Arif Rahman Alamsyah merupakan akademisi dari Universitas Indonesia yang turut andil dalam Diskusi Publik PC ISNU Banyumas pada 22 Juni 2024.
Arif Rahman menguraikan tiga prospek ormas keagamaan apabila mendapatkan konsesi tambang.
Ormas keagamaan bisa sukses mengelola tambang dengan beberapa syarat.
Tambang harus dikelola sendiri oleh ormas tersebut, bukan dikerjasamakan dengan pihak pengusaha lain.
Pengelolaan tambang dilakukan secara profesional dan berwawasan lingkungan, memenuhi hak masyarakat sekitar, dan menerapakan fikih mudharat – maslahat
Keuntungan dari pengelolaan tambang harus terdistribusi untuk kepengurusan di tataran provinsi, kabupaten, hingga level paling bawah.
Pengelolaan tambang akan berpotensi menjadi fenomena Ali – Baba apabila ormas keagamaan hanya menjadi makelar konsesi.
Ormas hanya akan menjadi “Ali”, pihak pemegang konsesi.
Konsesi kemudian akan dijual pada “Baba”, para pemilik modal.
Pada fenomena ini, Ormas keagamaan hanya akan mendapat sedikit keuntungan dari prosentase kepemilikan konsesi.
Keuntungan yang sedikit itu berpotensi hanya akan dinikmati oleh elit organisasi dan tidak memberikan kesejahteraan bagi lembaga kepengurusan di level bawah.
Kemungkinan paling buruk adalah ormas keagamaan GAGAL mengelola pertambangan.
Kegagalan ini terjadi jika pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh mitra.
Ormas hanya sebagai “papan nama” yang digunakan sebagai tameng dalam segala aktifitas pertambangan yang tidak menerapkan asas lingkungan yang baik.
Ormas juga berpotensi sebagai tameng apabila terjadi konflik pertambangan dengan masyarakat sekitar.
Pembelaan Gus Ulil Terhadap Penerimaan Konsesi Tambang
Kisruh pengajuan konsesi tambang oleh Nahdlatul Ulama diperparah dengan opini yang ditulis oleh Ulil Abshar Abdalla, ketua PBNU.
Gus Ulil mengatakan bahwa pengajuan konsesi tambang merupakan upaya PBNU untuk membiayai organisasi.
Baca juga: Dosen Ilmu Lingkungan UNU Purwokerto: Wilayah Pertambangan Rentan Konflik Sosial dan Pencemaran
NU sebagai organisasi yang besar membutuhkan pembiayaan dalam aktifitas di level pusat, provinsi, hingga paling bawah.
Hal ini menjadi landasan epistemologi bagi Gus Ulil untuk memperkuat argumentasi mengenai konsesi tambang.
Gus Ulil juga memberikan asumsi bahwa kritik para aktifis lingkungan terhadap PBNU hanya karena perbedaan ideologi.
Aktifis lingkungan yang menggunakan perspektif lingkungan dikomparasi dengan PBNU yang menurut Gus Ulil berlandaskan fikih maslahat.
Gus Ulil meyakini bahwa pengelolaan tambang yang akan dilakukan PBNU lebih memberi maslahat besar daripada kerusakan yang akan ditimbulkan.
Tiga Masalah Pada “Pembelaan” Gus Ulil
Andi menguraikan tiga masalah pada cara pandang Gus Ulil mengenai pengajuan konsesi tambang PBNU.
Pertama, Gus Ulil mengasumsikan bahwa semua aktifis lingkungan mempunyai satu cara pandang.
Padahal mereka terdiri dari banyak elemen yang memiliki beragam sifat, mulai dari yang paling radikal, moderat, hingga permisif.
Baca juga: Profesor Lingkungan Unsoed: Residu Batubara Menurunkan Tingkat Kecerdasan Anak
Kedua, Gus Ulil menafikan keberadaan kader NU di beberapa organisasi lingkungan.
Ketiga, opini Gus Ulil ini lebih tepat jika disampaikan di kalangan internal NU dan bukan untuk konsumsi umum.
Mengingat bahwa di kalangan internal NU juga banyak pendapat pro – kontra yang muncul terkait pengajuan konsesi tambang.
Judulnya bagus dan menarik, sayang sekali yang memuat substansi dari judulnya hanya sedikit. sisanya setup
Secara terpisah, narasumber akan melakukan elaborasi lebih lanjut mengenai substansi judul tersebut dalam bentuk tulisan panjang. Patoet dinanti.