Kemunculan hilal yang berbeda saat pengamatan di berbagai negara menyebabkan perbedaan penentuan bulan Dzulhijjah.
Hal ini memunculkan beragam pertanyaan mengenai puasa Arafah yang dilaksanakan di beberapa negara yang tidak bersamaan dengan wukuf di Arafah.
Penentuan tanggal 9 Dzulhijjah diketahui berdasarkan penetapan awal bulan negara setempat melalui rukyatul hilal.
Keterangan ini bisa dilihat pada kitab Hasyiatul Jamal karya Syekh Sulaiman al-Jamal berikut:
ويوم عرفة الذي يظهر لهم أنه يوم عرفة سواء التاسع والعاشر لخبر الفطر يوم يفطر الناس والأضحى يوم يضحي الناس رواه الترمذي وصححه وفي رواية للشافعي وعرفة يوم يعرف الناس ومن رأى الهلال وحده أو مع غيره وشهد به فردت شهادته يقف قبلهم لا معهم ويجزيه إذ العبرة في دخول وقت عرفة وخروجه باعتقاده
“Hari Arafah adalah hari yang menurut orang-orang tampak sebagai hari Arafah, meski tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah, mengingat hadits, ‘Berbuka (tidak lagi berpuasa) yaitu hari di mana orang-orang tidak berpuasa dan Idul Adha adalah hari-hari dimana orang menyembelih kurban,’ (HR. Tirmidzi). Dalam riwayat Imam Syafi’i ada hadits, ‘Hari Arafah adalah yang telah diketahui orang-orang’.
Barang siapa melihat hilal sendirian atau bersama orang lain dan ia bersaksi dengannya, lalu kesaksiannya ditolak, maka ia harus wukuf sebelumnya tidak bersama mereka dan wukufnya mencukupi (sebagai rukun haji).
Sebab yang menjadi pedoman perihal masuk dan keluarnya hari Arafah adalah keyakinannya sendiri,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiatul Jamal ‘Ala Syarhil Manhaj, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1996], juz 4, halaman 144)
Dari keterangan di atas dapat dipahami, bahwa waktu puasa Arafah tidaklah mesti berbarengan dengan terjadinya wukuf di Arafah.
Melainkan sesuai penentuan awal bulan masing-masing negara. Sebab, penentuan awal bulan negara Arab belum tentu sama dengan negara lain.
Perbedaan juga terjadi pada negara yang menganut Madzhab Syafi’i dalam melakukan rukyatul hilal (seperti Indonesia dan Arab Saudi).
Hal ini mengakibatkan perbedaan pula dalam waktu pelaksanaan ibadah puasa.
Syekh Abdurrahman al-Jaziri menjelaskan:
إذا ثبتت رؤية الهلال في جهة وجب على أهل الجهة القريبة منها من كل ناحية أن يصوموا بناء على هذا للثبوت والقرب يحصل باتحاد المطلع بأن يكون بينهما أقل من أربعة وعشرين فرسخا تحديدا أما أهل الجهة البعيدة فلا يجب عليهم الصوم بهذه الرؤية لاختلاف المطلع
“Ketika hilal ditetapkan terlihat di satu daerah maka wajib bagi penduduk daerah terdekat dari setiap penjuru untuk berpuasa berdasarkan atas penetapan ini. Daerah terdekat dapat dilihat dari kesamaan wilayah rukyatul hilal, seperti antara kedua daerah tersebut berjarak 24 farsakh. Sementara daerah yang jauh maka tidak wajib berpuasa bagi penduduknya dengan adanya rukyah ini karena perbedaan wilayah rukyatul hilal,” (Lihat al-Fiqhu Ala Madzahibil al-Arba’ah, [Beirut: Darul Fikr, 2011], juz 1, halam 871.