Purwokerto, nubanyumas.com – Rektor Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Prof. Ridwan menyampaikan, dukungan penuh terhadap sikap Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar yang meminta semua pihak menjaga marwah pondok pesantren.
Menurut Prof. Ridwan, pesantren adalah benteng moral dan pilar peradaban bangsa yang tidak boleh dilecehkan oleh pihak mana pun, termasuk oleh media. “Pesantren sudah berabad-abad menjadi penjaga nilai kemanusiaan dan moralitas bangsa,” ujarnya.
Prof. Ridwan menjelaskan, siapa pun yang berusaha merusaknya, sejatinya sedang mengoyak benteng terakhir moral bangsa. Ia juga menilai, media massa semestinya berperan sebagai pencerah publik dengan menyajikan informasi berbasis data dan fakta yang valid, bukan membangun opini berdasarkan narasi kebencian atau kecurigaan.
“Media punya tanggung jawab besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Jangan sampai peran itu justru disalahgunakan untuk mencederai lembaga mulia seperti pesantren,” tegas Prof. Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/10/2025).
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pondok pesantren memiliki peran strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pesantren, katanya, telah melahirkan banyak ulama, pemimpin, dan tokoh bangsa yang berkontribusi besar bagi moralitas publik.
“Saya sangat prihatin dengan pemberitaan yang menempatkan pesantren secara negatif. Ratusan tahun pesantren mendidik manusia Indonesia agar beradab dan berakhlak mulia,” ujar Menag di Jakarta, Selasa (15/10/2025).
Menurut Menag, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, melainkan pusat pembentukan karakter, moral, dan kemanusiaan. Ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk memahami pesantren secara utuh, kontekstual, dan kultural.
Pernyataan Menag ini muncul setelah tayangan salah satu program Trans Media menampilkan narasi satir yang dianggap menyinggung kehidupan santri.
Dalam potongan tayangan itu, disebutkan “santri minum susu saja harus jongkok”, yang kemudian menuai kritik luas karena dinilai melecehkan tradisi kesantunan pesantren dan merendahkan penghormatan santri kepada kiai.
Gelombang protes datang dari berbagai kalangan, termasuk Pondok Pesantren Lirboyo, yang mendesak pihak stasiun televisi untuk menarik tayangan tersebut dan meminta maaf secara terbuka. Sebagai respons, pihak Trans Media telah mengeluarkan permohonan maaf resmi kepada publik dan kepada para pengasuh pesantren.
Menag menilai, budaya memaafkan dan menghargai telah lama melekat dalam tradisi pesantren. “Saya yakin para kiai dan santri akan memaafkan. Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran penting bagi kita semua,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menag juga menegaskan kembali bahwa pesantren telah menjadi sumber nilai dan keseimbangan sosial di masyarakat.
“Tradisi pesantren mengajarkan kesantunan murid kepada kiai. Dari situ lahir budaya hormat anak kepada orang tua, dan rakyat kepada pemimpinnya,” ungkapnya.
Ia menambahkan, keseimbangan antara rakyat yang santun dan pemimpin yang berwibawa merupakan hasil dari nilai-nilai luhur pesantren. “Di mana ada rakyat yang santun, di sana ada pemimpin yang berwibawa. Suasana kebatinan semacam inilah yang dibentuk oleh pesantren,” pungkas Menag.
Menutup tanggapannya, Prof. Ridwan mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi negatif terhadap pesantren. “Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tapi benteng moral bangsa. Jika kita memusuhi atau merusaknya, sama saja kita sedang merusak diri sendiri sebagai bangsa yang beradab,” tegasnya.
Ia juga berharap agar polemik yang muncul dapat menjadi refleksi bersama tentang pentingnya menjaga kehormatan lembaga keagamaan serta memperkuat sinergi antara media, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga marwah pesantren.