedang asyik menghirup aroma kopi dan sebagian anak muda perempuan lain entah ada acara apa menggelar pesta barbeque.

    “Nggoleti apa Kang? (Nyari apa Kang) ” tanya Mahbub di dapur roasting kopi di belakang kedainya.

    Hujan sedang deras-derasnya ba’da maghrib itu. Air melimpah mengaliri dan memenuhi cekungan pekarangan kedai kopi yang belum sempat kena urugan tanah. Kang Car, entah siapa nama lengkapnya itu berjalan memakai mantel dan memakai sepatu boot berjalan kecobrokan melintasi pekarangan kedai ke areal persawahan yang kian menyempit akibat alih fungsi lahan di pinggir kota itu.

    “Bebek pira Kang? (Bebek jumlah berapa Kang) ” tanya Mahbub menimpali sambil asyik ngobrol dan tak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya sambil melepas asap rokok di saat suasana dingin itu.

    Baca Juga : Kang Car dan NU ‘Sejati’

    “Siji Jane mas. Tapinen lagi ngedhogan nemen. Eman-eman. (Sebenarnya cuma satu, tapi lagi sering bertelur. Sayang, ” jawab Kang Car sambil menengok. Kemudian sambil celingak celinguk di tengah remang dan gelap di  areal persawahan belakang kedai kopi itu.

    “O… Bebek sing cok kembul karo jago ya (O… Bebek yang sering gabung sama jago) , ” jelas Mahbub.

    “Iya, ” jelas Kang Car sambil ngeloyor pergi mencari bebeknya.

    “Semoga cepet ketemu Kang, ” jawab Mahbub sekenanya.

    Dari Kang Car, kita melihat kesederhanaan dan kegigihan. Baginya seekor Bebek itu sangatlah berharga. Padahal buruh serabutan itu hanya punya satu ekor Bebek produktif. Beda dengan peternak yang beternak bebek beneran di desanya yang punya bebek hingga ratusan ekor.

    Betapa relatifitas hakikat jumlah sangat dipengaruhi dengan status sosial ekonomi. Satu ekor Bebek milik Kang Car tentulah beda nilainya tepatnya rasanya, dibanding dengan nilai bebek milik peternak yang jumlah ternaknya mencapai ratusan. Apakah ini yang dinamakan bahagia itu sederhana? Entahlah.

    Bagi Kang Car, satu bebek harus dipertahankan meskipun ia harus menerobos hujan deras untuk dicarinya. Sebutir telur yang dikeluarkan dari dubur seekor bebek, mungkin adalah kebahagian dari seorang anaknya. Suara berisik bebek yang akan bertelur tentulah menjadi musik yang ditunggu bagi orang-orang desa.

    “Sebentar lagi telurnya keluar. Ya sebentar lagi telurnya keluar, ” begitulah saya bayangkan Kang Car yang berumur lebih dari 40 tahun itu berbicara kepada anaknya dengan berbinar. Sementara sang anak hanya terdiam memandangi bebek yang sedari tadi berisik di bawah kandang bebek yang digabung dengan ternak ayam miliknya yang hanya beberapa ekor saja.

    Dari Kang Car yang mencari satu-satunya bebek miliknya di saat hujan deras keliling kampung, saya belajar tentang perjuangan akan hak milik. Dari Kang Car saya belajar betapa apapun patut diperjuangkan ketika itu mampu membawa kebahagiaan orang-orang terdekatnya.

    Hujan deras turun sejak jelang magrib hingga tengah malam ini. Belum reda. Apakah Kang Car berhasil menemukan bebeknya malam ini? Ah entahlah. Besok kita tanya Kang Car. Mari kita berdoa semoga Kang Car menemukan bebeknya. Mumpung hujan deras, mumpung waktu doa gampang dikabulkan. Semoga. (Susanto-)

    Tulisan sebelumnyaAkhirnya SK Kepengurusan yang Tertunda itu Sampai Juga…
    Tulisan berikutnyaTiba-tiba Abah Memanggil Jelang Tengah Malam itu…

    1 KOMENTAR

    TULIS KOMENTAR

    Tuliskan komentar anda disini
    Tuliskan nama anda disini