Abuya KH M Thoha Alawy Al Hafidz: Menghafal Quran itu Mencerdaskan

    PURWOKERTO, nubanyumas.com – Berita duka menyelimuti kalangan santri dan warga nahdliyin di Banyumas. Pasalnya Abuya KH M Thoha Alawy Al Hafidz, seorang ulama karismatik hafidz Quran sekaligus muasis pendiri Pondok Pesantren Ath Thohiriyah, Parakanonje, Purwokerto meninggal dunia Jumat 30 Agustus 2024 ini.

    Abuya Thoha telah mendidik para santri yang berhasil menjadi pioner, ulama para pendiri sekolah, madrasah dan pondok pesantren di Jawa dan Luar Jawa.

    Nubanyumas.com berkesempatan mewawancarai mendiang saat berkunjung ke Pondok Pesantren Ath Thohiriyah 2 Purwokerto sekitar 2 bulan lalu.

    Ia berbagi pandangannya mengenai pendidikan di pesantren serta tantangan dalam menghafalkan Al-Quran.

    Menurut Abuya Toha, betapa pentingnya peran pesantren dalam membentuk generasi yang cerdas dan berkarakter, serta menceritakan perjalanan panjangnya dalam mengembangkan pesantren sejak pulang haji dari Mekah tahun 1980-an.

    Abuya Thoha menekankan bahwa menghafal Al-Quran bukanlah sesuatu yang berat atau membuat seseorang kurang berprestasi. Justru, menurutnya, menghafal Al-Quran dapat membuat seseorang semakin cerdas. “Ngapalke Quran berat? Justru menghafalkan Quran itu makin cerdas,” ujarnya, sambil menyanggah anggapan bahwa menghafal Al-Quran bisa menghambat pendidikan formal.

    “Mitos itu terpatahkan oleh Ath-Thohiriyah, makin cerdas dan berbobot,” tambahnya.

    Rintisan pesantren ini berawal ketika dia pulang dari Mekah sebelum Ramadan, beliau langsung menginisiasi kegiatan mengaji dan menghafal Al-Quran bersama para santri. Awalnya, kegiatan tersebut hanya diikuti oleh sekitar sepuluh anak, namun semangat yang ditularkan oleh Abuya Thoha membuat pesantren terus berkembang.

    “Kepulangan saya dari Mekah langsung mengadakan ngaji Quran. Mulai dari kegiatan setelah tarawih hingga menjelang subuh, sehingga santri bisa khatam,” kenangnya.

    Beliau juga menyebutkan bagaimana keterbatasan fasilitas di pesantren tidak menghalangi semangat para santri dan dirinya untuk terus belajar dan mengajar.

    “Kamar kami dulu hanya beralaskan tikar, pintu masih memakai tirai dari kain bekas. Namun, semangat kami untuk belajar dan membangun pesantren tidak pernah padam,” ujar Abuya Thoha.

    Seiring berjalannya waktu, beliau terus berusaha membangun fasilitas pesantren meskipun dengan segala keterbatasan. Mulai dari membeli tanah untuk aula dan gedung madrasah, hingga membangun kamar mandi dan masjid dengan bantuan para santri dan masyarakat sekitar.

    “Tahun 1991 kami mulai membangun gedung madrasah, dan saya sendiri yang menjadi tukangnya karena tidak ada biaya,” ceritanya.

    Abuya Thoha juga berbagi kisah tentang tantangan yang dihadapi selama pandemi.

    “Pandemi memaksa kami untuk bijaksana dalam mengatur waktu dan aktivitas santri. Belajar harus tetap berjalan, namun dengan mematuhi protokol kesehatan,” jelasnya.

    Beliau juga mengingatkan pentingnya pengaturan waktu dan disiplin dalam penggunaan teknologi.

    “HP boleh dipakai, tapi jangan sampai mengalahkan prioritas utama, yaitu mengaji dan menghafal Al-Quran,” tegasnya.

    Sebagai pesan terakhir, Abuya Thoha menekankan pentingnya niat yang lurus dan ketekunan dalam menuntut ilmu.

    “Mumpung masih muda, waktu emas ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengaji dan menuntut ilmu. Tidak ada istilah nyambi pondok; lebih baik fokus ngaji dan belajar,” pesan Abuya Thoha kepada para santri dan generasi muda.

    Iapun dikenal tegas dan disiplin dalam membimbing santri. Menurutnya ‘ngaji’ adalah prioritas utama bukan sambilan. ***

    Tulisan sebelumnyaWisuda UIN Saizu Purwokerto. Rektor : Kunci Sukses Itu Mampu Beradaptasi
    Tulisan berikutnyaMantap! KBIHU NU Al Arofat Serahkan Rp 148 Juta untuk PCNU Banyumas

    TULIS KOMENTAR

    Tuliskan komentar anda disini
    Tuliskan nama anda disini