Digitalisasi Bukan Sekadar FOMO: Menata Ulang Mindset Ekonomi Generasi Muda Desa


Oleh: Rujito, M.Sos.*

Digitalisasi hari ini sering dipahami secara serampangan. Banyak yang tergesa-gesa masuk ke dunia digital hanya karena takut ketinggalan tren—fear of missing out (FOMO). Padahal, teknologi digital bukan tujuan, melainkan alat. Inilah yang saya sampaikan dalam Pelatihan Digitalisasi Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Pemberdayaan Ekonomi Generasi Muda di Balai Desa Binangun, Kecamatan Banyumas, Sabtu (20/12/2025). Digitalisasi harus dimulai dari cara berpikir, bukan dari aplikasi.

Dalam konteks desa dan generasi muda, teknologi digital sejatinya membuka ruang besar untuk peningkatan kesejahteraan. Namun ruang itu hanya bisa dimanfaatkan jika ada peta jalan yang jelas. Karena itu, saya menekankan tiga fase utama yang dapat menjadi kerangka kerja bersama dalam memanfaatkan teknologi digital: pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Tiga fase ini bukan teknis semata, melainkan restrukturisasi mindset.

Fase pertama adalah pra produksi. Tahap ini sering disepelekan, padahal justru paling menentukan. Pra produksi adalah fase brainwashing—membersihkan cara pandang lama—melalui observasi, survei, dan pemetaan. Apa potensi diri kita? Apa kekuatan desa? Sumber daya apa yang dimiliki? Peluang ekonomi apa yang tersedia? Di titik mana generasi muda bisa masuk dan berperan?

Saya menyebut fase ini sebagai tahap “belanja data”. Semua dikumpulkan: data penting maupun yang tampak sepele, primer maupun sekunder. Jangan pilih-pilih di awal. Angkut semuanya. Sebab dalam dunia digital, sering kali peluang besar justru lahir dari data kecil yang awalnya tak dianggap penting. Tanpa fase ini, digitalisasi hanya akan jadi aktivitas meniru, bukan mencipta.

Fase kedua adalah produksi. Inilah tahap mengolah data menjadi sesuatu yang bernilai. Data yang dikumpulkan pada fase pra produksi direproduksi menjadi konten. Bentuknya bisa beragam: teks, foto, desain visual, audio, atau audio visual. Produksi konten bukan soal estetika semata, tetapi soal relevansi—apakah konten itu menjawab kebutuhan audiens dan realitas lingkungan.

Pada fase ini, kaidah dasar konten perlu dipahami: menarik, mudah dipahami, dan punya nilai guna. Teknologi digital memberi kita banyak pilihan platform, tetapi prinsipnya sama—konten adalah jembatan antara potensi dan pasar. Tanpa produksi yang tepat, data hanya akan menumpuk tanpa daya dorong ekonomi.

Fase ketiga adalah pasca produksi, atau tahap distribusi. Inilah fase yang kerap dilupakan. Konten yang baik tidak akan berarti apa-apa jika tidak didistribusikan. Distribusi menjawab pertanyaan penting: lewat platform apa konten disebarkan? Siapa target audiensnya? Kapan waktu yang tepat? Digitalisasi hari ini menuntut strategi multiplatform, bukan sekadar unggah lalu berharap viral.

Tiga fase ini—pra produksi, produksi, dan pasca produksi—bersifat lintas sektor. Ia bisa diterapkan untuk pengembangan desa, karang taruna, UMKM, ekonomi kreatif, hingga bisnis personal. Selama tema besarnya pemanfaatan teknologi digital, kerangka ini tetap relevan. Setelah mindset terbentuk, barulah diskusi teknis menjadi masuk akal: Instagram, TikTok, website, marketplace, dan seterusnya.

Yang perlu ditekankan, digitalisasi bukan lomba cepat-cepatan. Tidak semua orang harus langsung jualan online, tidak semua desa harus punya akun media sosial yang ramai. Yang jauh lebih penting adalah kesiapan berpikir: apakah kita tahu apa yang ingin kita jual, siapa yang ingin kita sasar, dan nilai apa yang ingin kita tawarkan?

Kesimpulannya sederhana tapi mendasar: jangan asal digital, apalagi sekadar ikut tren. Teknologi digital hanya akan berdampak pada kesejahteraan jika diawali dengan kesadaran, perencanaan, dan keberanian membaca potensi sendiri. Tanpa itu, digitalisasi hanyalah kebisingan. Dengan itu, digitalisasi bisa menjadi jalan sunyi menuju kemandirian ekonomi generasi muda desa.

*) Penulis adalah Dosen Pengajar Literasi Digital UIN Saizu Purwokerto & Founder Mediamorphosis (consultant and media specialist)

Tulisan sebelumnyaSolidaritas Pendidikan NU untuk Negeri: LP Ma’arif Banyumas Salurkan Rp 45 Juta bagi Korban Bencana Sumatera

TULIS KOMENTAR

Tuliskan komentar anda disini
Tuliskan nama anda disini