Jaringan Ulama Banyumas: Berpijak Dari Manuskrip Kitab Tafsir Surat Fatihah

Dari tutur cerita lawasan Kiai Muhammad Solihin, Lebakgoak, Sridadi, Sirampog, Manuskrip Kitab Tafsir Surat Fatihah ini, beli pada penjual kitab di pasar Bumiayu pada pedagang asal Pahang, Malaysia yang bernama Ba’ Mun, dibeli setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Menarik, tentu saja. Bukan hanya manuskrip kitabnya saja, namun alur distribusi juga alur jejaring dari manuskrip kitab ini.

Mari mengurut ala kadarnya, sebagai upaya membuka khasanah manuskrip-manuskrip dan jaringan ulama Banyumas Raya, sebagai kajian keilmuan dan pengetahuan.

Kitab Tafsir Surat Fatihah ini berjumlah limapuluh satu halaman. Cover depan sudah hilang, cover belakang masih ada. Tidak terdapat daftar halaman. Untuk isi masih utuh hingga halaman limapuluh satu. Halaman satu dimulai halaman awal yang terdapat judul kitab hingga nama penerbit. Pada manuskrip kitab ini tidak ditemukan tahun penerbitan.

Kitab Tafsir Surat Fatihah ini dicetak di Mesir oleh penerbit lawas Matba’ah Isa al Babi al Halabi. Jika tidak keliru, penerbit lawas tersebut berdiri tahun 1859 M, dan mengalami masa kejayaan kisaran tahun 1940-1960 M. Penerbit Mesir tersebut kerap kali mencetak kitab karya ulama-ulama Nusantara. Bukan saja dengan bahasa Arab, namun dengan aksara Arab Pegon, Jawi.

Kitab Tafsir Surat Fatihah ini dikarang oleh Abi Haiban. Siapa Abi Haiban? Apakah nama sebenarnya atau nama samaran semata? Abi Haiban sama halnya Bapaknya Haiban, siapa bapaknya Haiban? Wallahu’alam. Semoga setelah ini semakin memperjelas pengarang kitab Tafsir Surat Fatihah, Abi Haiban ini. Lanjut kepada teks kitab, teks kitab menggunakan aksara Arab Pegon Jawa, cenderung Penginyongan. Sebab, ada beberapa kosa kata yang terasa Banyumas sekali. Sebelumnya saya berusaha membaca kitab ini hingga selesai. Sebagai upaya mencermati sekaligus mengamati isi dan bahasa yang digunakan.

Sebagai contoh, kosakata yang terasa Banyumasan antara lain, Jalaran: Sebab, Ora: Tidak, Ngungkuli: Melebihi, Leren: Berhenti, Kana Kene: Sana Sini, Emoh/ Moh: Tidak Mau, Banjur: Terus, Aja: Jangan, Bene/ Ben: Biar, Metengtheng: Kaku: , Nylondoh/ Nylondoih: Beebuat Baik, Jukut/ Njukut: Ambil, Jaluk/ Njaluk: Minta, Ngereh: Menyiksa, Kongkon: Menyuruh, Mung: Cuma, Nyemplung: Jatuh ke Air, Mboke/ Biyunge: Ibu, Durung: Belum, Tinimbang/ Ketimbang: Daripada, Karo: Sama, Nggresula: Mengeluh, Ndremimil: Bicara terus. Arti padanan Bahasa Indonesianya bila keliru bisa disesuaikan.

Kosakata tersebut cenderung dari bahasa Penginyongan. Sejurus dengan itu, di halaman depan kitab terdapat keterangan, “Saged mundut kitab punika dening {Persatuan} Purbalingga.” Bagi saya, kemudian muncul asumsi, apakah “Persatuan Purbalingga” itu orang-orang Purbalingga yang berada di Timur Tengah? Mekkah, Madinah, hingga Mesir? Sebab, sebagaimana tertulis pada halaman, kitab tersebut dicetak di Mesir. Jika asumsi tersebut benar, maka sudah ada orang-orang Purbalingga yang bermukim di Timur Tengah, Makkah, Madinah, Mesir?

Kitab ini diterjemah sekaligus disebarluaskan oleh Ustadz Umar Abdul Jabbar. Sama halnya dengan Abi Haiban, sosok Ustadz Umar Abdul Jabbar juga masih minim referensi. Hanya saja, Ustadz Umar Abdul Jabbar ada yang menyebut berasal dari Mesir, akan tetapi pernah hidup lama di Nusantara dan menulis Kitab al-durûs min mâdhi al-ta’lîm wa hadlirih bi al-masjidil al-harâm. Mungkinkah Ustadz Umar Abdul Jabbar adalah Syaikh Umar Abdul Jabbar? Wallahu’alam.

Kitab Tafsir Surat Fatihah ini ditulis dengan bahasa Penginyongan, diterbitkan dan dicetak di Mesir, diterjemahkan dan disebarluaskan oleh orang Mesir (?), dijual oleh orang Malaysia di Bumiayu, dikarang oleh orang Penginyongan –Banyumas Raya–? Apabila melihat alur jejaring dan distribusi tersebut, tidak menutup kemungkinan, ulama-ulama Banyumas Raya telah terhubung secara intelektual dengan Timur Tengah dan Negeri lainnya. Tentunya ulama-ulama Banyumas Raya mewarnai tradisi intelektual bagi Islam Nusantara. Hal ini membuka peluang kajian-kajian tentang Islam Nusantara di Banyumas Raya. Kajian peradaban Islam di Banyumas perlu terus diafirmasi dan menjadi diskusi-diskusi.

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang membawa naskah-naskah ulama Banyumas ke Timur Tengah? Mungkinkah Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtarom al Banyumasi (1860-1926 M)? Atau ada sosok lain yang melakukan transmisi intelektual setelah Syaikh Ahmad Nahrowi Muhtarom al Banyumasi?

Jika yang membawa adalah Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtarom al Banyumasi, tentu saja tahun terbit kitab Tafsir Surat Fatihah tersebut sezaman dengan masa kehidupan Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtarom. Akan tetapi, yang lebih memungkinkan adalah, ada jaringan ulama lainnya yang memiliki kiprah luar biasa dalam distribusi dan transmisi intelektual ulama-ulama Banyumas di Timur Tengah. Hal tersebut berdasar masa kejayaan penerbit Isa al Babi al Halabi yang mengalami kejayaan kisaran tahun 1940-1960 M, dan gencar menerbitkan karya ulama-ulama Nusantara antara tahun 1920-1970 M.

Wallahu’alam

*) Wahyu Ceha, pegiat sastra

SUMBERfacebook
Tulisan sebelumnyaDiklat Jurnalistik, ADIKSI Hadirkan 4 Pembicara Profesional
Tulisan berikutnyaPAC IPNU IPPNU Tambak Gelar Training Of Trainer

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini