SABTU, 12 Juni, Saya pertama kali ke RSI Jemursari Surabaya. Swab Antigen positif. Saya diminta isolasi di RSI tapi saya minta isolasi mandiri. Dokter pun mengizinkan. Sebelum pulang saya difoto Rontgen. Saat itu saya belum tahu hasilnya.
Senin, 2 hari berikutnya, saya balik ke RSI Jemursari karena tidak mampu dengan nyeri di kepala. Swab PCR ternyata positif. Saya difoto Rontgen kedua kalinya.
Setelah seminggu, ada perawat menemui saya dan bertanya: “Bapak selama 2 hari kemana saja dari Sabtu ke Senin?” Saya jawab isoman di rumah.
Perawat ini memberi tahu hasil Rontgen 2 kali selama 2 hari, ternyata penuh bintik hitam dan saya merasa berat nafas sehingga memerlukan alat bantu pernapasan untuk meningkatkan oksigen. Perubahannya sangat cepat dan drastis. Fungsi paru menurun dan mengarah pada gagal nafas.
Nafas saya putus-putus dan tidak mampu membaca 1 ayat pendek di juz Amma kecuali dengan 2 kali ambil nafas. Virus Corona ini sangat mengganggu di paru. Beruntunglah dokter dan perawat selalu memantau saturasi oksigen, Alhamdulillah selalu stabil di antara 96-98 baik dengan tingkat terendah dari alat bantu pernapasan hingga ke tingkat paling atas.
Lagi-lagi saya tidak putus mengucapkan Alhamdulillah, Allah telah memberi keselamatan untuk melewati proses berat itu.
Inilah yang disebut indikasi badai sitokin. Bagi orang yang tidak tahu akan dianggap “Ini Dikoronakan!!! Sebab masuk Rumah Sakit cuma karena penyakit bawaan, tiba-tiba jadi Corona”. Hanya dalam hitungan jam virus sudah menyebar.
Para dokter menentukan penyakit berdasarkan bukti medis (hampir tiap hari diambil darah untuk lab, tensi darah dipantau 3 kali sehari dan 3 kali foto Rontgen), sementara kita yang awam menuduh macam-macam tanpa bukti dan hanya dugaan saja. Dalam hal ini kita dihadapkan dengan 2 ayat Al-Qur’an:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Yūnus: 36)
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Isra’: 36)
Saya tidak sedang membela para dokter dan tenaga kesehatan, sebab mereka sudah berada di posisi yang benar. Saya sedang mengajak kita semua agar tidak ‘goblok’ berlebihan.
KH. Ma’ruf Khozin, Direktur Aswaja Center PWNU Jatim, alumnus Ponpes Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur.